8.19.2011

Mari Belajar dari Korea

Awalnya, saya tidak ingin menulis soal ini. Namun, saya lelah dengan pertanyaan ataupun pernyataan banyak orang "Kenapa kamu suka cowok korea? Mereka kan banci?" atau ada juga yang bilang "Ih, cowok homo model seperti itu koq suka sih. amit-amit deh,". okelah, saya menganggap pernyataan atau pertanyaan orang tersebut karena tidak terlalu mengenal budaya Korea. Saya kurang setuju dengan orang yang mengunderestimate kesukaan seseorang terhadap budaya Korea dan mensuperiorkan budaya Hollywood. Apa ukuran orang yang menyukai Hollywood rasnya atau statusnya lebih tinggi ketimbang orang yang menyukai budaya Kpop? Apakah karena harga? Atau karena AS adalah negara superpower sehingga mereka adalah terbaik dalam segala hal termasuk industrinya. Well, mungkin Hollywood sudah tidak perlu diragukan lagi soal industri musik dan film. Tapi Korea, adalah negara kecil di Asia. Dia mampu menciptakan gelombang budaya Korea lewat industri musik dan film tidak hanya di Asia, tetapi juga di Eropa, Afrika, Amerika bahkan negara-negara Arab sekalipun. Seharusnya kita belajar dari mereka, karena mereka mampu menciptakan pasar bukan menjadi pasar. Sementara di Indonesia, saat ini kita hanya mampu menjadi pasar.

Soal streotipe cowok Korea suka berdandan, banyak yang bilang mereka homo. Menurut saya, ini hanya karena kita selama ini selalu terjebak dengan definisi laki-laki ala barat. Kalau kita lihat, artis seperti brad pitt, tom cruise dan lain-lain mereka juga berdandan dan bermake up. Lantas kenapa mereka tidak dikatakan banci atau homo? karena make up mereka lebih macho ketimbang cowok Korea yang hobi menggunakan warna pink, kuning dan merah? Sedangkan cowok Korea yang suka menggunakan warna pink dan motif bunga-bunga dianggap terlalu feminim. Sekali lagi, itu hanya definisi yang sudah diciptakan. Seperti, kenapa itu namanya meja dan kenapa itu kursi karena sudah dari dulu itu didefinisikan sebagai meja dan kursi. Coba kita lihat artis Ricky Martin dengan konsep Hollywood, Lance N'SYNC, Neil Patrik Haris, Kemudian George Michael yang didefinisikan macho justru terbukti bahwa mereka homo. Sementara cowok-cowok Korea yang feminim belum tentu mereka homo dan banci.

Bukti lainnya, ketika melihat acara "dream team" yang pernah ditayangkan di wisata malam trans tv. Ketika itu aktor Fauzi Badila dan Kinaryosih bersama dengan artis Asia lainnya melawan artis Korea dalam permainan fisik. Ketika itu yang menjadi lawannya adalah Anak-anak Super Junior, Shinee dan Jungmo "The Trax". Dalam adu fisik tersebut, Fauzi Badila yang katanya macho justru tidak mampu menyelesaikan tantangan fisik. Malahan Taemin "Shinee" dan Eunhyuk "Super Junior" yang dibilang banci itu justru mampu menyelesaikan tantangan. Padahal, kalau melihat definisi lelaki macho seharusnya Fauzi Badila yang mampu menyelesaikan tantangan itu. Jangan melihat segala sesuatunya hanya dari luar. Luar itu bungkus, mari kita coba menengok ke dalam apa sih sebenarnya yang mau dicapai oleh Korea. Korea ingin dikenal sebagai negara pusat budaya selain Jepang. Nah, untuk membedakan dengan yang lain mereka tentunya harus berbeda dengan yang lain. Makanya mereka mengambil konsep "cowok cantik" dan "cewek barbie".

Korea mampu menciptakan konsep. Mereka bahkan berani menabrak dan mampu mengubah definisi yang sudah ada. Cowok Korea seperti itu karena itu adalah ciri khas mereka. Ciri khas yang bisa dikenali dan dibedakan dengan Hollywood. Menurut saya, Korea mampu meruntuhkan konsep warna yang identik dengan gender. Misalnya warna pink dan kuning hanya bisa dipakai oleh wanita, sedangkan warna biru dipakai oleh pria. Di Korea, warna pink bukan warna gender. Baik pria dan wanita bisa memakainya. Inilah yang saya sebut menciptakan definisi tersendiri.

Indonesia, saat ini sedang ikut-ikutan budaya Korea. Awalnya, mengadopsi cerita sinetron dari drama Korea yang walaupun pada akhirnya jadi amburadul karena terlalu panjang. Lalu, ada film-film FTV yang juga mengadopsi drama Korea tapi karena lemah di skenario akhirnya terlalu dipaksakan. Kemudian yang terbaru adalah musik di tanah air yang mulai ikut-ikutan Korea. Seperti smash, 7icon, Hits, NSG, Cherybell. Boyband itu mencoba mencontoh konsep boy band dan girls band Korea seperti Super Junior dan SNSD (meski tidak diakui secara langsung). Sayang, kelemahannya karena kita mengadopsi secara persis dan kurang persiapan (secara instan), jadinya kurang berkembang. Persiapan yang kurang mengakibatkan performa panggung juga kurang bagus. Kalau dibandingkan Smash dan SuJu tentunya kalah jauh. Anggota Smash hanya menyanyi beberapa lagu sambil dance, nafasnya sudah tersengal-sengal. Beda dengan SuJu. Ketika melihat aksi panggungnya secara langsung di Jakarta tanggal 4 Juni lalu, mereka mampu menyanyi tanpa lip sync sambil dance. Itu kan susah. Pasti mereka berlatih secara keras. Saya pernah memiliki group dance modern, dan menciptakan gerak tari loncat-loncat, membentuk formasi itu cukup sulit. Si penari harus benar-benar mengatur nafasnya supaya tidak kelelahan ketika menari.

Rata-rata, kelompok vokal di Korea seperti Super Junior, Big Bang, TVXQ/DBSK, 2AM, 2PM, SNSD, 2NEI, MBLAQ, BEAST, Miss A digembleng habis-habisan oleh manajemen yang bersangkutan. Penggemblenganpun dilakukan tidak dalam hitungan bulan, bahkan hitungan tahun. Latihan yang ketat, usaha keras tiap hari. Para kelompok vokal itu tidak secara instan. Kalau kelompok vokal di Indonesia, hanya sekedar modal tampang cakep bisa orbit. Contoh, leeteuk, leader Super Junior ini bahkan harus melewati training selama kurang lebih 5 tahun sebelum benar-benar akhirnya debut. Kemudian kalau kita lihat Daesung Big Bang. Dia tidak cakep tapi karena suaranya bagus dan kemampuan vokalnya oke, dia direkrut menjadi anggota Big Bang. Daesung hanya sekedar memoles dalam fashion, diapun bisa menjadi bintang. Bahkan, kelebihannya melucu menjadikan dia juga dikenal meski tampang tidak mendukung. Hehehehehe.

Ketika training, para manajemenpun menselektif secara ketat. Ada yang mati-matian berlatih, tapi gagal dalam debut. Bahkan ada juga yang latihannya lebih dulu tapi karena masih kurang siap akhirnya trainingnya diperpanjang. Seperti Yoochun (ex DBSK sekarang membentuk anggota JYJ) dan Junsu (ex DBSK yang tergabung dalam JYJ) lebih cepat. Mereka debutnya bareng, namun Junsu trainingnya lebih lama daripada Yoochun. Di dalam training itu, para calon artis akan diajari cara/teknik bernyanyi, menari, dan akting. Masing-masing akan diasah sesuai dengan bakatnya.

Kalau melihat music video Korea, penonton tidak hanya disuguhi musik dan dance tetapi juga fashion yang menarik. Koreografi yang menarik dan kostum yang bermacam-macam membuat kita seperti menghadiri parade fashion. Karena biasanya kostum dan baju yang mereka pakai menjadi acuan untuk fashion. Tidak hanya gerakan tari, kostumpun juga disiapkan secara matang. Mereka memiliki designer sendiri setiap video klip. Dan kostum itu harus disesuaikan dengan konsep album si Artis.

Dari segi manajemen artispun tidak sembarangan. Para manajemen itu tidak berani mengeluarkan album abal-abal alias sembarang. Konsep Marketingpun diperhatikan secara baik sehingga setiap kali album keluar, selalu saja membuat orang penasaran. Untuk memasarkan album dan membuat terkenal, manajemenpun menghindari cara skandal dan lebih memasarkan lagu. Beda halnya di Indonesia, memasarkan album selalu dibumbui dengan gosip untuk membuat artis itu tenar. Blak-blakan saja, Anang dan Ashanti. Saya lebih tau soal hubungan mereka berdua ketimbang lagu apa yang mereka bawakan.

Ketika album Mr.Simple resmi diluncurkan, SuJupun siap-siap untuk menghadiri seabrek jadwal untuk membuat lagu mereka menduduki peringkat no. satu. Mulai dari tampil di Music Bank, kemudian besoknya secara berturut-turut tampil di Music Core, Inkigayo dan Mnet. Manajemen SuJu cenderung untuk tidak memblow up kehidupan pribadi member-member SuJu. Yang dikenalkan benar-benar musik Mr.Simple. Kemudian, anak-anak SuJu promosi lewat radio, acara reality show, lewat jejaring sosial. SuJu tak perlu menciptakan skandal untuk membuat albumnya laku. Belum lagi, mereka harus terbang ke Beijing demi kepentingan promosi. Benar-benar kerja keras untuk mencapai puncak popularitas.

Para manajemen artis itu tidak menyerah dan menyalahkan pembajakan. Karena mereka sadar, kecanggihan teknologi internet tidak bisa menghindarkan itu semua. Bahkan merekapun secara kreatif untuk memerangi pembajakan itu. Ada satu bukti, kekuatan pembajakan lewat internet itu benar-benar kejam. Ketika album digital Super Junior yang bertajuk Mr.Simple keluar jam 23.00 WIB, jam 01.00 WIB sudah keluar 3 lagu yang bisa diunduh dengan bebas meski kita tak membeli album digital tersebut. Esoknya, jam 09.00 WIB, 13 lagu track Super Junior di album Mr.Simple sudah bisa diunduh semua. Tak lebih dari 24 jam, album bajakan sudah bisa diunduh secara gratis. Secara jujur, sayapun mengunduh lagu bajakan tersebut. Namun, saya membeli CD asli dari Korea, sayang CD tersebut masih belum sampai di tangan. Karena tak sabar mendengar lagu-lagu Super Junior, sayapun tergoda untuk mengunduh lagu-lagu tersebut secara utuh.

Pemilik SM Entertainment (Manajemen yang menaungi beberapa artis seperti Super Junior, Shinee, TVXQ/DBSK dan SNSD), Lee Soo Man mengatakan mereka punya cara sendiri untuk melawan pembajakan itu. Salah satu caranya adalah dengan menelurkan album digital, menjualnya lewat ITunes, Saribada, ataupun Melon sambil mereka tetap mensosialisasikan kepada fans untuk membeli anti bajakan. Setidaknya, dengan cara ini si artis bisa sedikit mengambil keuntungan. Kemudian untuk penjualan album CD fisiknya, Super Junior menawarkan poster dan tambahan lainnya. Sehingga fans, tidak lagi mengincar lagu-lagu karena sudah bisa diunduh di internet, Namun mereka mengincar poster dan tambahan lainnya itu. Terbukti, meski sudah keluar unduhannya, album Mr.Simple Super Junior dalam minggu pertama di Korea sudah terjual 100.000 keping. Dan pembeli album tersebut tidak hanya di Korea, melainkan dari seluruh dunia. Untuk mempopulerkan artisnya, SM Entertainment menggunakan fasilitas youtube yang bisa dinikmati gratis oleh seluruh dunia. Lewat You Tube, dunia mengetahui SuJu.

Menurut saya ini cara yang kreatif untuk menarik pembeli. Karena, ada hal lain yang ditawarkan. Dan sebagai fans, tentunya mereka akan mengkoleksi barang-barang official (resmi) dari Super Junior. SM Entertainmentpun tidak hanya menjual CD Album, tetapi mereka juga menjual handuk SuJu, Light Stick SuJu, Kaos Kaki SuJu, Photo bucket SuJu, mug SuJu, Kaos SuJu, Pin SuJu dan lain-lain. Nah, marchandise ini juga menjadi pemasukan tambahan buat si Artis. Sayangnya, konsep ini belum saya temukan di musik tanah air. Mereka terlalu sibuk menyalahkan pembajakan ketimbang mencari cara kreatif untuk mengalahkan pembajakan itu.

Untuk lebih mendongkrak penjualan album, biasanya SuJu akan mengeluarkan satu album dengan tiga cover yang berbeda yakni versi A, B dan C. Setelah Cover A keluar, akan ada cover lainnya yang keluar. Tentunya hal ini membuat penggemar selalu memburu album suju. Uniknya, dalam penjualan album Mr.Simple ini, cover albumnya tidak semua anggota SuJu tapi satu anggota SuJu dan para fans yang membeli lewat pesanan sulit untuk memilih langsung cover anggota siapa yang mereka inginkan. Misalnya, para fans yang menyukai Donghae tapi mendapatkan cover Yesung mungkin akan membeli album kembali hingga ia memperoleh cover dengan gambar Yesung. Karena, kekuatan fans untuk mengkoleksi album si Artis cukup besar. Tak peduli seberapa besar uang yang ia hamburkan demi memuaskan nafsunya.

Selain Musik, Gelombang budaya Korea, menyerbu berbagai produk kebudayaan seperti film, serial drama, video game bahkan kartun atau animasi Korea yang dikenal dengan Manhwa. Saya pernah chatting dengan pria asal Kanada, dan saya katakan dia straight tidak homo tetapi dia menyukai drama Korea. Kami ngobrol pada awalnya karena sama-sama menyukai drama Princess Hours "Goong". Pria Kanada bercerita mengenal Korea karena serial tersebut. Dia kagum dengan budaya kerajaan Korea. Ia juga menyukai drama seperti Quensendok, Jang Geum. Drama favorit lainnya adalah My Sassy Girl Choon Hyang yang menggabungkan unsur drama dan cerita legenda suatu wilayah tertentu di Korea Selatan. Tapi ketika saya bertanya tentang Indonesia, pria Kanada itu tahu dan mengenal Indonesia. Sayangnya kesan yang didapat oleh pria Kanada terhadap Indonesia berbeda dengan kesan yang ia dapatkan terhadap Korea.

Pria Kanada itu mengira Indonesia seperti Afghanistan atau Irak yang tiap hari berperang. Bahkan, ia bertanya kepada saya, "Bagaimana rasanya hidup di negara perang dan banyak teroris seperti itu?" Awalnya saya cukup terkejut. Saya jelaskan kepada dia, meski saya belum pernah ke Afghanistan atau Irak, kondisi di Indonesia tidak seburuk itu. Saya bisa berbelanja dengan bebas tanpa takut ditembak. Saya bisa bekerja tanpa takut akan ada bom bunuh diri. Sebenarnya pria Kanada itu tidak salah, karena ia selalu mendengar hal-hal negatif tentang Indonesia. Bahkan, pemerintah yang selalu mengklaim pertumbuhan ekonomi di Indonesia hampir menyamai China dan India juga tidak terdengar oleh pria Kanada. Pria Kanada itu hanya tau Indonesia=negara teroris. Well, sungguh miris. Padahal, Korea Selatan yang berbatasan langsung dengan Korea Utara, dan sewaktu-waktu bisa perang, ia tak pernah mendengar sedikitpun sentimen negatif soal Korea Selatan.

Pria Kanada itu berkata, "Someday, I'm going to Korea. I think it's nice place!". Ada hal lainnya, yakni terkait dengan karakter. Pria Kanada itu karena melihat budaya sopan santun di drama Korea, ia mengatakan orang Korea cukup baik. Berbeda dengan kesan orang Indonesia yang cukup temperamen, emosi. Yah, secara mudahnya, ia hanya melihat yang jelek-jelek di Indonesia termasuk soal budaya korupsi, tiap hari ada demonstrasi secara ugal-ugalan dengan aksi pembakaran bendera negara lain. Kalau Korea, yang ia kenal adalah budaya nasionalisme cinta negara (karena ada wajib militer) dan sopan santun. Dari pria Kanada itulah, saya ingin suatu saat Indonesia harus dikenal lebih seperti itu. Saya ingin Indonesia lebih dikenal dengan budaya, ramah tamah dan toleransi ketimbang teroris, kekerasan dan perkelahian.

Saya pernah membaca suatu majalah (Fortune), ada salah satu pengamat Korea mengatakan alasan kenapa Kpop mulai mendunia. Karena, Departemen Pariwisata, Departemen Budaya dan Departemen Perdagangan sepakat untuk mengekspor budaya Korea ini. Kalau Indonesia, cuma bisa ekspor kelapa sawit dan batubara, Korea bisa mengekspor budaya. Ekspor budaya lebih susah ketimbang ekspor kelapa sawit ataupun batubara. Karena kelapa sawit dan batubara pasti dibutuhkan oleh negara lain sehingga dibeli. Tapi kalau ekspor budaya, ini tentunya agak lain daripada yang lain. Kalau tidak dilakukan secara betul, tentunya budaya Korea sulit untuk diterima oleh negara lain.

Ekspor budaya Korea ini tidak dilakukan secara instan. Korea sudah mulai menjajaki untuk ekspor budaya dan industri hiburan sejak akhir 1990-an. Awalnya, serial drama tv Korea mulai disiarkan di beberapa stasiun tv di China, Jepang, Taiwan dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya termasuk Indonesia. Kalau dirunut ke belakang, awalnya saya menyukai drama Korea sejak Indosiar menayangkan Winter Sonata, Endless Love dan Hotelier. Dari ketiga serial drama ini, saya mulai kecanduan oleh drama Korea. Drama itu booming ketika saya masih SMP. Jadi keberhasilan Korean Wave (gelombang korea) saat ini didapat dari hasil kerja keras selama bertahun-tahun. Sudah seharusnya Indonesia untuk memulai. Karena kalau tidak mulai melakukan cara yang kreatif, industri hiburan tanah air akan segera tergantikan oleh negara lain. Daripada nonton bioskop dengan film pocong perawan atau kuntilanak kesurupan dan lain-lain, saya tentu lebih memilih nonton Secret Garden di kosan. Atau daripada nonton sinetron putri yang tertukar, saya lebih memilih untuk nonton Family Outing atau Star King. Karena dengan kecanggihan teknologi, siaran-siaran di Korea bisa kita dapatkan di internet dengan gratis.

Budaya Kpop yang sudah mendunia ini tampaknya coba dipatahkan oleh dunia barat. Beberapa media dunia barat meremehkan budaya Korea dan tidak bisa mensejajarkan Kpop dengan Hollywood. Lagi-lagi barat mengingkari fakta yang ada. Barat tidak ingin Asia menjadi macan dunia. Setelah China mengambil alih ekonomi, Barat tentunya tidak ingin budaya Asia lebih mendominasi daripada budaya barat. Di AS, hak siar serial City Hunter yang diperankan oleh Lee Min Ho bahkan sudah diincar ketika serial ini masih tayang di Korea. Belum lama ini, SM Town (artis-artis yang dibawah naungan SM Entertainment) melakukan konser di Paris yang disebut dengan SM Town Paris 2011.

SM Town Paris digelar selama dua hari yakni tanggal 10 Juni 2011 dan 11 Juni 2011, hanya seminggu setelah SuJu konser di Indonesia. Saya iri dengan Paris, karena konser SM Town ini tidak hanya digelar selama sehari melainkan dua hari. Asal tau saja, konser selama dua hari di Le Zenith de Paris itu atas permintaan fans. Karena animonya cukup tinggi, hanya dalam 10 menit ribuan tiket ludes (kalau KIMCHI dalam waktu 15 menit tiket ludes). Para fans di Eropa membuat petisi supaya konser diperpanjang dua hari. Bahkan mereka juga menggelar demonstrasi menuntut hal yang sama di Musem Louvre.

Penikmat SM Town Paris 2011 itu tak hanya berasal dari kelompok Korea, melainkan juga kaum laki-laki dan perempuan Eropa dari beberapa negara seperti Jerman, Italia, Spanyol, Belgia, Belanda dan lain-lain. Konser yang dikunjungi lebih dari 8.000 penonton itu, hanya 2% merupakan orang Korea. Sisanya adalah penggemar dari belahan dunia lainnya. Konser SM Town Paris ini tentunya mengulang kesuksesan konser SM Town di Los Angeles, Amerika Serikat pada September 2010. Konser tersebut digelar bersamaan dengan Justin Bieber tapi pada faktanya pengunjung konser Justin Bieber lebih sedikit ketimbang konser SM Town. Hal ini tentu saja membuktikan bahwa animo Kpop di AS diterima dengan baik. Sedikitnya 15.000 penonton di LA menikmati aksi panggung Kangta, BoA, TVXQ/DBSK, SNSD, Shinee, f(x), Trax dan Zhang Li Yin. Setelah SM Town Paris, SM Entertainment telah memastikan akan menggelar konser SM Town di New York pada tahun ini. Pasti animonya tak kalah hebohnya dari yang lain.

Lee Soo Man sebagai salah satu tokoh penting dalam gelombang budaya Kpop ini mengatakan teknologi kebudayaan Korea akan dikembangkan dalam tiga tahapan. Pertama, mengekspor produk budaya Korea ke Luar Negeri. Kedua, memperluas jangkauan pasar melalui berbagai kerjasama dengan lembaga luar negeri. Dan terakhir adalah melokalisasi Kpop serta berbagai nilai tambah. Keunggulan konten Korea, ini selain harganya yang relatif murah juga berkualitas ketimbang konten dengan produk yang sama dari Barat (Harga untuk memiliki hak siar drama Korea lebih miring ketimbang serial barat). Tahun ini, Korea berambisi untuk mendapatkan pendapatan dari ekspor budaya Korea sebesar US$ 3,8 miliar (Rp 32,5 triliun). Jumlah ini lebih besar daripada nilai ekspor budaya Korea tahun 2007 sebesar US$ 1,4 miliar (Rp 12 triliun). Hanya dalam waktu lima tahun, nilai ekspor budaya Korea bisa tumbuh 170%.

Nilai itu, hanya sekedar berasal dari pendapatan ekspor budaya Korea. Budaya Kpop ini juga mampu mendatangkan pendapatan dari sektor wisata. Karena, dikenalnya budaya Kpop, banyak wisatawan dari berbagai negara berbondong-bondong ke Korea. Bahkan, harga tiket pesawat ke Korea tiap tahunnya naik 20%. Ini bukti bahwa permintaan pariwisata ke negara tersebut cukup tinggi. Bahkan untuk menarik wisatawan, Korea menggunakan 2PM untuk menyanyikan lagu "fly to seoul" sebagai jingle lagu pariwisata. Para penggemar yang suka dengan 2PM tentunya ada keinginan untuk berwisata ke Korea. Begitupun juga, setiap konser SMTown di manapun, selalu ada tema "visit korea year". Terbaru, Pemerintah Korea menunjuk Super Junior sebagai duta pariwisata. Suguhan terbaik Korea adalah Jeju. Indonesia memiliki berbagai tempat pariwisata yang lebih menarik dari Jeju , namun karena kurang dikembangkan menjadi sektor pariwisata kurang dilirik. Kalau saja, sektor pariwisata ini dikembangkan, infrastruktur dibenahi, Indonesia mampu mengandalkan pendapatan dari sektor pariwisata tanpa harus menggantungkan diri pada penerimaan migas sementara produksi minyak terus menurun.

Industri hiburan dan pariwisata di Korea sangat berkaitan erat. Lewat industri hiburan, Korea mengenalkan pariwisata. Lewat artisnya, Korea mampu mengeruk keuntungan dari sektor pariwisata. Beberapa kawan yang sudah pergi ke Korea, mereka ingin datang ke Korea ingin mengunjungi SBS, Inkigayo dan lain-lain. Memang, kalau kita melihat di industri hiburan di Korea, yang diperlihatkan adalah yang bagus-bagus. Apa salahnya? Bukankah bagus dan positif itu akan menjadi daya tarik sendiri.

Indonesia lebih memilih reality show yang memperlihatkan kelemahan orang lain dan terlalu termenyek-menyek. Sementara reality show Korea selalu memperlihatkan tempat-tempat bagus sehingga membuat kita ingin ke sana. Contoh misalnya running man. Terlepas dari reality show tersebut lucu, running man selalu mengambil settingan tempat yang memperlihatkan keindahan kota Seoul dan beberapa tempat lainnya. Misalnya di beberapa episode lokasi tempat yang diambil oleh Running Man adalah Times Square, Suwon World Cup Stadion, Gwacheon National Science Museum, Sejong Center for the Performing Arts, Seoul Museum History Gyeonghui Palace, Lotte World (tempat syuting Stairway to Heaven), Bahkan Seoul Central Post Office (kantor pos). Di Indonesia, reality shownya pasti memperlihatkan tempat-tempat yang membuat kita tidak ingin ke sana. Mungkin, saya memang bosan dengan industri hiburan tanah air yang cuma bisa memperlihatkan sedih, kejam, skandal, dan kekerasan. Aktivitas saya sudah berat, saya tidak butuh hiburan semacam itu yang akan membuat saya sakit kepala.

Setiap episode Running Man selalu menyuguhkan tempat bagus dan bersejarah serta berbeda. Padahal episode Running Man ini lebih dari 45 episode, ini berarti, ada lebih dari 45 tempat bagus di Korea. Bahkan lewat Running Man ini saya baru tau ada tempat di Korea Selatan yang bernama Petite France. Wilayah ini mengambil suasana seperti di Eropa abad pertengahan. Jadi buat yang belum pernah ke Eropa, bisa mampir ke tempat ini untuk melihat struktur bangunan yang hampir serupa. Di acara tersebut, juga ada mengambil setting di Seoul Metro Subway Yard memperlihatkan bagaimana teraturnya transportasi di Korea. Tanpa ada kemacetan seperti Jakarta, orang-orang Korea mampu menikmati transportasi publik yang aman dan nyaman. Mereka tidak perlu khawatir terlambat karena transportasi. Korea tidak hanya memiliki Sejong Center for the Performing Arts, Korea juga memiliki bangunan megah untuk pertunjukan opera dan lain-lain yang bernama Seoul Arts Center. Apalagi kalau melihat bandaranya, Incheon International Airport (Running Man episode 33), Bandara Soekarno Hatta kalah jauh dengan bandara Korea.

Bukan saya lebih mengelu-elukan Korea ketimbang Indonesia, saya ingin Indonesia belajar dari Korea. Belajar bagaimana infrastruktur dan fasilitas publik benar-benar dikelola dengan baik. Belajar tentang mencintai budaya sendiri dan tidak menganggap budaya barat adalah budaya superior. Belajar tentang bagaimana dari negara kecil di Asia mampu mewujudkan ambisinya menjadi negara dengan pusat kebudayaan. Padahal Indonesia kan memiliki keanekaragaman budaya dan pariwisata yang potensinya bisa dimanfaatkan. Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura sudah berbenah soal pariwisata, kenapa Indonesia masih jalan di tempat. Pemerintah hanya sibuk mengurus subsidi bbm, listrik dan pertumbuhan ekonomi. Karena komoditas inilah yang bisa dijadikan komoditas politik untuk memperoleh kekuasaan. TDL tidak naik, harga bbm tidak naik dan kemiskinan berkurang. Tapi pariwisata terpinggirkan.

Uraian tersebut dari segi industri hiburan. Dari segi investasi, bisnis dan infrastruktur, Korea sudah mulai meniru Jepang. Saat ini, banyak perusahaan-perusahaan Korea untuk berekspansi di luar Korea. Karena mereka melihat pasar dalam negeri sudah penuh. Salah satu tujuan pasarnya adalah Indonesia. Banyak para chaebol Korea mulai melakukan investasi di Indonesia. Ekspatriat yang ada di Indonesia paling besar berasal dari Korea Selatan. Para ekspatriat ini datang ke Indonesia untuk berbisnis. Sekali lagi saya katakan, Indonesia menjadi pasar dan Korea menciptakan pasar. Kenapa kita tidak bisa sebaliknya. Di sisi ritel, Lotte Mart asal Korea juga mulai berekspansi menambah jumlah gerainya. Di dekat kosan saya di sekitar Fatmawati, dulunya bernama D'best sekarang sedang mulai dalam tahap renovasi menjadi Lotte Mart. Tahun ini, Lotte Mart ingin menambah empat gerai baru. Sehingga total yang dimiliki Lotte Mart sebanyak 23 gerai. Lotte Mart tidak hanya tersedia di Jakarta, melainkan di Sidoarjo, Bali dan Medan.

Dari sisi setrum, banyak perusahaan Korea yang ingin menjadi perusahaan EPC pembangkit setrum di Indonesia. Sebelumnya, Indonesia pasti menggunakan Jepang. Namun, Korea tampaknya juga ingin mengambil alih karena di Korea Selatan sudah penuh pasarnya. Proyek Cirebon Electric Power (pembangkit dengan kapasitas 2x660 mw), terdapat perusahaan Korea yang terlibat di dalamnya yakni Korea Midland Power Co. EPCnya juga berasal dari Korea yakni PT Doosan Heavy Industries. Direktur Perencanaan Teknologi PLN, Nasri Sebayang pernah mengatakan kualitas Korea tidak kalah bagus dari Jepang. Bahkan, PLN cukup terbuka untuk bekerja sama dengan perusahaan Korea.

Makin saya tahu Korea, makin saya kagum dengan negara kecil itu. Mungkin saya beralih untuk mengambil S2 di Seoul dari sebelumnya Eropa. Karena saya ingin belajar lebih banyak dari negara itu. Sudah waktunya Asia untuk unjuk gigi, bukan hanya AS dan Eropa. Asia bukan lagi macan ompong melainkan macan yang memiliki taring.