Jaringan komunikasi di Cina hampir seluruhnya merupakan usaha partai atau Negara secara resmi, di mana isi dan pengelolaannya dikendalikan oleh para pengusasa elite pusat. Masyarakat hanya diberitahu tentang hal-hal yang menurut elite politik itu perlu, pesan yang saling bersaing dan berlawanan tidak mendapatkan tempat dalam jaringan semacam ini. Gaya komunikasi publik ini bersifat mendidik dan system komunikasi memainkan peran penting dalam pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Cina menganut system pers otoriter.
Dengan prinsip dasar otorisme yang cukup sederhana bahwa pers hadir untuk mendukung negara dan pemerintah. Mesin cetak tersebut tidak dapat digunakan untuk mengecam dan menentang negara atau penguasa. Pers bertungsi secara vertikal dari atas ke bawah dan penguasa berhak menentukan apa yang akan diterbitkan atau disebarluaskan dengan monopoli kebenaran di pihak penguasa. Kekuatan pers yang diakui sebagai kekuatan ke-empat ( Fourth estate ) menyebabkan negara atau penguasa mengalami phobia terhadap pers yang selalu menjadi pihak yang pertama tahu dan biang untuk menyebarkan kelemahan dan cela atau hal-hal yang merugikan negara atau penguasa. Ketakutan terhadap pers ini dimiliki juga oleh para elite penguasa di Cina. Sehingga pers digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan politik mereka. Dari sini pemerintah dan elite penguasa di Cina mengambil tindakan dengan melakukan control kepada pers karena pers dapat menciptakan integritass social karena pers mampu menyatukan individu menjadi kesatuan khalayak besar juga kemampuannya untuk menyajikan seperangkat nilai, ide, informasi dan persepsi yang sama kepada setiap orang.
lstilah otoriter mengacu pada tingkat pengaturan pers yang sangat besar. Pers diharapkan netral, namun ditujukan dalam hubungannya dcngan pemerintah atau kelas penguasa dengan pengaturan yang disengaja atau tidak disengaja pers digunakan sebagai alat kekuasan negara untuk menekan. Penyensoran pendahuluan dan hukuman atas penyimpangan dari pedoman (seperti pembredelan perusahaan penerbitan pers) khususnya yang berlaku bagi hal-hal yang politis. Bentuk penterapan dan pengungkapan teori otoriter sangat beragam, melalui perundangundangan, pengendalian produksi secara langsung, kode etik yang diberlakukan, pajak dan jenis sanksi ekonomi lainnya, dan pengendalian impor media. Selain itu wartawan asing di Cina juga dibatasi ruang geraknya. Mereka seringkali menghadapi berbagai macam kesulitan saat melakukan peliputan, seperti visa masuk ditolak, berita disensor, bahkan penculikan dan dipenjara. Keberadaan wartawan-wartawan asing di Cina rupanya belum seratus persen aman. Berbagai hambatan berupa sensur dan kurangnya kebebasan pers membuat Cina menjadi medan yang terjal bagi para wartawan asing.
Meskipun pers di Cina cenderung menekan hak-hak individu atau masyarakat khususnya untuk bebas mengungkapkan, menyebarkan, dan mendapatkan informasi dari kebenaran fakta namun disadari juga bahwa dalam masyarakat Cina, adanya kecendrungan otoriter dalam hubungannya dengan media yang umumnya tidak bersifat totaliter tidak bisa diabaikan. Karena system otoriter berkaitan dengan system budaya, social dan politik di Cina. ltulah mengapa konsep itu tanpa disadari tetap bertahan dan berlaku dengan kenyataan bahwa pada situasi tertentu konsep otoriterisme mengungkapkan itikad yang populer dan dalam semua masyarakat terdapat berbagai situasi di mana kebebasan pers bisa jadi bertentangan dengan kepentingan negara atau masyarakat misalnya dalam suasana kekacauan yang ditimbulkan teroris dan ancaman perang. Sehingga Cina juga melakukan pengendalian yang besar terhadap teater, film, penyiaran dan radio yang bila dibandingkan persentasenya lebih besar dari pada terhadap surat kabar dan buku. Adapun kaitan antara system pers di Cina dengan system politik, social dan budaya adalah :
Sistem Politik
System politik di Cina adalah sosialisme di mana PKC menempati urutan paling tinggi dam system politik Cina. System politik Cina mempercayakan pelaksanaan peraturan-peraturannya kepada berbagai struktur, meliputi birokrasi-birokrasi pemerintah, partai dan militer dan system-sistem komunikasi yang mereka kuasai; organ-organ pengelolaan dan unit-unit primer dan banyak komite-komite organisasi-organisasi dan pertemuan-pertemuan rakyat yang mengerahkan penduduk untuk menjalankan langsung program-program pemerintah.
Kaum komunis Cina berusaha keras untuk membatasi penggunaan kekuasaan birokrasi. Sekalipun mereka mengakui perlunya hirarkhi organisasi yang diatur secara sentral, mereka berusaha agar birokrasi tanggap terhadap pengawasan yang dilakukan oleh penguasa politik ( PKC ) dan menjaga agar struktur birokrasi tetap sederhana dan efisien. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa system pers yang otoriter juga dipengaruhi oleh system Politik di Cina.
Sistem Budaya
Dalam budaya Cina, kesetiaan rakyat merupakan sumber wewenang kekuasaan. Dalam masyarakat Cina tradisional, lembaga-lembaga social yang dominant adalah unit keluarga; setiap individu harus menyesuaikan tindakan-tindakan mereka demi pemeliharaan dan kemakmuran unit itu, dan mengakui wewenang kekuasaan para pemimpinnya atas tingkah laku social mereka. Wewenang kekuasaan politik, pada tingkat apapun adalah lembaga tinggi daripada tuntutan unsur-unsur dalam masyarakat; kesetiaan harus diarahkan pada kepentingan kolektif dan bukan pada ikatan-ikatan pribadi.
Tata tertib tradisional menekankan pemeliharaan keselarasan dalam hubungan-hubungan social. Rakyat harus diatur dengan baik dan damai, menghindari atau menindas pertentangan-pertentangan. sekarang ini, doktrin resmi pemerintah menggambarkan masyarakat Cina terbagi-bagi akibat adanya perjuangan kelas yang terus-menerus, baik sebagai akibat dari eksploitasi maupun sebagai kondisi bagi kemajuan social. Warga Negara diharapkan ikut serta secara aktif dan sukarela dalam perjuangan ini, dengan mempertajam bentuk perjuangan dan menyerang secara terbuka orang-orang yang posisinya dan tindakannya menghalangi perjuangan sosialis.
Dengan adanya globalisasi mengakibatkan budaya barat juga ikut masuk ke Cina sehingga terjadi transformasi 2 budaya. Transformasi budaya tersebut telah merusak budaya asli Cina yang dikenal sebagai budaya timur. Akibatnya muncul film-film luar, komik-komik impor, majalah-majalah impor, fashion ala barat. Munculnya film dari luar dan ketakutan bahwa komik-komik impor berpotensi untuk merusak dan menghambat perkembangan berpikir anak menjadikan pemerintah merasa memiliki hak untuk mengawasi media massa. Komunikasi massa seringkali dikatakan individualistis, impersonal, dan anomis, oleh karena itu komunikasi massa sangat menunjang punahnya kontrol sosial dan solidaritas. Dari sinilah pemerintah atau kelas penguasa mengambil tindakan dengan melakukan kontrol pada media massa/pers.
Sistem Sosial
Keluarga merupakan salah satu unit social dalam masyarakat. Kaum komunis Cina memandang organisasi keluarga tradisional sebagai pemelihara penindasan, nilai-nilai reaksioner, dan oposisi potensial terhadap sosialisme. Karena itu, mereka mencoba merubah system keluarga itu dengan cara-cara yang menimbulkan banyak ketegangan dan perlawanan. Pengusa komunis berusaha menciptakan kehidupan keluarga yang sesuai dengan norma-norma sosialisasi politik yang diciptakannya.
Masyarakat Cina terdiri dari berbagai struktur social dengan keanekaragamannya masing-masing. Bagi penguasa otoriter keanekaragaman dapat menimbulkan konflik dan ketidaksepakatan yang akibatnya sangat mengganggu dan bahkan sering subversif. Konsensus dan keseragaman merupakan tujuan yang logis dan dapat dipahami dalam komunikasi massa. Dengan melihat system social di Cina, wajar apabila pers di Cina sangat otoriter karena elite politik Cina takut akan terjadinya konflik dalam masyarakat sehingga mereka menggunakan pers untuk mencegah konflik tersebut.
Berkaitan dengan konsep otoriter di cina yang tidak terlepas dari pemerintah atau penguasa, di mana selain bahwa media memiliki konsekuensi dan nilai ekonomi dan objek persaingan untuk memperebutkan kontrol dan akses. Maka dalam hubungannya dengan pemerintah atau penguasa, media massa Cina dipandang sebagai alat kekuasaan yang efektif karena kemampuannya untuk melakukan salah satu (atau lebih) dari beberapa hal berikut:
1.Menarik dan mengarahkan perhatian
2.Membujuk pendapat dan anggapan
3.Mempengaruhi pilihan dan sikap
4.Memberikan status dan legitimasi
5.Medefinisikan dan membentuk persepsi realitas.
Dalam hubungan media massa dengan masyarakat, konsep otoriter ini mengambil dalih bahwa media massa merupakan corong penguasa, pemberi pendapat dan instruksi serta kepuasan jiwani. Media massa bukan saja membentuk hubungan ketergantungan masyarakat terhadap media itu sendiri tetapi juga dalam menciptakan identitas dan kesadaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar