6.26.2009

Pemerintah Membuka Lagi Peluang Swasta di Listrik (Pemerintah dan DPR ingin menghapuskan monopoli PLN pada bisnis listrik)

KONTAN, Nasional, 18 Juni 2009

JAKARTA. Pembahasan Undang-Undang Ketenagalistrikan mulai bergulir kembali. Uniknya, Pemerintah ternyata memasukkan kembali sejumlah klausul yang membuat Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan beleid tersebut empat tahun silam.

Kala itu, MK menilai UU Nomor 20/2002 tentang Ketenagalistrikan terlampau liberal karena membolehkan swasta menguasai pembangkit dan jaringan listrik. Akibat putusan ini, peraturan listrik kembali ke UU Nomor 15/1985 yang mewajibkan listrik dikelola terpusat oleh PLN.

Ada lima poin baru dalam dalam Rancangan UU (RUU) Listrik itu. Pertama, pembagian kewenangan Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah untuk membangun pembangkit dan menentukan tarif.

Lewat klausul ini, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebenarnya berniat menghapus monopoli PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sebab, pemda melalui badan usaha milik daerah (BUMD) dan investor swasta berpeluang membangun pembangkit dan jaringan listrik.

Cuma, mereka hanya boleh masuk di daerah terpencil yang belum terjangkau PLN. "Soal tarif bisa diatur pemda," kata Direktur Jenderal Listrik Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jacobus Purwono, Rabu (17/6).

Kedua, UU baru itu akan mengatur soal tarif listrik regional yang ditentukan berdasarkan kualitas pelayanan PLN. Jadi, PLN akan mengenakan tarif lebih mahal buat daerah yang jarang mati listrik. Menurut Jacobus, tarif regional bertujuan menekan subsidi listrik.

Ketiga, sistem keamanan dan keselamatan kerja. Beleid ini mengatur lebih rinci perlindungan sumberdaya kelistrikan. Keempat, pengaturan ganti rugi atas lahan penduduk yang dipakai buat infrastruktur PLN. Kelima, sanksi atas pencurian listrik.

Masih pro-kontra

Rencana Pemerintah ini mendapatkan reaksi beragam. Anggota Komisi V DPR Enggartiasto Lukito mendukung penghapusan monopoli PLN. Alasannya, perusahaan pelat merah ini terbukti gagal memenuhi pelayanan listrik.

Tapi, Anggota Komisi VII lainnya Sutan Batoeghana mengingatkan agar Pemerintah berhati-hati mengatur UU Listrik. Apalagi, jika aturan ini berlaku, Pemda dan swasta bisa bebas menentukan tarif.

Pengamat Energi Reformer Institute, Priagung Rahmanto juga mengingatkan Pemerintah untuk berhati-hati mengatur listrik yang termasuk bisnis strategis. Apalagi, MK pernah membatalkan klausul yang sama. "Masa diajukan kembali dengan memberi kelonggaran," kata dia.

Tujuan Pemerintah menghapus monopoli PLN untuk menekan subsidi pun tidak tepat. Sebab, selama ini PLN menghabiskan duit buat membeli listrik dari pembangkit swasta. Tak hanya itu, swasta juga akan sulit masuk ke daerah terpencil karena butuh biaya besar. "Seharusnya Pemerintah yang masuk ke daerah terpencil," tegasnya.

Priagung justru meminta Pemerintah membentuk BUMN lain di bidang kelistrikan agar PLN punya saingan yang sepadan. Jadi, PLN bisa memperbaiki kinerja. Belanda dan Perancis menerapkan kebijakan seperti ini.

Fitri Nur Arifenie