3.23.2009

Obligasi, Amankah??

Pasar Obligasi korporasi pada tahun kerbau ini sangat bergairah. Buktinya, hingga kuartal I/2009, total nilai obligasi yang diterbitkan oleh korporasi mencapai Rp 4,25 triliun. Padahal target Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 ini sekitar Rp 10 triliun hingga Rp 15 Triliun. Pada kuartal I/2009, ada 8 perusahaan yang berencana untuk menerbitkan obligasi.

PT Astra Sedaya Finance berencana untuk menerbitkan obligasi Rp 600 miliar dan PT Matahari Putra Prima Tbk sebesar Rp 500 miliar. Selain itu, ada PT Federal International Finance sebesar Rp 600 miliar dan PT Indomobil Finance sebesar Rp 500 miliar. Kemudian ada PT Danareksa Sekuritas (Perseroan) sebesar Rp 300 miliar. Masih ada tiga perusahaan lagi yang berencana untuk menerbitkan obligasi sebesar Rp 1,75 trilun.

Ketiga perusahaan itu adalah PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) yang berencana menerbitkan obligasi sebesar Rp 750 miliar, PT Summit Oto Finance (Rp 500 miliar), dan PT Adira Dinamika Multifinance Tbk (Rp 500 miliar). Ini masih belum obligasi Bank Ekspor yang akan diterbitkan sebesar Rp 2 triliun ataupun rencana PT Indofood Sukses Makmur dan juga PT PLN (Persero) yang juga berniat menerbitkan obligasi.

Tampaknya perusahaan memang lebih memilih untuk mengeluarkan obligasi daripada melakukan pinjaman ke bank di situasi dan kondisi seperti ini. Perusahaan juga melihat, banyak investor yang lari dari saham dan memilih obligasi.Apalagi imbal hasil (yield) obligasi sangat tinggi sehingga menarik minat investor untuk berinvestasi di jenis ini.

Lalu bagaimana dengan prospek investasi jenis ini bagi investor. Secara keseluruhan prospek investasi di instrumen masih sangat menjanjikan. Dengan BI rate yang cenderung turun dan target inflansi yang diperkirakan single digit di kisaran 7 hingga 8 persen membuat investasi jenis ini masih menjadi pilihan utama.

Meskipun pada tahun depan ada kemungkinan harga obligasi akan semakin naik dan imbal hasil menurun, tapi investasi jenis ini cenderung lebih aman ketimbang investasi dalam bidang saham. Karena situasi di pasar modal yang tak menentu dan masih belum bisa dipastikan kapan situasi global akan membaik. Bagi investor yang tidak berani mengambil resiko, investasi ini jenis ini menjadi alternatif yang menarik.

Tapi, investasi jenis ini juga ada resikonya. Pertama, bagi investor harus mengantisipasi adanya resiko gagal bayar (default risk) seperti yang menerpa pada obligasi Mobile-8 (fren). Fren tidak mampu membayar bunga obligasi karena kesulitan keuangan yang menerpa Fren. JIka hal ini terjadi, tentunya investor-lah yang akan merugi. Untuk itu, sebaiknya investor melihat peringkat obligasi yang diterbitkan oleh pefindo.

Resiko Kedua adalah pembelian kembali (call risk). Ada beberapa jenis obligai yang memiliki feature call, di mana perusahaan penerbit memiliki hak untuk membeli kembali (buy back) obligasi yang Anda pegang atau Anda miliki pada harga tertentu (call price), sebelum obligasi tersebut jatuh tempo. Hal ini biasa dilakukan oleh perusahaan penerbit saat tingkat suku bunga di pasar turun menjadi lebih rendah dari tingkat pembayaran kupon (coupon rate). Selanjutnya perusahaan penerbit akan menggantikan obligasi baru dengan tingkat kupon yang lebih rendah dari obligasi yang telah ditarik (call).

Keempat, risiko nilai tukar mata uang (exchange rate risk). Nilai kupon atau arus kas yang Anda terima akan sangat berpengaruh dengan perubahan nilai tukar rupiah. Masih ada beberapa risiko yang berkaitan dengan obligasi seperti risiko likuiditas. Dalam hal ini kesulitan untuk menjual kembali obligai pada harga pasar mungkin saja terjadi. Bila Anda tiba-tiba membutuhkan dana dalam jangka pendek maka tingkat likuiditas atau risiko likuiditas ini dapat menghambat Anda untuk memperoleh dana dalam waktu singkat.

Nah, bagi anda yang ingin berinvestasi di jenis ini lebih baik anda pertimbangkan dulu secara matang. Meskipun tergolong aman, tapi investasi obligasi harus dilihat secara keseluruhan. Anda harus teliti dalam memilih obligasi perusahaan. Karena kondisi keuangan perusahaan juga ikut memberikan pengaruh bisa tidaknya mereka membayar obligasi.

Jadi, selamat mencoba....

Liliane Bettencourt, Wanita Terkaya di Prancis & Pewaris L'Oreal (4-Selesai)

KONTAN, INTERNASIONAL, FENOMENA

Fitri Nur Arifenie

Liliane Bettencourt tercatat sebagai salah satu korban penipuan skema Ponzi ala Bernard L. Madoff. Tapi, jumlah duit Liliane yang ditelan penipuan Madoff masih menjadi misteri. Di luar urusan bisnis, Liliane mendirikan Bettencourt Schueller Foundation pada 1987. Yayasan ini membantu penelitian bidang kesehatan, budaya, pendidikan dan sosial. Pemerintah Prancis pun memberikan penghargaan prestisius bagi Liliane lantaran kiprahnya di yayasan tersebut.

BELUM lagi perseteruan dengan putrinya selesai, Liliane Bettencourt sudah mendapatkan masalah baru. Kali ini, Liliane harus merelakan kehilangan duit karena penipuan investasi. Liliane adalah salah satu dari sekian banyak orang kaya di dunia yang menjadi korban penipuan skema Ponzi ala Bernard Lawrence Madoff. Cuma, saking pintarnya Liliane menjaga rahasia, hingga saat ini masih belum jelas berapa duit Liliane yang raib akibat penipuan ini. Banyak yang menganggap penipuan tersebut bisa berdampak besar bagi kantong pribadi Liliane.

Sejauh ini, efek penipuan ini belum terlihat mempengaruhi keuangan L'Oreal, perusahaan milik Liliane. Sebaliknya, banyak pengamat yang memprediksikan pendapatan L'Oreal akan tumbuh 6%-8% selama tahun ini. Prediksi ini terhitung optimistis mengingat situasi dan kondisi ekonomi Eropa yang masih terimpit krisis global.

Di luar urusan bisnis, Liliane mendirikan Bettencourt Schueller
Foundation pada 22 Desember 1987. Liliane mendirikan yayasan ini untuk mengenang ayahnya. Yayasan tersebut memiliki misi menggalang dukungan dan mengembangkan proyek-proyek di bidang kesehatan, budaya dan kemanusiaan, baik di Prancis maupun di negara-negara berkembang. Liliane dan keluarganya mendanai sendiri seluruh kegiatan yayasan tersebut.

Yayasan ini mengalokasikan 60% dari anggarannya untuk mendukung penelitian kesehatan. Salah satu fokus dukungannya adalah membantu pengembangan obat anti HIV dan AIDS.
Yayasan ini juga rajin memberikan penghargaan bagi orang yang berjasa di bidang kesehatan. Nama penghargaan itu adalah The Liliane Bettencourt Life Sciences Award. Penghargaan tersebut diberikan kepada peneliti kesehatan asal Eropa berusia minimal 45 tahun. Si peneliti juga harus dikenal di bidangnya dan penelitiannya bermanfaat bagi masyarakat.

Bettencourt Schueller Foundation juga memberikan The Young Researches Award untuk ilmuwan muda yang memiliki kontribusi dalam memajukan ilmu pengetahuan. Ada 14 kategori penerima penghargaan ini.

Dalam bidang kebudayaan, yayasan ini pun mendukung artis ataupun perajin berbakat dan telah menghasilkan karya fenomenal. Lantaran Liliane menyukai musik paduan suara, Bettencourt Schueller Foundation juga memberi penghargaan tahunan untuk paduan suara terbaik.

Di bidang pendidikan dan sosial, Bettencourt Schueller Foundation juga membantu program-program pengentasan buta huruf dan buta aksara di kalangan anak-anak. Selain itu, yayasannya ikut pula membantu penyediaan rumah murah bagi para tunawisma.

Semenjak tahun 2000, yayasan milik Liliane memberikan penghargaan bagi para perempuan yang berkecimpung dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Tahun 2005, dengan menggandeng UNESCO, yayasan milik Liliane memberikan penghargaan bernama UNESCOL'Oreal Fellowships International, bagi 15 perempuan peneliti dari seluruh dunia. Sudah tak terhitung jumlah penghargaan yang diberikan Bettencourt Schueller Foundation sejak yayasan ini berdiri pada 1987. Aktivitas Liliane dalam membantu penelitian kesehatan, rupanya mendorong Pemerintah Prancis memberikan penghargaan kepada istri Andre Bettencourt ini.

Pada 31 Desember 2001, Liliane memperoleh penghargaan Legion of Honor. Ini adalah penghargaan nasional tertinggi di Prancis. Penghargaan ini diberikan pertama kali oleh Napoleon Bonaparte, untuk warga sipil atau militer yang berjasa besar pada negara. Liliane mendapatkan penghargaan ini lantaran dianggap berjasa di bidang pengembangan kesehatan. (Selesai)

3.19.2009

Liliane Bettencourt, Wanita Terkaya di Prancis dan Pewaris L'Oreal (3)

KONTAN, INTERNASIONAL, FENOMENA

Fitri Nur Arifenie

Berbagai skandal mengelilingi kehidupan pribadi Liliane Bettencourt. Bahkan, sejak masih kecil, wanita yang memiliki satu putri ini sudah akrab dengan skandal. Waktu kecil, ayahnya, Eugene Schueller dikabarkan terlibat dalam Nazi dan kelompok fasis Prancis, La Cagoule. Suami Liliane, politikus Prancis Andre Bettencourt, juga dikabarkan terlibat gerakan yang sama. Kemudian, tahun lalu, Liliane bertengkar hebat dengan putrinya Francoise Bettencourt.

KEHIDUPAN Liliane Bettencourt tidak lepas dari berbagai skandal. Bahkan, sejak masih kecil, kehidupan Liliane sudah dibayangi oleh skandal dalam bisnis ayahnya, Eugene Schueller, pendiri perusahaan kosmetik L'Oreal.

Konon, Schueller memiliki hubungan dengan rezim Nazi. Bahkan, kesuksesan Schueller membesarkan L'Oreal konon tak lepas dari andil Nazi. Gosip yang beredar, Schueller menyumbang dana bagi Nazi.

Kabar miring lain, Schueller merupakan penyumbang tetap La Cagoule, kelompok penganut paham fasisme di Prancis. Kelompok ini terkenal suka menggunakan kekerasan dan sangat anti komunis. Saking dekatnya La Cagoule dengan Schueller, kelompok tersebut kabarnya sering menggelar pertemuan penting di kantor pusat L'Oreal.

Pada 1950, Liliane menikah dengan Andre Bettencourt, seorang politikus asal Prancis. Andre dan Liliane sudah saling kenal sejak lama. Sebab, Andre adalah salah satu anggota La Cagoule.

Andre konon juga terlibat gerakan Nazi. Dalam pasukan Nazi, Andre kabarnya bertugas menyusun propaganda bagi Hitler. Yang jelas, antara 1940 hingga 1942, Andre menulis 60 artikel soal Nazi untuk La Terre Francaise, harian yang didanai Nazi.

Meskipun begitu, Liliane tidak mengambil pusing berbagai kontroversi yang menyelubungi suami dan ayahnya. Maklum saja, keluarga Liliane dikenal terbiasa menutup rapat rahasia.

Dari hasil pernikahan dengan Andre, Lilane memperoleh satu anak perempuan yang bernama Francoise Bettencourt Meyers. Francoise menikah dengan Jean-Pierre Meyers. Saat ini, Francoise ikut terlibat dalam bisnis L'Oreal, dan menjabat sebagai salah satu direktur di perusahaan ini.

Sayangnya, sejak tahun lalu, hubungan antara ibu dan anak ini memburuk. Penyebabnya, Francoise menganggap Liliane telah memberikan hadiah dengan jumlah yang tidak wajar kepada Francoise Marie Banier, seorang fotografer, pelukis, dan novelis, yang juga teman dekat Liliane.

Francoise menuding, sejak ayahnya meninggal, Liliane menjadi pikun dan tidak sadar, sehingga bisa memberi hadiah dalam jumlah yang tidak wajar. Contohnya, Liliane memberi Banier hadiah senilai € 993 juta.

Berdasarkan hasil investigasi kepolisian, sejak 2001, Liliane telah memberikan berbagai hadiah kepada Barnier. Bahkan sang fotografer mendapatkan asuransi jiwa senilai € 600 juta. Selain itu sang fotografer menerima dua belas besar karya seni dan koleksi lukisan milik Liliane, termasuk lukisan Picasso.

Francoise bahkan melayangkan gugatan ke pengadilan untuk mendapatkan kembali duit itu. Dasar gugatannya, Liliane telah pikun dan Banier memanfaatkannya untuk menipu ibunya.

Tindakan Francoise menyulut kemarahan Liliane. Akhirnya, ibu dan anak tersebut bertengkar. "Dia idiot, dan tuntutannya sangat bodoh," kata Liliane mengenai anaknya, seperti dikutip The Times. Liliane menganggap Francoise hanya cemburu.

Liliane menjelaskan bahwa pemberiannya merupakan hadiah sebagai seorang teman. Liliane beralasan, Banier telah menemani hari-harinya sejak suami Liliane meninggal dunia pada 2007.

Akibat pengaduan sang anak, Liliane bahkan mengatakan tidak akan menganggap Francoise sebagai keluarga lagi. "Aku tidak pernah menemui anakku lagi dan aku sama sekali tidak berniat menemuinya," seru Liliane.

Liliane memenuhi panggilan polisi untuk membuktikan dia belum pikun. Hasilnya, menurut pemeriksaan psikiater, Liliane tidak terbukti menderita gangguan jiwa atau semacamnya. (Bersambung)

3.18.2009

Liliane Bettencourt, Wanita Terkaya di Prancis dan Pewaris L'Oreal (2)

KONTAN, INTERNASIONAL, FENOMENA

Fitri Nur Arifenie

Liliane Bettencourt mewarisi kepandaian dan kemampuan berbisnis ayahnya. Di tangan Liliane, L'Oreal berkembang dengan pesat. Pundi-pundi pendapatan perusahaan yang didirikan oleh ayahnya ini terus berkembang dan mendunia. Selain itu, di bawah kepemimpinan Liliane, L'Oreal juga memperluas pangsa pasarnya. Caranya, L'Oreal melakukan beberapa aksi akuisisi strategis, termasuk dengan mengakuisisi waralaba toko kosmetik terkenal, Body Shop.

LILIANE Bettencourt membuktikan bahwa dia memegang posisi puncak di L'Oreal bukan cuma karena dia anak pendiri perusahaan kosmetik tersebut. Liliane membuktikan bahwa dirinya memang mampu dan pantas menjadi petinggi di L'Oreal.

Terbukti, di bawah kepemimpinannya, pemasaran L'Oreal berkembang ke seluruh dunia. Kini, L'Oreal menguasai 49% pangsa pasar kosmetik Eropa, serta menguasai 23% pangsa pasar kosmetik di Amerika Serikat (AS) dan Kanada.

Selain melebarkan penjualan, Liliane juga terus mengembangkan produk L'Oreal. L'Oreal memiliki beberapa jenis produk, seperti produk perawatan kulit, perawatan rambut, pewarna rambut, make-up dan produk styling. Bahkan L'Oreal juga merambah produk parfum dan produk perawatan kulit (dermatologi).

Era 1980-an, L'Oreal merupakan industri manufaktur paling besar di Prancis. Di masa inilah, Liliane mengambil langkah penting bagi pengembangan perusahaannya. Di 1984, L'Oreal membeli divisi kosmetik Warner Communications, yaitu Warner Cosmetics. Perusahaan kosmetik ini antara lain memegang merek Gloria Vanderbilt dan Ralph Lauren.

Ekspansi Grup L'Oreal terus berlanjut. Pada Maret 2006, L'Oreal membeli toko waralaba kosmetik terbesar kedua di dunia, yakni Body Shop. Nilai akuisisi tersebut sebesar € 652 juta. Pembelian Body Shop ini semakin melebarkan sayap L'Oreal untuk menjadikannya industri kosmetik yang nomor satu di dunia.

Liliane juga mulai menyasar pasar kosmetik di India. Di negeri Sungai Gangga ini, Liliane memasarkan produk kosmetik yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan kecenderungan pasar kosmetik dunia yang kini mulai memasyarakatkan konsep kembali ke alam (back to nature).

Dari India, L'Oreal lantas mengembangkan produk kosmetik alami itu ke seluruh dunia, terutama ke Eropa dan Amerika. Mujur, konsumen di kedua kawasan tersebut mulai beralih dari produk kosmetik dengan bahan kimia ke kosmetik dengan bahan alami.

Kepemimpinan Liliane berhasil membuat pundi-pundi penghasilan L'Oreal makin gendut. Pada 2001, L'oreal mampu mencetak pendapatan sebesar € 1,2 miliar. Empat tahun kemudian, laba bersihnya sudah naik menjadi € 1,9 miliar, melebihi total pendapatan pada tahun 2001. Pertumbuhan tersebut terus berlanjut. Tahun lalu, pendapatan L'Oreal berhasil menembus angka € 15,8 miliar euro, atau naik sekitar 9,5% dari
tahun sebelumnya.

Liliane memang sukses membawa L'Oreal ke puncak keberhasilan. Liliane berbagi rahasia bahwa strategi kesuksesan L'Oreal simpel saja. Pertama, dia menegaskan L'Oreal selalu berkomitmen penuh pada penelitian dan pengembangan produk baru.

Kedua, L'Oreal selalu mengedepankan inovasi dan kualitas. Ketiga, L'Oreal hanya menciptakan produk-produk yang orisinal. Keempat, Liliane menekankan perusahaan menghargai karyawan dan memberikan penghargaan bagi karyawan terbaik.

Di antara itu semua, yang paling penting dalam pengembangan L'Oreal adalah peningkatan teknologi dan inovasi. Melalui riset, L'Oreal telah berhasil mematenkan sekitar 500 unit produknya. L'Oreal juga mengembangkan 110 formula dasar kosmetik lebih dari 35 tahun.

Liliane tidak hanya berinovasi di produk. Dia juga berinovasi di bidangpemasaran dan distribusi. Untuk mereka yang gemar berbelanja di pasar swalayan, L'Oreal menyediakan produk bermerek Garnier dan Gemey. Sedangkan mereka yang lebih senang membeli kosmetik di apotek, bisa membeli Vichy.

3.17.2009

Liliane Bettencourt, Wanita Terkaya di Prancis dan Pewaris L'Oreal (1)

KONTAN, Internasional, Fenomena

Fitri Nur Arifenie

Siapa pun tak menyangkal Liliane Bettencourt adalah orang beruntung. Liliane lahir sebagai anak tunggal pemilik kerajaan bisnis L'Oreal, Eugene Schueller. Otomatis, ketika orang tuanya meninggal dunia, Liliane menjadi penguasa L'Oreal dan mendapatkan seluruh warisan keluarganya. Tapi Liliane bisa membuktikan dia bukan hanya kaya berkat warisan. Liliane bahkan sukses mengembangkan perusahaan kosmetik tersebut menjadi perusahaan kelas dunia.

PERNAH mendengar nama Liliane Bettencourt? Kalau belum, Liliane adalah wanita terkaya di Prancis. Dia juga adalah orang terkaya kedua di Prancis, setelah Bernard Arnault. Liliane juga pemegang saham utama di perusahaan kosmetik L'Oreal. Maklum, Liliane adalah anak dari Eugene Schueller, pendiri L'Oreal.

Berdasarkan data terbaru Forbes, saat ini Liliane menempati posisi ke-21 dalam daftar orang terkaya di dunia. Jumlah kekayaan Liliane mencapai US$ 13,4 miliar. Sebagian besar kekayaannya berasal dari perusahaan warisanayahnya, yaitu L'Oreal.

Liliane Bettencourt terlahir dengan nama Liliane Henriette Charlotte Schueller. Anak tunggal Eugene Schueller ini lahir di Paris, Prancis, pada 21 Oktober 1922. Sewaktu berumur lima tahun, ibunya yang bernama Louis Madeline Berthe Doncieux meninggal dunia, tepatnya pada 27 Oktober 1927.

Sejak saat itu, Liliane hanya hidup berdua dengan ayahnya. Kematian ibunya membekas begitu dalam bagi Liliane. Dia pun menjadi pribadi yang tertutup. Apalagi, sang ayah terlalu ketat mengawasi Liliane.

Tidak banyak informasi mengenai kehidupan masa kecil Liliane. Yang jelas, ayahnya seolah-olah sudah mendesain Liliane agar menjadi penerus kerajaan bisnis kosmetik L'Oreal.

Sedikit soal L'Oreal, sejarah perusahaan kosmetik ini dimulai ketika seorang ahli kimia muda bernama Eugene Schueller berhasil membuat formula pewarna rambut yang inovatif, yang ia namakan Aureole. Schueller lantas mendirikan perusahaan Societe Franncaise de Teentures Inoffensives pour Cheveux pada 1909. Perusahaan itu kemudian berganti nama menjadi L’Oreal.

Liliane bergabung di L'Oreal pada 1937 sebagai karyawan magang. Liliane harus merasakan berbagai jabatan, sebelum akhirnya menjadi pemimpin L'Oreal.
Pada 1993, ayah Liliane meninggal. Sebagai anak tunggal, otomatis Liliane langsung mewarisi seluruh harta dan perusahaan ayahnya.

Saat itu, L'Oreal sudah menjadi salah satu perusahaan kosmetik ternama di dunia. Sejak saat itu, Liliane menjadi pemegang saham utama di L'Oreal. Liliane menguasai 27,5% saham perusahaan ini. Sementara 26,4% aham lainnya dikuasai oleh Nestle dan sebanyak 46,1% dikuasai oleh publik. Liliane berusaha menambah kepemilikan saham.

Hingga akhirnya, dia menguasai 32% saham, Nestle 30%, dan sisanya adalah publik.
Meskipun, Liliane mendapatkan kekayaan dari warisan, dia memiliki kemampuan untuk mempertahankan bahkan mengembangkan perusahaannya. Maklum, keluarga Schueller masih menganut pola pikir keluarga bangsawan Eropa kuno.

Liliane dibesarkan bagai perempuan dalam keluarga kerajaan. Dia harus mempelajari keterampilan negoisasi, kecerdasan politik, dan kecerdasan tata krama. Hal tersebut membantu Liliane mengembangkan bisnis yang didirikan oleh ayahnya.

Terbukti, selama lebih dari lima dekade di bawah kepemimpinan Liliane, L'Oreal terus memperbesar pangsa pasarnya. L'Oreal juga berkembang dan menembus pasar global. Saat ini, produk L'Oreal tersebar di 130 negara, dengan total karyawan 63.000 orang. Padahal, awalnya L'Oreal hanya tersebar di 17 negara.

Saat ini, L'Oreal memiliki lima pusat penelitian dan pengembangan produk, dua di Prancis, serta satu di AS, Jepang, dan Cina. Kelima pusat penelitian itu didirikan untuk menciptakan inovasi terbaru dan produk yang berkualitas unggul. (Bersambung)

3.11.2009

MPPA dan MNCN Bebas dari Chain Listing

Kontan, Investasi, 11 Maret 2009

JAKARTA. Para emiten yang masuk dalam radar chain listing Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa menarik napas lega. Mereka bisa jadi lepas dari jerat chain listing.
Sekadar mengingatkan, BEI tengah memeriksa beberapa pasang emiten terkait kasus ini. Antara lain PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan PT Multipolar Tbk (MLPL) serta PT Global Mediacom Tbk (BMTR) dan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN). "Kami tidak melihat adanya chain listing di sini," ujar Direktur Pencatatan BEI Eddy Sugito, kemarin (10/3).

Dus, MPPA dan MNCN, yang masing-masing adalah anak perusahaan MLPL dan BMTR tidak harus meninggalkan bursa.

Menurut Eddy, penilaian terhadap perusahaan yang diduga melanggar aturan chain listing tak hanya berdasarkan kontribusi pendapatannya. BEI juga harus melihat kepemilikan saham emiten itu.

Eddy mencontohkan kasus chain listing PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX). APEX harus delisting dari bursa karena pendapatannya memberi kontribusi besar dalam kinerja induk perusahaannya, PT Mitra International Resources Tbk (MIRA). Selain itu, "Kalau kasus APEX, MIRA memiliki saham hampir di atas 90%," terang Eddy.

Selain itu, menurut Eddy, BEI tidak hanya melihat kontribusi pendapatan anak perusahaan terhadap induk usahanya pada satu waktu saja, tapi juga dari tahun-tahun sebelumnya. Sebab, bisa jadi di satu tahun bisnis, anak usaha lebih bagus ketimbang bisnis induknya. Demikian juga bisa sebaliknya.

Direktur Utama BEI Erry Firmansyah menegaskan, aturan chain listing berlaku bagi emiten yang proses akuisisinya terjadi setelah 2004, yaitu setelah bursa menerbitkan aturan soal chain listing tersebut. "Aturan chain listing kan terbit 2004, sementara akuisisi Multipolar dan Matahari terjadi di 1997," tandas Erry yang pernah lama berkarier di Grup Lippo itu.

Erry bilang, aturan chain listing ini tidak berlaku surut. "Kalaupun ada faktor chain listing, emiten itu tidak bisa ditindak," tandasnya.

Fitri Nur Arifenie

3.09.2009

BYAN Bakal Menggenjot Omzet

KONTAN, Investasi, 06 Maret 2009

JAKARTA. Tahun ini, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) bakal makin rakus mengeduk batubara. Perusahaan tambang batubara ini menargetkan penjualan batubara tahun ini naik 49% menjadi 10 juta metrik ton (Mt).

Pada 2008, perkiraan penjualan batubara BYAN sekitar 6,7 juta Mt. Nah, BYAN mengekspor sebagian besar batubara ke kawasan Eropa, India, Jepang, Taiwan serta Korea Selatan.

Perusahaan yang melantai di bursa sejak Agustus 2008 ini menargetkan produksi batubara juga naik menjadi 9,5 juta Mt, naik sekitar 56% ketimbang perkiraan total produksi pada 2008 yang hanya sekitar 6,1 juta Mt. "Kami merencanakan untuk meningkatkan produksi tiap tahunnya," ujar Sekretaris Korporat Jenny Quantero, kemarin (5/3).

BYAN memang harus menggenjot produksi dan penjualannya, guna mengurangi dampak penurunan harga batubara tahun ini. Sekadar perbandingan, tahun lalu harga rata-rata batubara mencapai US$ 75 per metrik ton. "Harga jual rata-rata batubara pada 2009 antara US$ 60 sampai US$ 65 per metrik ton," papar Jenny.

BYAN juga menargetkan pendapatannya selama tahun ini naik sekitar 30% hingga 45% dari 2008. Jenny mengharapkan, perusahaan yang dulunya adalah kontraktor pertambangan ini bisa meraih ?Rp 6 triliun - Rp 6,5 triliun.

Jenny memperkirakan sepanjang 2008, BYAN memperoleh omzet sebesar Rp 4,5 triliun - Rp 5 triliun. Pada 2007, total pendapatan BYAN hanya mencapai Rp 3,4 triliun. Jadi, ada kenaikan pendapatan sekitar 32% - 47% di 2008.

Untuk laba kotor, di 2008 Jenny memperkirakan laba kotor BYAN mencapai Rp 800 miliar. Nah, di 2009, Jenny berharap ada kenaikan dua kali lipat, jadi Rp 2 triliun.

Fitri Nur Arifenie

E-capital Borong APEX Rp 2.875 per Saham

KONTAN, Investasi, 06 Maret 2009

JAKARTA. PT Mitra International Tbk (MIRA) benar-benar akan menarik mengosongkan seluruh saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) yang beredar di bursa. Itu bagian rencana APEX hengkang atau delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI). APEX menawarkan harga Rp 2.875 per saham untuk pemegang saham publik.

Per 31 Januari 2009, MIRA menguasai 98,13% atau 2,6 miliar saham APEX. Pemilik saham lain, PT Hertech Kharisma sebesar 1,61% atau 42,8 juta saham. Publik hanya memiliki 0,26% atau 7,1 juta saham APEX. "Jumlah pemegang saham publik tak sampai 80 orang," kata Wakil Direktur Utama APEX Tito Sulistio, kemarin (5/3).

Tito bilang, MIRA tidak akan membeli saham APEX milik publik. Ada calon pembeli yang siap memborong saham APEX itu. "Pembelinya PT E-capital Securities, dan dia nanti jadi pemegang saham APEX." kata Tito. E-capital hanya membeli saham dari publik dan tak akan memborong saham milik Hertech.

E-capital akan membeli sisa saham APEX yang beredar di publik pada pertengahan tahun ini. "Tapi tergantung juga dari persetujuan resmi delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI)," imbuh Tito. Hitung punya hitung, E-capital harus membayar Rp 20,4 miliar untuk memborong APEX, alias Rp 2.875 per saham.

Tawaran itu lebih tinggi dari harga tertinggi saham APEX selama dua tahun terakhir. Sebab, harga tertinggi adalah Rp 2.750 per saham. Harga itu juga lebih tinggi dari harga wajar yang ditentukan PT Zodiac Perintis Penilai Rp 2.200 - Rp 2.600 per saham. "Rencana pembelian saham ini sudah mendapat persetujuan pemegang saham," kata Tito.

APEX harus keluar dari lantai bursa karena tersandung aturan chain listing. Intinya, aturan itu menyebutkan suatu emiten yang dimiliki oleh emiten lain harus delisting bila menyumbang lebih dari 50% pendapatan konsolidasi emiten induknya. "Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi MIRA per kuartal ketiga 2008, APEX menyumbang 52% pendapatan MIRA," kata Ade Satari, Jurubicara Apexindo.

Fitri Nur Arifenie

BEI Menemukan Indikasi Insider Trading pada Akuisisi Indika

JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) menemukan indikasi insider trading dalam akuisisi PT Indika Energy Tbk (INDY) terhadap PT Petrosea Tbk (PTRO). BEI menduga kabar mengenai akuisisi tersebut telah lebih dulu bocor ke pasar sebelum INDY melaporkan rencananya kepada otoritas bursa.

Akibatnya harga saham PTRO langsung melejit luar biasa. "Kalau melihat dari kenaikan harga yang luar biasa, ada indikasi insider trading, karena ada pihak-pihak yang tahu lebih dulu ketimbang publik," jelas Direktur Pencatatan BEI Eddy Sugito di Jakarta, kemarin (4/3).

Eddy menjelaskan, INDY baru menyampaikan rencana tentang akuisisi itu pada 16 Februari 2009. Namun antara 9 Februari-16 Februari 2009, harga saham PTRO sudah naik secara tidak wajar.Pada 9 Februari, harga PTRO masih di Rp 3.700 per saham. Dalam waktu seminggu, harga PTRO naik 71,62% menjadi Rp 6.350 per saham.

Volume transaksi juga mencapai 1,09 juta saham. Alhasil, BEI sempat menghentikan sementara (suspend) aktivitas perdagangan saham PTRO pada 17 Februari. Tapi suspend itu dicabut kembali sehari setelahnya. Sampai kemarin, harga saham PTRO sudah mencapai Rp 10.150 per saham.

BEI menegaskan akan memeriksa pihak-pihak yang terlibat proses akuisisi tersebut. Tapi, Eddy mengatakan pemeriksaan tersebut masih harus menunggu hasil pemeriksaan awal yang dilakukan tim pengawas.

Eddy masih belum berani memastikan siapa yang paling mungkin melakukan insider trading tersebut. "Pihak yang terlibat bisa macam-macam, bisa emiten itu sendiri, bisa juga konsultan," terang Eddy.

Eddy juga tidak berani menargetkan sampai kapan pemeriksaan transaksi itu akan berlangsung. Yang jelas, menurutnya, BEI akan menuntaskan kasus tersebut secepatnya. Setelah BEI menuntaskan pemeriksaan, BEI akan melimpahkan kasus tersebut kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Manajemen PTRO membantah telah membocorkan informasi tentang rencana akuisisi INDY yang berpotensi menimbulkan insider trading. Presiden Direktur PTRO Micky Hehuwat mengatakan, Manajemen PTRO tidak tahu menahu tentang adanya kebocoran transaksi. "Kami sudah memberikan kejelasan informasi tentang transaksi itu hanya kepada BEI," bantah Micky.

Walaupun akuisisi INDY terhadap PTRO ini masih diselidiki, proses akuisisi tersebut tetap berjalan. Menurut Micky, saat ini INDY dan PTRO masih dalam tahap melakukan uji kelayakan alias due dilligence.

Kedua perusahaan tersebut menargetkan proses due dilligence tersebut bisa selesai pada akhir Maret ini. Keduanya juga berharap proses akuisisi ini bisa rampung secara keseluruhan pada bulan Mei, atau paling lambat di pertengahan 2009.

Fitri Nur Arifenie

Pasar Obligasi Korporasi Mulai Membaik

KONTAN, Investasi, 26 Februari 2009

JAKARTA. Pasar obligasi korporasi mulai bergairah. Sampai saat ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menerima permohonan penerbitan obligasi senilai Rp 1,9 triliun.
Semua obligasi tersebut bakal terbit di semester satu 2009. BEI pun optimistis target penerbitan obligasi sepanjang 2009 sebesar Rp 10 triliun hingga Rp 15 triliun bakal tercapai. "Kami berharap penjualan obligasi bisa meningkat pada semester dua 2009," ujar Direktur Fixed Income, Derivatif, Keanggotaan, dan Partisipan BEI Guntur Pasaribu, kemarin (25/02).

Guntur bilang, ada empat perusahaan yang sudah mendaftarkan penerbitan obligasi mereka. Di antaranya adalah PT Danareksa (Persero) yang akan melego obligasi Rp 300 miliar. Perusahaan sekuritas milik negara ini akan menggunakan dana obligasi itu untuk menambah modalnya.

Setelah itu, ada PT Astra Sedaya Finance yang berniat menerbitkan obligasi sebesar Rp 600 miliar. Dananya akan digunakan untuk meningkatkan pembiayaan otomotif.
Berikutnya, ada PT Indomobil Finance Indonesia yang akan menerbitkan obligasi senilai Rp 500 miliar. Indomobil akan memakai dana itu untuk modal kerja, pembiayaan konsumen, dan pembiayaan kembali pinjaman bank.

Selanjutnya, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) akan menjual obligasi Rp 500 miliar. Perusahaan ritel ini berniat menggunakan duit obligasi untuk membayar utangnya atau refinancing.

Berkah bunga turun

Guntur yakin penerbitan obligasi korporasi akan makin marak, terutama pada semester ke dua 2009. Alasannya, BI Rate yang kini telah 8,25 % masih bisa turun lagi.
Head of Debt Capital Market BNI Securities Sukartono mengatakan, tren suku bunga yang menurun ini membuat korporasi punya kesempatan mendapatkan pembiayaan dengan lebih murah. "Apalagi kalau emiten blue chips," timpal Sukartono.

Selain itu, emiten cenderung memilih menerbitkan obligasi untuk mencari pendanaan, ketimbang memakai instrumen lainnya. Apalagi, saat ini masih banyak perusahaan yang kesulitan mencari pinjaman dari perbankan.

Padahal, banyak obligasi perusahaan yang akan jatuh tempo tahun ini. "Nilai obligasi yang jatuh tempo tahun ini sebesar Rp 10 triliun sampai Rp 11 triliun," papar Presiden Direktur Fitch Ratings Indonesia Baradita Katoppo.

Tapi, Baradita enggan berspekulasi apakah pasar bakal menyerap obligasi tersebut. Menurutnya, minat pasar akan tergantung pada imbal hasil alias yield yang ditawarkan penerbit obligasi. Selain itu, investor tentu akan melihat tingkat risiko obligasi tersebut, serta kemampuan emiten memenuhi ongkos pendanaan untuk membayar imbal hasil.

Tapi, Sukartono cukup yakin penyerapan obligasi di pasar akan membaik. Maklum saja, ada indikasi saat ini di pasar terjadi kelebihan likuiditas. Ia mencontohkan hasil penerbitan sukuk ritel yang permintaannya berlebih.

Sukartono pun menilai, target penerbitan obligasi korporasi tahun ini versi BEI yang sebesar Rp 10 triliun hingga Rp 15 triliun masih bisa tercapai. "Siapa tahu nanti pertengahan tahun banyak yang menerbitkan," imbuhnya.

Fitri Nur Arifenie, Wahyu Tri Rahmawati

Emiten yang Terancam Chain Listing Bertambah (Giliran Panin Life dan Panin Insurance yang masuk radar chain listing di BEI)

KONTAN, Investasi, 25 Februari 2009

JAKARTA. Ketentuan pencatatan berantai alias chain listing rupanya masih membingungkan para emiten. Sejumlah emiten yang terindikasi terkena ketentuan ini mengaku kebingungan memahami aturan tentang chain listing itu.

Selain PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) yang sudah kena vonis dari Bursa Efek Indonesia (BEI), ada emiten lain yang bisa terkena jerat ketentuan chain listing. Indikasinya sederhana, kontribusi pendapatan emiten berstatus anak usaha ke pendapatan konsolidasi emiten berstatus induk perusahaan lebih dari 50%.

Yang masuk dalam radar BEI antara lain dugaan chain listing antara PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan PT Multipolar Tbk (MPPL). Selain itu, BEI juga mulai menelisik dugaan chain listing antara PT Global Mediacom Tbk (BMTR) dan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN).

Namun, manajemen Global Mediacom juga masih mempersoalkan kejelasan aturan chain listing tersebut. Makanya, bagi BMTR, terlalu dini untuk menyimpulkan apakah ada chain listing antara BMTR dengan MNCN. "Aturan chain listing sendiri tidak jelas," kata Kepala Hubungan Investor Global Mediacom David Fernando Audy, kemarin.

David mengakui, MNCN menyumbangkan pendapatan ke BMTR hampir 80%. Selebihnya dari bisnis BMTR yang lain, yakni Indovision. Namun, ia yakin bisnis Indovision akan tumbuh pesat tahun ini, sehingga tak cuma MNCN yang menjadi kontributor terbesar BMTR. Meski begitu, "Kami memang mengkaji tentang persoalan chain listing ini secara internal perusahaan," imbuhnya.

Emiten lain yang bisa masuk perangkap beleid chain listing ini adalah PT Panin Life Tbk (PNLF) dan PT Panin Insurance Tbk (PNIN). PNIN merupakan induk usaha dari PNLF. Per Januari 2009, PNIN memiliki 56,77% saham di PNLF.

Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi kuartal ketiga 2008, PNIN mengantongi pendapatan sebesar Rp 1,15 triliun. Pada periode yang sama, pendapatan PNLF mencapai Rp 1,08 miliar. Ini berarti, kontribusi pendapatan PNLF ke induk usahanya mencapai sekitar 93,91%.

Tahun 2007, kontribusi Panin Life ke pendapatan PNIN malah lebih besar. Pada tahun 2007 pendapatan PNIN mencapai Rp 1,42 triliun, sedangkan pendapatan PNLF mencapai Rp 1,35 triliun. Dus, PNLF menyumbang pendapatan sekitar 95% ke PNIN. "Kontribusi pendapatan PNLF ke PNIN memang besar, selama ini lebih dari 50%," kata Wakil Presiden Direktur PNLF Tri Joko Santoso ke KONTAN, kemarin (24/2).

Namun, kata Joko, perusahaannya belum tahu menahu soal ketentuan chain listing ini. Soalnya, BEI selama ini tak pernah menjelaskan aturan pencatatan berantai ini. "Justru saya baru tahu dari Anda ada aturan chain listing," ujarnya.

Akibat aturan tak jelas

Meski begitu, manajemen PNLF menegaskan, mereka akan mengikuti ketentuan BEI soal chain listing ini. Termasuk risikonya, yakni apabila salah satu emiten Grup Panin ini harus angkat kaki alias delisting dari lantai bursa. "Kami pasti akan mengikuti ketentuan BEI," katanya.

Agaknya, ketentuan chain listing ini memang masih membingungkan. Makanya, BEI sedang mengkaji ulang aturan tersebut. Tujuan kajian tersebut adalah untuk memperjelas ketentuan pencatatan berantai. "Saya tak bisa menyebutkan review-nya seperti apa. Yang jelas rancangannya sudah masuk ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)," kata Direktur Utama BEI Erry Firmansyah.

Badrut Tamam, Fitri Nur Arifenie

Giliran BEI Periksa BMTR dan MNCN

KONTAN, Investasi, 24 Februari 2009

JAKARTA. Makin banyak saja emiten yang akan terkena ketentuan chain listing. Kini Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai menyelidiki PT Global Mediacom Tbk (BMTR) dan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) sehubungan aturan chain listing itu.
Direktur Perdagangan BEI, MS. Sembiring menjelaskan, saat ini manajemen BEI tengah mempelajari laporan keuangan kedua perusahaan tersebut. "Tim kami di pencatatan sedang mempelajari kasus tersebut," ujar Sembiring, Senin kemarin (23/2).

Berdasarkan laporan keuangan triwulan ketiga 2008, pendapatan BMTR mencapai Rp 2,762 triliun sedangkan pendapatan MNCN tercatat Rp 2,17 triliun. Singkat cerita, kontribusi pendapatan MNCN kepada BMTR mencapai hampir 80%. Pada 2007 lalu, realisasi pendapatan BMTR mencapai Rp 4,819 triliun dan 60%-nya berasal dari kontribusi MNCN.

Sedangkan kepemilikan saham BMTR di MNCN besarnya mencapai 71,14%. Kepemilikan tersebut sudah masuk kategori pemegang saham pengendali dan pemegang saham mayoritas.
BEI melihat, ketergantungan BMTR terhadap MNCN pun tinggi. Kalau memang terbukti ada chain listing antara BMTR dan MNCN, siapa yang harus keluar? Sejauh ini, BEI belum memberikan kepastian. Alasannya, BEI tak ingin berandai-andai.

Ketentuan chain listing itu intinya, suatu emiten yang diakuisisi emiten lain harus keluar dari bursa jika ia menyumbang pendapatan konsolidasi pengakuisisinya lebih dari 50%. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas dan Pengelola Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Selain menelusuri chain listing BMTR dan MNCN, BEI juga ingin menuntaskan dugaan chain listing antara PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan PT Multipolar Tbk (MLPL). Guna memastikan ada tidaknya chain listing di kedua perusahaan tersebut, BEI meminta Matahari dan Multipolar menunjuk tim penilai independen.

Akhir pekan lalu, Direktur Pencatatan BEI Eddy Sugito menyatakan, penilai independen tersebut bertugas membuktikan ada tidaknya ketergantungan antara bisnis Multipolar dan bisnis Matahari. "Prinsipnya, BEI mengizinkan anak usaha dan induk usaha tetap di bursa selama tak ada ketergantungan sangat tinggi satu sama lain," kata Eddy.

BEI membebaskan keduanya menunjuk tim penilai independen mereka. Namun, BEI tetap akan memeriksa kelayakan penilai independen tersebut. Alasannya, BEI tidak ingin penilai independen tadi tidak objektif menilai MPPA dan MLPL.

Fitri Nur Arifenie

BEI Minta Matahari dan Multipolar Tunjuk Penilai

KONTAN, Investasi, 23 Februari 2009

JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) ingin segera menuntaskan dugaan chain listing antara PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan PT Multipolar Tbk (MLPL). Guna memastikan ada tidaknya chain listing di kedua perusahaan tersebut, BEI meminta Matahari dan Multipolar menunjuk tim penilai independen.

Direktur Pencatatan BEI Eddy Sugito menyatakan, penilai independen tersebut bertugas untuk membuktikan ada tidaknya ketergantungan antara bisnis Multipolar dan Matahari. "Prinsipnya, BEI mengizinkan anak usaha dan induk usaha tetap di bursa selama tak ada ketergantungan sangat tinggi satu sama lain," kata Eddy, akhir pekan lalu.

BEI membebaskan keduanya menunjuk tim penilai independen. Namun, BEI tetap akan memeriksa kelayakan penilai independen tersebut. Alasannya, BEI tidak ingin penilai independen tadi tidak objektif menilai MPPA dan MLPL.

Wakil Presiden Erdhika Elit Sekuritas Muhammad Reza berpendapat, sebaiknya BEI yang menunjuk tim penilai tersebut, bukan kedua emiten tersebut. Dia khawatir, jika yang menunjuk penilai independen adalah emiten, penilaian terhadap chain listing ini akan menjadi subjektif dan hanya membela emiten.

Wakil Presiden Komunikasi Korporat Matahari Roy N. Mandey menegaskan siap mengikuti prosedur yang ditetapkan BEI. MPPA juga siap menunjuk penilai independen. "Kalau itu memang langkah dinamis untuk klarifikasi kepada pasar, tentu kami akan melakukannya," tandas Roy.

Aturan membingungkan

Ketentuan chain listing itu intinya, suatu emiten yang diakuisisi emiten lain harus keluar dari bursa jika ia menyumbang pendapatan konsolidasi pengakuisisinya lebih dari 50%. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas dan Pengelola Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Nah, per September 2008, Multipolar memiliki 50,1% saham Matahari. Hingga kuartal ketiga tahun lalu, MLPL meraup pendapatan Rp 9,5 triliun. Berdasarkan laporan keuangan MLPL kuartal tiga 2008, lebih dari 95% pendapatan itu merupakan kontribusi MPPA. Matahari mencatatkan pendapatan Rp 9,1 triliun.

Kalau terbukti ada chain listing, siapa yang harus keluar dari bursa? Direktur Perdagangan Saham, Penelitian, dan Pengembangan Usaha BEI, MS Sembiring beberapa waktu bilang, berkaca dari kasus chain listing PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) dan PT Mitra International Resources Tbk (MIRA), emiten yang memiliki saham publik lebih kecil yang harus pergi.

Masalahnya, banyak yang mengkritik aturan chain listing. Selama ini, aturan chain listing masih belum tegas dan membingungkan. Sebagai contoh, aturan ini melarang suatu emiten berstatus anak usaha berkontribusi signifikan pada kinerja keuangan emiten lain yang merupakan induk perusahaan tadi. Tapi, aturan tersebut tidak tegas menyebutkan batasan besaran kontribusi itu.

Eddy menyatakan, BEI akan mengusulkan ketentuan yang lebih tegas mengenai hal itu dalam draf aturan pencatatan yang saat ini sedang dibahas Bapepam-LK. BEI ingin menghilangkan area abu-abu yang membingungkan emiten.

Reza setuju ada penegasan parameter ketentuan chain listing. Ia juga mengusulkan agar aturan yang baru nanti memasukkan kriteria perusahaan yang harus delisting akibat terkena ketentuan chain listing. "Menurut saya sebaiknya yang harus delisting perusahaan yang bisnis riilnya tidak menghasilkan," tegas Reza.

Fitri Nur Arifenie

Laba Singtel Turun Akibat Pendapatan Telkomsel Turun

KONTAN, Investasi, 11 Februari 2009

JAKARTA. Perusahaan telekomunikasi terbesar di Asia, Singapore Telecommunications Ltd membukukan laba terendah dalam 3,5 tahun terakhir. Perusahaan yang populer dengan sebutan Singtel ini menyatakan, laba mereka turun karena pendapatan Telkomsel, anak usahanya di Indonesia turun.

Telkomsel adalah perusahaan patungan Singtel dan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk (TLKM). Telkom memiliki 65% saham Telkomsel, dan sebanyak 35% milik Singtel.
Kontribusi Telkomsel pada kinerja Singtel merosot karena penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta penurunan tarif telepon Telkomsel. Menurut Singtel, kontribusi Telkomsel terhadap laba Singtel turun 51% menjadi hanya S$ 110 juta.
Alhasil, laba bersih Singtel di kuartal empat susut 16% jadi S$ 799 juta (setara US$ 533 juta). Di periode yang sama 2007, laba bersih Singtel mencapai S$ 952 juta. Penjualan 2008 juga susut 3,2% menjadi cuma S$ 3,7 miliar.

Secara umum, keuntungan dari bisnis Singtel di luar negeri merosot 25%. Penurunan terbesar berasal dari penurunan setoran laba Telkomsel. "Kami telah melihat perlambatan ekonomi global berimbas kepada bisnis kami," tutur Chief Executive Officer Chua Sock Koong kepada Bloomberg, kemarin.

Jika klaim Singtel benar, bisa jadi kinerja Telkom akan terpengaruh. Sebab selama ini, Telkomsel menyumbang lebih dari 70% pendapatan Telkom. Sebagai contoh, per September 2008, laba bersih TLKM jadi Rp 8,9 triliun, turun 9,16% dari periode sama 2007.

Penurunan laba bersih TLKM tak lepas dari penurunan laba bersih Telkomsel. Per kuartal ketiga 2008, laba bersih Telkomsel tercatat Rp 9,08 triliun, turun 7% ketimbang periode sama 2007.

Namun ketika KONTAN mengonfirmasi kabar tersebut, Manajer Komunikasi Korporat Telkomsel Suryo Hadiyanto membantah pendapatan Telkomsel pada 2008 turun. Suryo malah bilang kinerja Telkomsel sangat baik, bahkan pertumbuhannya di atas rata-rata industri.

Cuma, Suryo tutup mulut rapat-rapat soal pendapatannya. "Masih diaudit, lagipula yang akan mengeluarkan laporan keuangan adalah Telkom, induk usaha Telkomsel," elak Suryo.
Catatan saja, Singtel beroperasi di tujuh negara di luar Singapura. Saat ini, laba bersih perusahaan yang masih terafiliasi Singtel di Asia longsor 24% menjadi US$ 374 juta. Artinya, penurunan sudah terjadi selama tiga kuartal berturut-turut.

Selama ini, Australia jadi pasar terbesar Singtel. Tapi, pendapatan Singtel di Australia sudah tergerus. Pada kuartal tiga 2008, laba bersih Singtel Optus, anak usaha Singtel di Australia, bertahan di A$ 143 juta. Tapi, penjualannya naik 10% menjadi A$ 2,2 miliar. "Ini masa yang sulit bagi Singtel," kata Theo Maas, Manajer Investasi dari Fortis Investment di Sidney.

Fitri Nur Arifenie

Produksi ENRG Tak Mencapai Target

KONTAN, Investasi, 07 Februari 2009

JAKARTA. Rupanya ladang minyak PT Energi Mega Persada Tbk (ENGR) tak bekerja maksimal. Akibatnya, tahun lalu, ENGR tak bisa memenuhi target produksi mereka.
Anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) semula memasang target kenaikan produksi 32,2% menjadi 32.000 barel per hari pada 2008. Sebagai perbandingan, setahun sebelumnya (2007), produksi minyak ENRG tercatat 24.200 barel per hari.
Tapi, rata-rata tahun lalu, sumur minyak ENRG hanya mampu mengucurkan minyak 25.100 barel per hari. "Produksi memang tidak memenuhi target, tapi masih ada kenaikan 3,71% dari produksi pada 2007," kata Direktur Utama ENRG Christian V. Ponto, kemarin (6/2).

Tahun ini, ENRG akan menggenjot lagi produksi ladang minyak dan gas miliknya. Mereka menargetkan produksi minyak sebanyak 30.000 barel per hari selama tahun ini. "Ini berarti target produksi naik sekitar 20% pada 2009," ujar Christian.
Ia yakin target itu bakal kesampaian karena lapangan minyak di Pulau Sepanjang Jawa Timur mulai berproduksi. "Lapangan minyak ini sudah mulai berproduksi akhir tahun lalu," ujarnya.

Walau produksi minyak naik tipis, ENRG masih bisa mengantongi pendapatan tinggi. Maklum saja, harga minyak tahun lalu memang melompat tinggi. Hanya saja, ENRG masih merahasiakan total pendapatan mereka tahun lalu. "Yang pasti ada kenaikan harga jual dibanding 2007," imbuh Herwin Hidayat, Vice President Hubungan Investor ENRG.
Sampai September 2008 lalu, ENRG sudah menggenggam pendapatan sebesar ?Rp 1,4 triliun. Ini naik 87% dari periode sama 2007.

Analis BNI Securities Norico Gaman memprediksi pendapatan ENRG tahun lalu akan mencapai Rp 1,7 triliun. Sedangkan untuk laba bersih ENRG, Norico memperkirakan sekitar Rp 130 miliar atau naik 12,4% dari laba bersih 2007 yang sebesar Rp 115,6 miliar. "Laba mereka akan digunakan untuk menutup utang bukan untuk melakukan ekspansi," ulasnya.

Fitri Nur Arifenie

Bursa Mulia, Alternatif Baru Investasi Emas

KONTAN, Investasi, 04 Februari 2009

JAKARTA. Kilau harga emas makin bikin silau. Kemarin, harga emas di pasar komoditas New York mencapai ?US$ 903,80 per troy ounce. Malah, UBS meramal harga rata-rata emas tahun ini bisa US$ 1.000 per troy ounce.Di pasar Indonesia, harga eceran emas batangan juga sedang menanjak. Kenaikan harga emas ini tak lepas dari menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah. Per 30 Januari 2009, harga emas batangan 5 gram Rp 337.000 per gram. Pada 2 Februari naik jadi Rp 345.000 per gram. "Pada 4 Februari naik lagi menjadi Rp 347.700 per gram," ujar Rully Yusuf, Manajer Syariah Perum Pegadaian kepada KONTAN, kemarin.

Tren harga emas yang kian mengkilap memberi ide baru bagi Pegadaian untuk meluncurkan wadah baru bertransaksi emas. April 2009, Pegadaian akan meluncurkan Bursa Mulia, dengan transaksi emas sebagai andalan.

Sebenarnya, Pegadaian sudah mengenalkan Bursa Mulia sejak Desember 2008. Namun, peluncurannya tertunda karena Pegadaian belum merampungkan mekanisme dan sistem online-nya. "Namun kami optimistis, begitu diluncurkan animo orang bakal meningkat," ujar Rully optimistis.

Selain tren kenaikan harga, alasan Pegadaian membikin Bursa Mulia juga karena emas menempati urutan pertama sebagai barang gadai. Saat ini, persentase gadai emas mencapai 90%. Dengan begitu, Pegadaian yakin transaksi emas di Bursa Mulia akan ramai.

Dus, minat masyarakat terhadap emas termasuk luar biasa. Pada Desember 2008, Pegadaian telah merealisasikan transaksi kontrak pembelian emas 5 kilogram.

Boleh mencicil

Nasabah pegadaian nantinya bisa menjual dan membeli emas lewat Bursa Mulia ini. Nasabah tinggal datang dan mendaftarkan nama di cabang distribusi Bursa Mulia atau di cabang pelaksana Bursa Mulia di seluruh Indonesia.

Rully mengklaim, nasabah lebih bisa memaksimalkan keuntungan dengan bertransaksi emas di Bursa Mulia. "Kalau menjual di toko emas, nilainya bisa turun karena ada spread yang diambil toko. Di Bursa Mulia, penjual dan pembeli bisa saling menawar dan mendapatkan harga yang bagus," jelasnya.

Emas objek transaksi adalah emas ukuran 5 gram, 10 gram, 25 gram, 50 gram, 100 gram, 250 gram, dan 1.000 gram. Tak sembarang emas dapat diperjualbelikan di Bursa Mulia. Emas itu harus emas batangan produksi PT Logam Mulia, anak usaha PT Aneka Tambang Tbk.

Rully bilang, masyarakat dapat membeli emas secara tunai, maupun mencicil hingga enam kali selama enam bulan. Bahkan nantinya bisa hingga 36 kali dalam waktu tiga tahun. "Uang mukanya bervariasi. Ada yang 20% dari harga pokok ditambah 3% margin. Ada pula 80% harga pokok plus margin," jelasnya.

Alfred Pakasi, Direktur lembaga riset Vibiznews, bilang, ramai tidaknya transaksi emas Bursa Mulia tergantung kesiapan Pegadaian. Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) sebenarnya memiliki fasilitas yang mirip dengan Bursa Mulia, tapi sepi peminat. "Saya melihat peluang Bursa Mulia ini bagus, karena menyediakan emas fisik bukan cuma kontrak," kata Alfred.

Fitri Nur Arifenie, Rika Theo

Aturan Margin & Short Selling Kian Ketat

Kontan, Investasi, 04 Februari 2009

JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) akan membuka kembali fasilitas margin dan short selling transaksi saham pada Mei 2009. Tapi sebelum membukanya, BEI membuat benteng guna menekan penyalahgunaan kedua fasilitas transaksi yang bisa bikin ambruk bursa ini.Benteng itu berupa dua aturan yang terbit Jumat (30/1). Aturan pertama, bernomor II-H tentang syarat efek dalam transaksi margin, transaksi short selling, serta efek yang jadi jaminan. Aturan kedua bernomor III-I tentang keanggotaan margin dan short selling.

Kedua aturan ini merupakan turunan aturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nomor V.D.6 tentang Transaksi Margin dan Short Selling.
Pada aturan pertama, BEI merinci berbagai syarat dan kriteria saham yang boleh masuk fasilitas margin dan boleh jadi objek short selling. Misalnya, saham itu harus punya rasio harga terhadap laba per saham atau price to earning ratio (PER) tak lebih dari tiga kali PER pasar.

BEI juga mensyaratkan soal likuiditas saham yang jadi objek margin dan short selling. "Transaksi hariannya Rp 1 miliar, kepemilikan saham publik minimal 20%," ujar M.S. Sembiring, Direktur Perdagangan Saham BEI, kemarin.Selain itu, kepemilikan saham bersangkutan harus tersebar pada 600 pihak.

Namun, seorang pelaku pasar menilai batasan ini terlalu kecil. "Yang pas itu lebih dari 3.000-4.000 pihak, karena saham short selling harus saham yang menguasai pasar," imbuhnya.

Harus saat harga naik

Pemain saham ini juga mengritik ketentuan soal PER. "Jika PER-nya rendah, investor mengharapkan saham itu naik. Mestinya gunakan batas PER minimal sehingga bisa mengharapkan harga turun," ujarnya.

Kembali ke aturan baru tadi, juga ada ketentuan soal up tick rule. Dalam hal ini, transaksi short selling hanya boleh berlangsung ketika harga saham di atas harga terakhir yang tercatat di bursa. Dengan kata lain, tak boleh nge-short saham yang sedang turun.

Sekuritas juga wajib memberikan tanda short (flagging). Dus, hanya sekuritas yang sudah mendapat persetujuan BEI yang boleh melayani transaksi margin dan short selling. Untuk mendapatkannya, sekuritas harus memenuhi aneka syarat.
Kepala Riset Recapital Securities Poltak Hotradero mengatakan daftar saham short selling harus ada untuk menghindari kesalahpahaman interpretasi. "Jika cuma syarat tanpa daftar, ini berpotensi jadi dispute," ujarnya.

Menjawab hal ini, Sembiring menjanjikan BEI akan mengeluarkan daftar efek short selling lagi ketika aturan ini mulai efektif, yakni Mei nanti.
Poltak juga menganggap aturan short selling dan margin tak terlalu membantu pasar. Sebab, keadaan pasar memang sedang lemah. "Peraturan baru itu akan berjalan baik jika keadaan market normal, dengan likuiditas dan transaksi tinggi," jelasnya.

Fitri Nur Arifenie