11.04.2010

Itu adalah rumahku

Aku tak pernah membayangkan akan ada badai besar yang akan menghantam rumahku. Kali ini, badai itu tidak hanya merusak bangunan rumah, tetapi badai itu juga telah membuat penghuni rumah pergi satu persatu. Tapi, aku tak pernah menyalahkan badai itu. Karena memang, rumahku itu dari awal sudah rapuh.

Seandainya saja, rumahku itu kokoh, sedahsyat apapun badai itu, rumahku pasti bisa bertahan. Tapi, itu semua adalah pilihan setiap penghuni rumah, apakah memutuskan untuk bertahan dalam badai atau keluar dalam badai demi sebuah kenyamanan. Setiap pilihan dan keputusan itulah yang harus aku hormati.

Aku memang mempertanyakan, kenapa mereka pergi? tetapi aku tidak menyalahkan mereka pergi. Aku juga tidak membenarkan mereka pergi. Karena memang tidak ada benar dan salah. Alasan mereka pergi, adalah hal yang harus segera diperbaiki untuk membuat rumahku kokoh lagi.

Meski banyak orang yang meninggalkan rumahku, aku yakin rumah itu akan berdiri tegak lagi. Karena, rumah yang dibangun bertahun-tahun dengan keringat dan kerja keras, tak mungkin dibiarkan ambruk begitu saja. Aku yakin, masih ada cara untuk memperbaiki rumah itu.

Aku masih bertahan di rumahku yang hampir ambruk itu, karena rumah itu yang bersedia untuk menampungku ketika aku terlantar. Aku masih bertahan di rumahku yang hampir ambruk itu, karena aku percaya masih bisa diperbaiki. Walaupun, ada rumah baru yang tersedia untukku, tapi aku merasa masih bisa bertahan. Semoga, pertahananku di rumahku itu tidak akan sia-sia.

Medan Merdeka Selatan
04 November 2010
18.15 WIB
Sedih dan miris melihat status FB teman-teman
**pilihan adalah pilihan yang harus dihormati**

Tidak ada komentar: