Revolusi yang terjadi di akhir decade abad 20 telah membawa kehancuran Uni Soviet yang telah dibangun selama lebih kurang 7 dasawrsa. Uni Soviet secara resmi berakhir pada tanggal 25 desember 1991 ketika presiden Uni Soviet, Mikhail Gorbachev mengumumkan pengunduran diri menyusul kemelut politik sebagai kelanjutan kudeta yang gagal pada pertengahan Agustus 1991. Bersamaan dengan hal itu, Uni Soviet yang merupakan salah satu kekuatan hegemoni di dunia ikut menghilang.
Memasuki awal abad 21, masalah yang dihadapi Rusia baru semakin rumit dan kompleks. Sebagai negara yang mewarisi kebesaran Imperium Rusia dan Uni Soviet, Federasi Rusia memiliki tugas-tugas histors-kultural untuk tetap mempertahankan high profil sebagai warisan dari dua kekuatan yang disegani dunia pada masa yang berbeda, dengan tantangan zaman yang lebih kompleks.
Warisan wilayah yang begitu luas dengan struktur masyarakat yang plural, system dan kondisi ekonomi yang morat-marit merupakan persoalan berat yang harus dipecahkan. Proses transisi menuju masyarakat demokrasi dengan system ekonomi pasar bebas dipilih untuk menggantikan system ekonomi kolektif terpusat yang selama beberapa decade dituangkan dalam Gosplan ( badan perencanaan negara ) yang berlaku sejak 1921 dan kegiatannya dianggap menimbulkan stagnasi ekonomi yang berujung pada kehancuran system Uni Soviet.
Rusia yang sekarang telah kehilangan kekuatan hegemoninya berusaha untuk bangkit kembali dan berkeinginan untuk menjadikan Rusia seperti Uni Soviet yang dahulu. Menurut penulis, keinginan masyarakat Rusia untuk seperti Uni Soviet yang dahulu belum dapat terwujud, karena Uni Soviet masih kalah apabila dibandingkan dengan kekuatan AS. Ketertinggalan Rusia akibat krisis ekonomi dan politik ketika zaman Uni Soviet membuat negara ini kalah unggul dibandingkan dengan AS. Namun, kemungkinan bahwa Rusia akan menjadi seperti Uni Soviet akan terwujud, hanya saja orientasi waktunya belum untuk saat ini karena Rusia sedang menata negaranya.
FAKTOR PENGHAMBAT :
o Disintegrasi bangsa
Disintegrasi Uni Soviet mewariskan berbagai masalah nasional republik-republik bekas negara adidaya itu. Dibandingkan republik-republik lainnya. Rusia yang merupakan bagian terbesar Uni Soviet memiliki permaslahn yang lebih kompleks. Pluralisme masyarakat yang mendiami wilayah Federasi Rusia memiliki potensi disintegratif apabila perangkat federal sebagai penyatu elemen-elemen masyarakat yang multietnis tidak bergungsi dengan baik.
Di samping itu proses transisi dari RSFSR ( republik bagian dari uni soviet ) menjadi Federasi Rusia masih menyisakan beberapa persoalan yang bisa jadi menjadi bom waktu di masa yang akan datang. Gerakan separatisme yang memanfaatkan sentiment agama, etnis maupun ketidakadilan structural bisa muncul di kantung-kantung etnis yang terebar di seluruh penjuru Rusia. Konflik Chenchnya merupkan satu contoh dari gerakan separatisme di mana symbol-simbol agama dan etnis menjadi bagian integral dari gerakan itu.
o Hubungan Rusia dengan Persemakmuran negara-negara merdeka
Persemakmuran negara-negara merdeka atau CIS terbentuk seiring dengan proses kehancuran Uni Soviet. Pemebntukan CIS lebih didasari pada upaya menyatukan negara-negara baru yang sebelumnya tergabun dalam Uni Soviet namun dalam kondisi yang lebih longgar. Hampir semua republik bekas Uni Soviet ( kecuali negara-negara Balkan ) bergabung dalam CIS.
Masing-masing negara tersebut memiliki potensi untuk maju mengingat potensi sumber daya negara-negara tersebut yang besar. Potensi baik dalam infrastruktur maupun sumber daya manusia itu hanya bisa terwujud apabila diolah secara kolektif dalam wadah persemakmuran, mengingat Uni Soviet sebagai system telah mewariskan keunggulan dan keunikan sistematik yang mengharuskan negara-negara di kawasan itu untuk bekerja sama untuk mendapatkan hasil yang optimal. Namun, sayangnya keinginan ini tentu mendapat hambatan baik dari luar maupun dari dalam negara-negara persemakmuran tersebut. Rusia belum memiliki suatu kekuatan yang dominant untuk memaksakan integrasi kepada negara-negara persemakmuran tersebut.
o System politik dan Pemerintahan Rusia yang baru ( demokratis )
Meskipun Rusia menggunakan system ekonomi pasar bebas, namun, pada dasarnya masyarakat Rusia belum sepenuhnya menerima konsep demokrasi yang sekarang ini mereka anut. Bahkan system politik yang demokratis tidak membawa mereka ke arah hegemoni. Selama 20 tahun, sejak Presiden Gorbachev lengser dan digantikan Boris Yeltsin, Rusia kehilangan pamor sebagai negara adi daya. Liberalisasi ekonomi dan budaya, yang cenderung bercorak Barat, telah menenggelamkan kehebatan reputasi Rusia yang pernah tampil sebagai imperium besar selama
Berdasarkan kondisi itulah, barangkali, Vladimir Putin, yang menggantikan Yeltsin sejak tahun 2000, mulai menggagas sentralisasi model zaman Uni Soviet. Semua kekuasaan politik dan geografis, terpusat ke Kremlin. Ke tangan presiden, yang menjadi satu-satunya penguasa tunggal Rusia. Desentralisasi yang telah berlangsung sejak pembubaran Uni Soviet tahun 1990, dan dijalankan dengan patuh oleh Presiden Boris Yeltsin, sebagai penerus glasnos dan perestroika, Mikhail Gorbachev, sedikit demi sedikit disingkirkan Putin.
Risikonya, demokratisasi Rusia, yang telah dinikmati sedemikian rupa oleh rakyatnya, akan berbalik arah lagi ke model diktatorial. Ini jika Putin benar-benar memaksakan kehendaknya, karena merasa didukung kalangan elite Rusia penikmat rezim komunis di masa lampau. Tokoh-tokoh pendukung “sovietisasi” Putin, terdiri dari kalangan politikus dan negarawan tingkat tinggi. Mereka rata-rata sudah bosan menghadapi kebebasan yang terlalu leluasa dimiliki segenap lapisan masyarakat, tanpa strata.
gagasan sentralisasi Presiden Putin akan mengakhiri demonstrasi kebablasan dan membatasi ruang gerak para ekstremis yang berlindung di balik agama, budaya, atau lainnya. Beberapa media
o Teknologi militer ( Pertahanan dan Keamanan )
Dalam bidang militer, Rusia belum sekuat AS dan teknologi dalam bidang militer masih kalah dengan AS. Senjata-senjata pemusnah massal yang dimiliki oleh Rusia kualitasnya berada di bawah AS, Rusia hanya bisa mengembangkan teknologi nuklir, sedangkan AS sudah mengembangkan program star wars-nya ( perang bintang ). Keadaan ini membuat Rusia belum memiliki potensi sebagai superpower saingan AS.
Rusia mewarisi sebagian besar kekuatan militer Uni Soviet, namun kesulitan ekonomi yang melanda Rusia membuatnya kesulitan membiayai kekuatan militernya. Yang paling sulit dirasakan Angkatan Laut yang banyak membesituakan armadanya, termasuk kapal-kapal induknya sehingga saat ini hanya memiliki satu kapal saja. Setelah musibah kapal selam Kursk di Laut Barents pada tahun 2000, kekhawatiran berbagai pihak bahwa Angkatan Laut Rusia dalam waktu dekat akan musnah bertambah. Hal yang sama dialami oleh Angkatan Darat dan Angkatan Udara, namun keduanya tidak separah Angkatan Laut karena masih mengadakan riset untuk memperbaharui persenjataan yang dimilikinya meskipun tidak semaju Amerika Serikat maupun pada masa Uni Soviet.
Rusia masih memiliki persenjataan nuklir warisan Uni Soviet yang sebagian diduga dimiliki oleh negara-negara federasinya dan juga oleh negara-negara yang kini independen seperti Ukraina dan Kazakstan. Uni Soviet dahulu memiliki stasiun peluncur ruang angkasa (kosmodrom) di Baikonur, namun kosmodrom tersebut saat ini berada di wilayah Kazakstan dengan berpenduduk Rusia-Kazakh dan memiliki tingkat kriminalitas tertinggi. Untuk itu Rusia merasa perlu untuk mencarikan stasiun pengganti untuk kepentingan ruang angkasa baik kepentingan sipil, bisnis, dan militer.
FAKTOR PENDUKUNG
o Ekonomi
Untuk membangun kembali kekuatannya, Rusia perlu membenahi kondisi perekonomiannya terlebih dahulu. Dalam konteks ini, Rusia melirik kawasan Timur Tengah. Kerjasama Rusia dengan negara-negara di Timur Tengah dan Teluk
Menunggu dana dari luar, baik berupa kredit dari lembaga keuangan internasional maupun investasi asing langsung, bukan suatu yang serta-merta datang. Banyak alasan seperti perlu reformasi dan pembenahan dalam regulasi, administrasi, dan deregulasi di sektor bisnis.
Organisasi bagi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pernah memberi kredit bagi percepatan reformasi dalam sektor kelistrikan, deregulasi untuk bisnis, kebangkrutan, dan di sektor militer, regulasi dan administrasi.
Sembari membenahi berbagai regulasi yang ada guna menarik investor, Pemerintah Rusia akhirnya melihat bahwa upaya menjaga pertumbuhan perekonomiannya lebih baik dengan bergantung pada berbagai faktor keunggulan di dalam negeri. Apalagi, Presiden Vladimir Putin bertekad untuk menjadikan Rusia kembali disegani dan menjadi salah satu kekuatan dunia di samping Amerika Serikat (AS) sebagaimana di era Perang Dingin.
Laporan OECD pekan lalu menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Rusia tahun 2003 ini bakal mencatat 5,0 persen. Suatu tingkat pertumbuhan yang cukup meyakinkan. Tahun 2004 diperkirakan sedikit turun menjadi 3,5 persen. Tahun 2002, Rusia mencatat pertumbuhan ekonomi 4,3 persen, sedikit turun dari 5,0 persen tahun sebelumnya.
Pendorong utama dari perekonomian Rusia adalah industri perminyakan. Dengan harga minyak yang melampaui 20 dollar AS per barrel, Rusia yang merupakan penghasil dan pengekspor minyak mentah terbesar di dunia memperoleh surplus dana dari ekspor minyak. Masuknya investor minyak terutama dari British Petroleum semakin meningkatkan kepercayaan investor asing terhadap Rusia.
Mengaitkan upaya Rusia mempertahankan pertumbuhan ekonominya, maka penjualan produk persenjataan Rusia kini menjadi bagian lain yang tak kalah pentingnya dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian. Apalagi jika dilihat bahwa kini banyak negara menghadapi kendala menjaga keutuhan kedaulatan wilayah, sementara di lain pihak, AS sebagai negara pemasok senjata utama terus "bertingkah" dengan berbagai sikap yang kadang sulit dimengerti.
Tidak mengherankan, selain mengharapkan dari ekspor minyak mentah dan mempertaruhkan prospek pertumbuhan ekonomi dalam negeri dari konsumsi lokal, Rusia kini mulai menempatkan pemasukan devisa dari penjualan persenjataannya. Sekalipun mungkin tidak secanggih peralatan dari AS dan Barat, tetapi peralatan perang Rusia tetap dibutuhkan banyak negara dalam kaitan untuk mengawasi keutuhan wilayah dari berbagai aksi separatis bersenjata sebagaimana di Aceh, misalnya.
o Sarana diplomasi yang dilakukan Rusia
Setelah keruntuhan Uni Soviet, Rusia mulai mengambil kebijakan baru yaitu lebih menekankan peran Rusia dalam percaturan Internasional. Rusia berusaha untuk menggaet negara-negara di dunia dalam rangka menjalin hubungan baik dengan negara-negara tersebut. Hal ini dimulai oleh Rusia dengan menjalin hubungan dengan negara-negara Timur Tengah yang mana banyak bersinggungan dengan AS. Kesempatan baik itu diambil oleh Rusia untuk mengambil hati negara-negara tersebut. Apalagi sekarang banyak negara-negara berkemabang lebih menyukai kerjasama dengan Rusia daripada dengan AS karena kerjasama Rusia merupakan murni bantuan tanpa ada imbalan atau unsur bisa mencamupri urusan dalam negeri sebuah negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar