JAKARTA- Untuk kesekian kalinya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan produk-produk kosmetik yang berbahaya dan mengandung zat warna yang dilarang yang digunakan dalam komestik. Bahan berbahaya yang tekandung adalah Merkuri (Hg), Asam Retinoat (Retinoat Acid), zat warna Rhodamin (Merah K.10) dan merah K.3. “Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium Badan POM RI tahun 2007 terhadap kosmetik yang beredar ditemukan 27 merek kosmetik yang mengandung zat berbahaya,” ujar Husnia Rubiana Thamrin, Kepala Badan POM saat jumpa pers dengan wartawan di kantor BPOM yang terletak di Jalan Percetakan Negara, Jakarta, (26/11). Dari ke-27 produk tersebut, disampaikan oleh Husnia bahwa 11 merupakan produk impor dari Jepang dan Cina, 8 produk yang tidak ketahuan asal usulnya, dan 8 produk lokal.
Dikatakan oleh Husnia bahwa penggunanaan bahan-bahan tersebut dalam kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan sebagimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/MENKES/PER/V/1998 tentang Bahan, Zat Warna, Sebstratum, Zat Pengawet dan tabir Surya pada kosmetik. “Merkuri atau air raksa yang digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan bintik-bintik hitam di kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan permanen pada susunan saraf otak, ginjal, dan gangguan perkembangan janin,” jelas Husnia. Lebih lanjut, Husnia mengatakan bahwa asam retoniat akan menyebabkan kulit kering, kasar, terbakar dan paling fatal yaitu cacat pada janin. Serta rhodamin dan zat pewarna K.10 dapat menyebabkan kanker.
Sementara itu, menurut, Husnia, saat ini belum ada laporan dari masyarakat terhadap Badan POM mengenai keluhan akibat pemakaian dari kedua puluh tujuh. Sehingga, Husnia menghimbau kepada masyarakat jika ada keluhan silahkan saja melaporkannya saja kepada Badan POM dan seluruh balai badan POM di daerah. “Kepada masyarakat kita umumkan agar mereka tidak terkena resiko penyalahgunaan bahan berbahaya tersebut. Selain itu juga jika ada masyarakat yang terkena agar melaporkan ke BPOM dan balai kesehatan di seluruh Indonesia ,” papar Husnia.
Awasi Semua
Senada dengan Husnia, Ruslan Aspan, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional Kosmetik dan produk komplemen, Badan POM mengatakan bahwa pengecekan terhadap kosmetik tersebut dilakukan atas inisiatif badan POM sendiri dan bukan atas laporan dari masyarakat. “Sejauh ini, setiap tahunnya badan POM mengambil sebanyak 7.000 sampling produk kosmetik yang dijual ke luar tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kita juga akan melakukan pengecekan terhadap salon-salon kecantikan,” jelas Ruslan.
Selama melakukan razia, BPOM menemukan produk kosmetik tersebut paling banyak beredar di Jakarta (Sunter), Medan , dan Bali . Selain itu juga, produk kosmetik tersebut banyak ditemukan dan dipajang di gerai-gerai supermarket besar seperti SOGO, Harvey Nichols, dan Grand Indonesia, karena beberapa dari produk kosmetik tersebut sangat mahal harganya berkisar antara Rp 2.000.000-Rp2.500.000. “Sekarang sudah ditemukan sebanyak 3.555 buah di seluruh balai POM. Di Grand Indonesia dan Harvey Nichols ditemukan 3.000 item dan ini masih banyak lagi,” ujar Husnia.
Jangan salahkan peritel
Sementara itu, ketika dimintai tanggapannya, Handaka, CEO Senayan City mengatakan bahwa hal tersebut tidak seharusnya yang disalahkan adalah peritel karena untuk masuk ke ritel, dikatakan oleh Handaka harus memiliki syarat khusus. Badan POM sebagai badan pengawas seharusnya lebih ketat lagi dalam melakukan pengawasan karena jika dilakukan penyitaan ini yang akan dirugikan adalah peritel.“Saya tidak mengatakan itu adalah kesalahan Badan POM tapi jika suatu barang masuk ke ritel itu ada syaratnya bahwa mereka harus memiliki ijin edar dan sudah teresgistrasi di Badan POM,” ujar Handaka yang mengakui bahwa salah satu produk yang dinyatakan berbahaya tersebut tidak dipajang di Mall Senayan City .
Apa yang dikatakan oleh Handaka memang benar karena berdasarkan data yang diperoleh oleh Indonesia Business Today bahwa dari kedua puluh tujuh merek tersebut memiliki nomer registrasi Badan POM sehingga boleh dikatakan bahwa ketika mereka mengajukan registrasi sudah disetujui badan POM. Bahkan, salah satu produk kosmetik ditemukan telah memalsukan dokumen ketika registrasi. “Doctor Kayama, salah satu merek tersebut didaftarkan atas impor dari Jepang tetapi setelah kita melakukan pengecekan ke pemerintah ternyata tidak ada produk ataupun barang tersebut yang diproduksi di Jepang sehingga dokumen yang mereka ajukan ketika registrasi adalah fiktif,” ungkap Husnia. Seharusnya Badan POM harus lebih ketat lagi dalam menyikapi masalah bahan berbahaya ini karena bagaimanapun ini merugikan konsumen dan membahayakan keselamatan orang banyak. Fitri Nur Arifenie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar