4.12.2009

Saham Rontok, 51 Perusahaan Sekuritas Rugi (Tahun lalu, cuma 62 anggota bursa yang masih untung)

KONTAN, Investasi, 09 April 2009

JAKARTA. Tahun lalu benar-benar menjadi tahun suram bagi perusahaan efek. Gara-gara harga saham rontok dan volume transaksi saham anjlok dalam pada kuartal empat 2008, banyak anggota Anggota Bursa (AB) yang merugi.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), hanya 62 perusahaan sekuritas anggota bursa yang berhasil mencatatkan laba bersih di 2008. Adapun 51 AB lainnya harus menanggung rugi bersih.

Sumber kerugian para sekuritas berasal dari penurunan portofolio saham atau obligasi. "Meskipun banyak yang rugi, tapi masih lebih banyak yang untung," ujar Direktur Fixed Income, Derivatif, Partisipan, dan Keanggotaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Guntur Pasaribu, kemarin (8/4).

Guntur mengungkapkan, sampai kemarin (8/4), sebanyak 113 AB dari 121 AB yang terdaftar di BEI telah memberikan laporan keuangan. Empat sekuritas akan merilis laporan keuangan Juni 2009. Mereka adalah PT Nikko Securities Indonesia, PT Nomura Indonesia, PT Macquire Capital Securities Indonesia, dan PT Waterfront Securities Indonesia. "Karena periode laporan keuangan mereka Maret-Maret bukan Januari-Desember," jelas Guntur.

Sedangkan dua AB lain berstatus terkena penghentian sementara (suspend). Mereka adalah PT Sarijaya Permana Sekuritas dan PT Signature Capital. Dua lainnya, yaitu PT Antaboga Delta Sekuritas dan PT Eurocapital Peregrine Securities telah ditutup BEI.

Bila membandingkannya dengan tahun sebelumnya, jumlah AB yang menorehkan rugi bersih meningkat tajam. Sebab pada 2007, dari 120 AB yang terdaftar, 114 AB membukukan laba bersih. Hanya enam yang merugi. "Memang ada perubahan yang tajam karena memburuknya kondisi pasar," ujar Guntur.

Contoh AB yang merugi tahun 2008 adalah: Bali Securities, BNI Securities, dan Kapita Sekurindo. Bali Securities menderita rugi bersih Rp 3,65 miliar. Padahal, pada 2007, mereka masih bisa meraih laba bersih Rp 4,25 miliar.

Sedangkan BNI Securities menorehkan kerugian Rp 97,72 miliar sepanjang 2008. Setahun sebelumnya, sekuritas ini masih memperoleh laba bersih Rp 28,323 miliar. Kapita Sekurindo juga harus rela merugi sekitar Rp 25,88 miliar. Padahal, 2007 lalu, mereka mencatatkan laba Rp 18,533 miliar.

Tetap ada yang naik

Selain banyak yang merugi, ada pula sekuritas yang menghadapi penurunan laba tapi tak sampai rugi. Contoh, laba Kresna Graha Sekurindo anjlok 76,87% dari tahun 2007. Laba Sinarmas Sekuritas turun 99,2% dari laba 2007.

Nasib lebih baik dialami oleh PT Merrill Lynch Indonesia dan PT Credit Suisse Securities Indonesia. Sebab, Credit Suisse Securities Indonesia masih membukukan laba bersih Rp 38,13 miliar, naik 223,96% ketimbang tahun sebelumnya. Sementara Merrill Lynch membukukan laba bersih Rp 88,35 miliar, naik 33,32% dari tahun 2007.

Lily Widjaja, Presiden Direktur Merrill Lynch Indonesia mengatakan, laba bersih Merrill bisa tumbuh karena tak memiliki portofolio di saham dan tidak menyediakan transaksi margin bagi nasabah. "Kami juga melakukan efisiensi," katanya.

Fitri Nur Arifenie

Investor Kecil Berkurang, IHSG Bisa Loyo (Investor ritel menopang 25% indeks harga saham)

KONTAN, Investasi, 06 April 2009

JAKARTA. Minat investor ritel membenamkan investasi di pasar modal makin turun. Sampai kuartal pertama 2008 saja, investor kecil yang masih bermain di bursa tinggal tersisa 175.000 investor.

Tentu saja, makin minimnya pemain saham individu ini cukup mempengaruhi pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG). Kepala Riset Recapital Securities Poltak Hotradero menduga, penurunan jumlah investor ritel itu lebih karena mereka menutup salah satu dari beberapa account miliknya.

Ia mencontohkan, si A memiliki dua buah account di sekuritas yang berbeda. "Karena kondisi yang serba sulit mengharuskan ia menutup salah satu account-nya," ujarnya, kemarin (5/4).

Toh, penurunan jumlah investor ritel ini tetap akan mempengaruhi pasar modal Indonesia. Penurunan jumlah investor ritel itu bisa menurunkan likuiditas dan menurunkan volume transaksi di bursa. Gelagat itu telah tampak. Semula, nilai transaksi bisa mencapai Rp 2 triliun-Rp 3 triliun per hari. Kini, transaksi harian menipis menjadi Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun.

Analis BNI Securities Norico Gaman menambahkan, investor ritel saat ini memang lebih memilih memegang uang tunai ketimbang berinvestasi di bursa. Maklum, indeks masih dalam tekanan. Mereka takut nilai investasi mereka akan turun. Makanya, banyak investor ritel itu yang mengalihkan investasi ke keranjang lain seperti properti dan deposito yang lebih aman.

Namun secara umum, Norico melihat bahwa peran investor ritel masih relatif kecil dalam menopang IHSG. Kontribusi mereka baru sekitar 25%, selebihnya dari investor institusi. "Tapi, angka 25% itu tetap berpengaruh terhadap pergerakan IHSG," imbuhnya.

Ketua Kelompok Investor Publik Saham (KIPS) BUMI Oetomo Rully Susanto berpendapat bahwa posisi investor ritel tetap vital kendati berjumlah sedikit. Apabila semakin banyak investor ritel yang menarik diri dari lantai bursa, indeks saham tetap semakin melemah.

Tapi ia menambahkan, kenaikan indeks beberapa hari terakhir bukan merupakan tanda bahwa investor ritel sudah mulai masuk lagi. Kenaikan indeks itu lebih karena efek laporan keuangan emiten yang sudah keluar. Kebanyakan, laporan keuangan emiten menunjukkan hasil positif. Sisi itulah yang membawa kegairahan di pasar modal.

Balik di kuartal terakhir

Sebagian besar investor individu, kata Oetomo, masih melihat situasi ekonomi sebelum kembali masuk ke pasar modal. Kalau makin stabil dan membaik, mereka akan kembali lagi ke pasar modal.

Ketua Umum Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISI) ND Murdani memperkirakan investor ritel akan berbondong-bondong masuk ke bursa mulai kuartal terakhir 2009. Sebab, banyak pihak yang meramalkan efek krisis keuangan dunia akan mereda pada masa tersebut.

Saat itu, investor akan mencermati bagaimana kondisi keuangan emiten menjelang akhir tahun. "Mereka akan kembali jika kinerja keuangan emiten cukup baik," ujar Murdani. Kinerja keuangan emiten inilah yang akan meyakinkan investor ritel bahwa ekonomi mulai pulih dari krisis.

Fitri Nur Arifenie, Sholla Taufiq

Jumlah Investor Ritel Bursa Merosot Drastis

KONTAN, Investasi, 06 April 2009

JAKARTA. Pasar modal Indonesia semakin sepi. Gara-gara krisis keuangan global, nilai transaksi di bursa saham turun. Bukan cuma itu, jumlah investor ritel alias investor perorangan juga berkurang.

Penurunannya cukup besar, mencapai 41,67%. "Oktober 2008, jumlah investor ritel 300.000 orang. Maret lalu, jumlah investor ritel menyusut jadi 175.000 orang," beber Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Haryajid Ramelan, Jumat (3/4).

Pasar saham yang masih bergejolak menjadi pendorong investor ritel hengkang dari pasar modal. Mereka beralih mencari keranjang investasi yang lebih aman atau memegang uang kontan.

Selain faktor tadi, jumlah investor ritel berkurang akibat kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia makin tipis. Maklum, belakangan meletup banyak kasus yang merugikan investor. Belum lagi, ada kesan otoritas bursa lebih banyak melindungi kepentingan emiten dan pemodal besar ketimbang melindungi investor kecil.

Otoritas bursa mestinya lebih tegas menegakkan aturan guna memulihkan kepercayaan. "Broker sudah aktif, sayang tidak ditopang regulasi yang jelas," keluh Haryajid.

Memang, kontribusi investor ritel terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cuma 25% dan sisanya sumbangan pemodal institusi kelas kakap. Toh, berkurangnya investor ritel ini tetap menekan IHSG dan mengurangi likuiditas pasar.

Agar hal ini tidak berlarut-larut, Direktur Utama Bhakti Securities Agustinus Wishnu Handoyo menyarankan Bursa Efek Indonesia (BEI) mendiversifikasi produk. Saat ini, hampir 90% nilai transaksi pasar modal ditopang perdagangan saham. Jika ada diversifikasi produk, investor akan masuk lagi ke pasar modal.

Fitri Nur Arifenie, Sholla Taufiq