12.29.2010

Reuni dengan mantan pejabat

Empat jam sebelum pertandingan final piala AFF antara Indonesia dan Malaysia, pria berusia 57 tahun memasuki lobi gedung kementrian BUMN. Para kuli tinta yang asyik menulis dan berkutat dengan deadline di presrum tidak menyadari kedatangan pria yang akrab disebut dengan panggilan babe. Namun, salah seorang berteriak, "eh, itu ada pak Sofyan Djalil". Kemudian dengan sekejap para kuli tinta itu melupakan berita, melupakan ada deadline yang harus dikejar sebelum pertandingan sepak bola dimulai. Semua meletakkan notebook, berlari ke luar persrum dan menuju lobi gedung.

Ternyata, Beliau masih mengingat kami. Dengan senyuman dan keramahannya, beliau menyalami kami. Meski sudah tidak lagi menjadi menteri, Sofyan Djalil masih tidak berubah. Seperti dulu, selalu tersenyum, bersedia berjabat tangan, dan menanyakan kabar.

"Wah, kalian masih di BUMN ya," kata pria kelahiran Aceh ini.


Saya memang berdecak kagum dengan sosok Sofyan Djalil. Kesederhanaan, Ketegasan dan Keramahannya merupakan ciri khasnya. Ketika mengikuti beliau selama menjadi Menteri BUMN, saya sangat mengidolakannya dibandingkan dengan pejabat-pejabat yang lain. Terakhir kali saya bertemu dengan dia, ketika pelantikan menteri BUMN yang baru. Dalam suasana haru, kami penghuni presrum plat merah melepas kepergian beliau. Bahkan, ada salah satu teman penghuni presrum plat merah demi menghadiri pelantikan beliau, dia datang. Padahal ketika hari itu, teman kami sedang bertugas di tempat lain. Dia mampir sebentar ke gedung Kementrian BUMN, sebelum pergi ke tempat liputannya.

Beliau sederhana dalam menjawab dan bertutur kata. Beliau juga tegas dalam menyampaikan informasi, mana yang boleh dipublikasikan dan mana yang tidak boleh dipublikasikan. Ketika informasi itu masih rahasia, beliau pasti akan mengatakan tidak mau menjawab. Namun, ketika beliau tidak tahu, beliau pasti bilang tidak tahu. Beliau tidak pernah kucing-kucingan dengan kami yang berprofesi sebagai kuli tinta.

Satu ciri yang selalu melekat adalah keramahan. Pria yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Periode 2004-2007) dengan sabar dan ramah meladeni pertanyaan demi pertanyaan. Tak pernah ada intonasi keras yang keluar darinya.

Saya sempat berinteraksi dengan beliau. Meski cuma sebentar, hanya beberapa bulan. Namun, pak Sofyan sudah memberikan kesan yang mendalam untuk saya. Dia akan selalu menjadi salah satu pejabat favorit saya. Apalagi, dia juga termasuk orang yang bersih. Meski dia maju ke kursi menteri karena dekat dengan JK. Namun, yang saya dengar, dia tidak suka berpolitik. Selama masa kepemimpinannya di BUMN, beliau telah mencapai banyak hal yang menguntungkan plat merah. Tak sekalipun, saya mendengar sentimen negatif tentang beliau. Bahkan, dia berani memecat sekretarisnya ketika sekretaris tersebut ketahuan mendapat hadiah mobil dari salah satu perusahaan plat merah.

Ketika membaca biografinya, saya semakin kagum dengan beliau. Dari kecil, beliau sudah bekerja keras. Beliau tidak pasrah terhadap nasibnya. Ayahnya hanyalah seorang tukang cukur dan ibunya guru ngaji. Sedari kecil, beliau sudah mencari uang dengan menjual telur itik. Sebelum sukses seperti sekarang, Beliau pernah menjadi penjaga masjid dan kondektur metromini. Ia bisa kuliah di Universitas Indonesia karena memperoleh beasiswa. Kemudian melanjutkan studi ke Amerika.

Jalan hidup pak Sofyan seperti metamorfosis kupu-kupu. Ulat berubah menjadi kepompong kemudian kupu-kupu. Pelajaran yang saya ambil dari biografi beliau adalah berani bermimpi dan jangan pernah menyerah dengan kondisi. Menyerah hanya kata untuk mereka yang tidak berani menghadapi kenyataan.

Ketika, Presiden SBY memutuskan untuk mengganti beliau, saya dengan teman-teman penghuni presrum merasa sedih. Beliau bukan hanya sebagai menteri untuk kami. Beliau adalah seseorang yang kebapakan. Ketika kami mengikuti beliau rapat dengan DPR hingga pagi buta, beliau masih sempat bertanya, "Kalian sudah makan? Pasti capek ya mengikuti saya seharian,". Meski Pak Sofyan juga kelelahan, tetapi beliau meluangkan waktunya untuk berkenan kami wawancara. Padahal, kami sudah optimis, beliau akan naik lagi menjadi menteri BUMN. Bukan karena rasa simpati kami. Tetapi, karena beliau adalah orang cerdas yang dapat memperbaiki kondisi perusahaan plat merah yang sedang sakit.

Namun, sebelum pergantiannya, terdapat kabar tidak sedap bahwa Sofyan Djalil adalah salah satu menteri yang menjauh dari JK. Ketika tudingan itu digelontorkan, beliau kecewa namun tetap menjawab tudingan itu dengan sabar. Dalam beberapa kunjungan Wapres JK, Sofyan Djalil memang tidak hadir karena memang sedang mengurus sekolah anak ke Amerika. Saya percaya, Sofyan Djalil bukanlah orang bertipe kacang yang lupa kulitnya. Bukan pula orang yang gila jabatan.

Kemudian ketika terjadi gempa dengan kekuatan 7,3 SR berpusat di laut sekitar 140 km dari Tasikmalaya, mengguncang pulau Jawa, termasuk Gedung BUMN. Semua, pegawai BUMN berhamburan ke luar gedung. Tetapi Sofyan Djalil dan pengawalnya tidak terlihat ikut berhamburan, dia bertahan di ruang kerjanya. Lalu, berselang beberapa menit, dia dan pengawalnya melambaikan tangan dari jendela kantornya dan tak lupa senyumnya.

Medan Merdeka Selatan
Presroom Gedung Kementrian plat merah
18.22 WIB

12.28.2010

Luv my 2010

Tahun 2010 sebentar lagi usai. Tinggal dua hari lagi sebelum memasuki tahun 2011. Namun, belum juga menyusun rencana-rencana di tahun depan. Seperti biasa, saya memiliki target tetapi belum memiliki rencana strategi menghadapi 2011. Go with the flow...

Sepanjang tahun ini merupakan tahun pembelajaran untuk saya. Tahun 2010 merupakan tahun buat saya untuk berjuang dalam menghadapi segala sesuatu meski itu sulit. Sehingga akhirnya saya bisa keluar dari kesulitan itu sendiri. Meski bukan tahun yang sempurna, tapi tahun 2010 ini membuat saya untuk selalu bersyukur dan bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan untuk saya.

Mengenang kembali di tahun 2010 ini, Tuhan tidak memberikan apa yang selalu saya minta. Namun, Tuhan memberikan semua apa yang menjadi kebutuhan saya. Tuhan tidak secara langsung memberikan apa yang selalu saya minta. Namun, Tuhan memberikan jalan supaya saya dapat meraih permintaan saya tersebut.

Ketika saya meminta untuk diberikan kesabaran, Tuhan tidak langsung memberikan saya kesabaran. Tuhan memberikan saya berbagai cobaan, musibah, konflik yang membuat saya lebih bersabar lagi.

Ketika saya meminta kebahagiaan, Tuhan memberikan saya sahabat-sahabat baru yang memberikan banyak warna dan tawa dalam kehidupan saya. Tuhan juga mempertemukan saya dengan sahabat lama yang sudah tujuh tahun lamanya tidak berjumpa. Ketika menemukan dia, seperti keajaiban. Sebab, saya menyangka, sejak kehilangan dia, tak akan pernah menemukannya kembali.

Ketika saya meminta keutuhan keluarga, Tuhan memberikan saya sebuah cobaan yang mampu membuat keluarga saya untuk lebih dekat lagi, lebih saling percaya, lebih saling menguatkan. Terima kasih karena Tuhan telah menjaga keluarga saya.

Ketika saya meminta keberanian untuk bangkit dari Trauma, Tuhan selalu membuat saya jatuh berkali-kali. Seolah-olah Tuhan mempermainkan saya dengan jarinya. Seperti belajar bersepeda, saya berusaha untuk berdiri ketika jatuh dari sepeda walaupun terdapat luka di sekujur tubuh saya. Hingga akhirnya, saya memiliki keberanian untuk bersepeda hingga akhirnya dari awalnya belajar menjadi mahir.

Ketika saya meminta kesehatan, Tuhan bahkan memberi saya sakit. Awal Ramadhan lalu, saya sempat menjalani perawatan di RS selama beberapa hari. Namun, saya kemudian mengerti, Tuhan memberikan saya sakit supaya saya belajar untuk menjaga tubuh. Maklum, saya seringkali menghiraukan alarm tubuh. Ketika tubuh meminta untuk istirahat, saya justru masih bekerja. Dengan pelajaran yang saya peroleh, ke depannya saya lebih berhati-hati dengan kesehatan tubuh.

Cara Tuhan memang unik untuk saya. Dia selalu saja berbuat baik untuk saya meski saya belum berbuat seperti umat yang baik.

12.02.2010

Demi rating dan oplah, profesionalisme dipinggirkan

Ketika Wartawan Berlagak Pialang, salah satu judul berita di Majalah Tempo yang terbit tanggal 29 Nopember 2010. Kisruh Initial Public Offering (IPO) perusahaan baja plat merah, PT Krakatau Steel (KS) berujung kepada pemberitaan soal pemerasan wartawan kepada manajemen KS. Bahkan beberapa hari ini terakhir, nama empat orang wartawan yang saat ini sedang tenar namanya k
arena ikut-ikutan membeli saham KS ramai diberitakan. Salah satu media, Tempo yang sering mengungkap kasus ini, menurut saya terkesan terlalu berlebihan. Mulai dari segi pemberitaan hingga kepada penulisan. Sayang sekali, ketika media yang pernah meraih penghargaan terbaik dalam segi penulisan, ketika menulis soal pemerasan tersebut seperti koran lampu merah.

Proses IPO KS memang cukup alot, nuansa politis tidak mampu terhindarkan lagi. Awal mulanya ketika harga KS ditetapkan dengan harga yang terbilang murah sekitar Rp 850 per lembar saham. Padahal, banyak kalangan menilai, harga saham KS sepantasnya berada di level di atas Rp 1.000 per lembar sahamnya. Banyak wartawan berusaha menulis soal harga KS yang kemurahan itu. Ulasan-ulasan negatif soal IPO KS tidak berhenti ketika sebelum IPO hingga sesudah IPO berlangsung.

Maklum, ketika privatisasi BUMN selalu saja melibatkan unsur politis karena ada anggota dewan pemeras ribuan (a.k.a dpr) orang yang terlibat di dalamnya. Saya tak menuduh, tapi gosip yang beredar para anggota dewan pemeras ribuan orang ini ikut-ikutan meminta jatah. Karena harga yang murah itu, tentu saja makin menarik minat masyarakat untuk memperoleh gain yang tinggi khususnya investor. Banyak orang berburu saham perusahaan baja plat merah ini. Mulai dari institusi hingga masyarakat ritel. Bahkan, salah seorang gubernur juga ikut-ikutan meminta jatah saham kepada Menteri BUMN. Tak tanggung-tanggung, gubernur tersebut meminta jatah saham yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.

Isu panas mulai bergulir, ketika salah satu anggota partai membeberkan fakta-fakta soal harga KS tersebut. Sejak itupula, pemberitaan KS tak ada satupun yang positif. Semuanya n egatif. Pembeberan fakta itu, kabarnya juga karena tidak semua partai politik kebagian jatah yang sama untuk IPO KS. Hanya dua partai politik yang mendapat jatah paling besar di IPO KS tersebut. Entah, bagaimana kebenaran isu ini. Namun, ini adalah kabar angin yang berhembus di sana sini, dari mulut ke mulut. Kebenaran yang tadinya off the record ini, tak mampu masuk ke pojok berita hanya menjadi buah bibir pembicaraan di kalangan wartawan secara terbatas.

Puncaknya, ketika Tempo menulis soal pemerasan empat orang wartawan yang berasal dari media ternama terhadap manajemen KS. Empat orang wartawan ini mewakili 30 wartawan lainnya, meminta jatah saham kepada KS dan meminta uang sebesar Rp 400 juta supaya pemberitaan soal KS ini berhenti. Seperti bom meledak, pemberitaan itu membuat saya kaget setengah mati. Jatuh sudah kredibilitas saya sebagai wartawan. Meski, saya tak terlibat tapi orang akan menilai profesi wartawan sebagai tukang peras.

Saya tak membela keempat wartawan itu. Memang, harus diakui empat wartawan itu salah. Karena bermain saham hanya akan membawa conflict of interest. Investor di Indonesia masih sensitif terhadap berita, sehingga bisa saja wartawan membuat berita untuk keuntungannya pribadi yakni demi naik turunnya saham. Kasus empat wartawan itu memang perlu ditelusuri lebih jauh, tanpa harus membuatnya semakin besar. Tapi Tempo lupa menelusuri jejak siapa dan apa sebenarnya di balik IPO KS.

Isu tentang empat wartawan itu hanyalah tumbal untuk menutupi isu sebenarnya yakni kenapa harga KS bisa semurah itu? siapa yang menikmati harga KS itu dan siapa yang menetapkan harga KS? Isu inilah yang belum terkuak, siapa dalang di balik ini dan berapa besar kerugian negara dengan murahnya harga IPO KS ini? Saya jadi ingin tahu apakah Tempo bisa mengungkap soal penjatahan saham ini tidak hanya soal pemerasan wartawan? bisakah Tempo mengetahui ke mana sebenarnya jalan cerita akan dibawa?

Kegegeran ini tak hanya terjadi di Dewan Pers, di lapangan tempat saya meliput, topik ini juga menjadi perbincangan hangat di kami kalangan wartawan. Karena saya dan teman-teman bertugas di plat merah. Saya sungguh menyesalkan sikap Tempo yang seperti ini. Membuat isu cethek ini berkembang menjadi besar, sedangkan isu besarnya justru tertutupi. Media sekaliber Tempo ternyata tak mampu menguak tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Saya menduga, keagresifan Tempo ini tidak lain untuk menjatuhkan nama Kompas. Karena empat wartawan yang terlibat itu, salah satunya berasal dari Kompas. Tak cuma di media cetak, di media elektronikpun seperti TV yakni TVone juga berusaha menjatuhkan metrotv dengan pemberitaan ini. Lantas, apakah kedua media itu pernah berpikir perang media demi mendapatkan sebuah rating tertinggi, profesionalitas wartawan akan jatuh? Masyarakat akan berpikir, wartawan TVone juga tak ubahnya seperti empat wartawan itu yakni tukang peras. Masyarakat juga akan memberikan stigma, wartawan Tempo juga tak ubahnya seperti empat wartawan itu yakni tukang palak?

Cerita di balik layar, yang mengadukan empat wartawan ini adalah salah satu PR yang memang menangani plat merah. sang PR ini ternyata berusaha mencari kambing hitam atas pemberitaan negatif yang beredar. Karena, sang PR telah ditelpon oleh petinggi plat merah karena pemberitaan yang makin lama makin memojokkan KS. Padahal, plat merah telah merogoh kocek yang cukup banyak untuk menyewa PR ini supaya dapat mengontrol berita yang berkembang.

PR ini kemudian panik dan mengambil jalan pintas menyalahkan wartawan. Lagi-lagi kabar burung, empat nama yang dicatut ini karena empat nama ini berada dalam daftar bbm messenger PR. Bahkan 30 daftar nama itu adalah daftar nama pemain futsal wartawan pasar modal. Dan sebenarnya, di pasar modal, wartawan yang meliput tidak sebanyak itu. PR ini juga tidak selamanya bersih, karena berdasarkan penuturan teman-teman, PR yang menjadi pionir dalam gerakan memberi wartawan sogokan uang ini juga pernah menawari wartawan pasar modal jatah saham KS.

Belajar dari kejadian ini, tak ada yang menang. Semuanya kalah. Tempo tak hanya merusak nama wartawan Kompas tapi keseluruhan wartawan. Khususnya wartawan dalam bidang ekonomi. Nama wartawan Indonesia tak hanya jatuh di kalangan masyarakat domestik tetapi juga internasional. Saya pernah berbincang dengan Kepala atase kebudayaan kedutaan Jerman di Indonesia soal wartawan KS ini. Si bule Jerman ini ternyata tahu banyak soal insiden ini. Bahkan, teman-temannya yang berada di Jerman juga menanyakan kebenaran berita ini. Kalau sudah begini siapa yang akan rugi? Hanya rasa malu yang akan didapatkan.

Untuk Dewan Pers, jika ingin memangkas wartawan jalean ini tak cukup hanya dengan memecat. Keseluruhan sistem ini harus dipangkas habis. Mulai dari tingkah laku narasumber yang tidak mencoba memberi uang ataupun PR yang berusaha untuk menawari mengirim lewat nomor rekening. Tidak hanya itu, harus ada peraturan yang mengatur gaji wartawan dengan cukup besar. Karena, terdapat beberapa pengusaha media yang pelit terhadap gaji wartawan. Tak heran, jika wartawanpun mencari sesuatu di luar.
Hasil akhirnya terhadap kisruh KS ini, wartawan yang akan menjadi korban. Sedangkan pejabat dan partai politik yang terlibat melenggang dengan tenang begitu saja. Misteri di balik harga KS yang murah ini juga tak akan terungkap.

11.26.2010

Kwetiau Goreng dan Es Leci

Dua menu favoritku ketika mengunjungi warung pojok (wapo) yang lokasinya persis di depan kampus B Universitas Airlangga. Memang terkesan tidak kreatif tetapi dua menu itulah yang selalu kupesan ketika aku berkunjung ke wapo. Padahal masih banyak menu-menu lainnya seperti nasi goreng, bebek goreng, gurami terbang goreng, steak, salad, es Alpukat, es melon, es blewah, juice alpukat, cappucino dan lain-lain.

Terakhir aku berkunjung ke sana setelah menghadiri pesta pernikahan salah seorang teman beberapa hari lalu. Maklum, karena datang terlambat, akupun tidak kebagian makanan, karena makanan sudah disapu bersih oleh tamu yang hadir terlebih dahulu. Sedangkan naga-naga di perut ini sudah berteriak, menggeliat ke sana ke sini untuk meminta jatah malam. Alhasil, akupun pergi ke wapo bersama adikku. Kami memutuskan ke sana, karena lokasinya tak jauh dari lokasi resepsi pernikahan temanku.

Wapo berubah!! Tampilan luarnya berubah, lebih memukau ketimbang terakhir kali aku ke sana ketika kuliah, beberapa tahun lalu. Bahkan, pengunjungnyapun lebih ramai daripada dulu. Dulu memang ramai, tapi malam minggu itu, aku harus masuk dalam daftar tunggu karena semua meja fully booked. Satu hal yang tidak berubah adalah tukang parkirnya judes sekali, ibu-ibu yang usianya sekitar 40 tahun. Ibu-ibu itu masih setia menjadi tukang parkir di wapo padahal sudah lewat beberapa tahun lalu. Eits, tapi jangan salah, si ibu-ibu itu yang menerima uang. Ia memiliki beberapa anak muda sebagai anak buahnya untuk mengatur parkir di wapo.

Menu yang disajikan oleh wapo juga semakin berkembang. Ada menu-menu baru yang siap untuk dicoba. Namun, menu-menu lama juga masih setia ada dalam daftar untuk dinikmati.

"Mbak kita pesan satu saja ya untuk makanannya?" kata adikku.

"Kamu mau apa?"

"Aku pesen nasi goreng aja mbak,"

Ah, pesanan yang berbeda. Karena sudah di wapo, aku ingin sekali makan menu kwetiau goreng favoritku. Dan kamipun pesan satu-satu. Aku memesan kwetiau goreng dan es leci, sedangkan adikku memesan nasi goreng wapo dan es serut melon.

Oh my God, ada satu lagi yang tidak berubah dari wapo adalah porsi makanannya yang masih tetap banyak sejak dahulu. Sepiring nasi goreng dan kwetiau goreng bisa dinikmati oleh tiga orang. Haduh, bagaimana caranya menghabiskan satu porsi makanan ini. Perutku memang lapar, tapi aku juga tak sanggup menghabiskan makanan untuk porsi tiga orang.

"Mestinya tadi kita pesan satu aja mbak,"

"Iya, mbak lupa kalau porsinya jumbo. Kita minta piring aja satu lagi, kemudian pisahkan yang mau dibungkus supaya bukan makanan sisa yang dibungkus,"

Nyam, rasa kwetiau goreng itu sama seperti rasa kwetiau goreng lainnya. Entah, aku lupa rasanya, ataukah memang kwetiau goreng wapo sudah tidak selezat seperti dahulu. Yeah, seandainya aku tidak merindukan kwetiau goreng wapo itu, mungkin aku memesan menu lainnya. Satu sisi, aku kecewa karena rasanya tak seenak yang kubayangkan. Sisi lainnya, aku merasa lega karena bisa menutup rasa rinduku terhadap kwetiau goreng itu.

Wapo bukan hanya tempat makan biasa. Bagi anak muda Surabaya, wapo adalah salah tempat nongkrong. Meski namanya warung pojok, wapo jauh sekali dari kesan warung pojok. Bahkan, nak muda yang tidak tahu wapo bukan termasuk anak gaul surabaya. Wapo tidak hanya tempat untuk nongkrong bersama dengan teman, bukan hanya tempat untuk anak muda mudi yang sedang dimabuk cinta, tetapi juga tempat makan untuk keluarga.

Untukku, wapo ini banyak sekali kenangan di dalamnya. Aku pernah berpacaran di wapo. Usai nonton di Delta Plaza, aku dan pacarku makan di wapo itu. Ah, indahnya masa-masa SMU. Di wapo, aku juga pernah bersama dengan keluarga. Kemudian bersama dengan teman-teman. Di wapo ini juga, aku pernah bermimpi untuk kuliah di Universitas Airlangga. Namun, aku tak pernah menyesal kuliah di Universitas Jember dan tidak mendapatkan mimpiku.

Berada di wapo, sekilas membuatku kembali mengingat masa lalu. Masa yang indah tetapi juga pahit. Di Wapo, aku pernah mendapatkan pernyataan cinta dari seorang pria, dan di wapo juga, aku pernah mendapatkan pernyataan "putus" dari seorang pria.

Sudah cukup untukku melihat masa lalu dan merasakan kwetiau goreng itu, aku mengajak adikku untuk menyudahi malam itu dan pulang. Tak lupa meminta sebagian nasi goreng dan kwetiau goreng yang sengaja dipisahkan untuk dibungkus dan membungkus satu porsi salad buah wapo yang menjadi favorit adik bungsuku.

Kwetiau Goreng dan Es Leci, dulu memang kamu enak dan menjadi favoritku. Kini, mungkin ketika aku mengunjungi wapo kembali aku akan memesan dan mencoba menu yang lain.

Fatmawati
26 Nopember 2010
**seperti kwetiau goreng dan es leci itu, kamu adalah masa lalu. Pergilah dariku dan jangan mengangguku lagi. Aku sudah membuangmu jauh. Dan kini aku siap untuk mencoba sesuatu yang baru, sesuatu yang lebih baik dan lebih enak**

11.10.2010

Itu Kursiku!!

Rabu (10/11) saya sungguh kesal sekali. Hari itu cuaca panas, Obama datang membuat jalanan macet, demo di bundaran HI semakin memperparah macetnya jalanan, kurang tidur (karena sedang menunggu kabar dari adik saya yang terjebak banjir bandang di Semarang) dan saya terserang flu. Tadinya memutuskan tidak akan masuk, namun dua pasukan desk bisnis juga tumbang membuat saya berpikir ulang. Toh, saya masih kuat untuk berdiri dan berjalan.

Setelah liputan di acara media gathering salah satu perusahaan plat merah, saya meluncur ke kantor. Kondisi badan yang tidak mendukung membuat saya pergi ke kantor karena sedang tidak ingin kemana-mana. Sampai di kantor, saya mendapatkan perhatian dari beberapa atasan, kolega kantor soal kondisi adik saya. Maklum, malam sebelumnya saya panik karena adik saya terjebak banjir bandang dan tidak bisa ditelp. Bercerita dengan mereka, cukup membuat saya terharu sekecil apapun perhatiannya. Karena, saya sangat mencintai dan menyayangi keluarga saya.

Namun, rasa senang itu hanya sebentar karena saya melihat seseorang telah menduduki kursi dan meja saya. Orang itu sebut saja dengan X. Mr. X ini sudah coba saya peringatkan bahwa itu kursi meja saya. Bahkan, salah seorang atasan saya juga pernah menegur dia. Kemudian, teman sebelah saya juga sudah memperingatkan. Tetapi seperti "Kanebo Kering" yang harus dibasahi terlebih dahulu baru basah. Saya tidak tahu apakah dia berpura-pura tidak tahu atau memang bandel. Yang jelas, hari itu saya sangat kesal sekali. Meski kesal, saya mencoba untuk berpikir positif.

Rasa kesal itu ditambah dengan ketika saya harus pindah. Oh, my God, saya terusir di meja kursi saya sendiri. What a damn shit!!! Memang, saya tidak mencoba untuk menegurnya tetapi, saya berpikir dia seharusnya tahu diri. Karena dia sudah diberitahu berkali-kali. Lain halnya jika dia sama sekali tidak diberitahu. Saya diam, karena saya tidak ingin membuat dia malu dengan mengusirnya. Jangankan mengalah, meminta ijin untuk menempati meja saya tidak pernah sekalipun terucap di mulutnya. Dimana letak sopan santunmu?

Teman sebelah meja saya, mengatakan," Dia sudah pernah tak kasih tau jangan duduk situ kalo Feni datang gimana," kata dia.

Jawaban dari Mr. X itu sontak membuat saya emosi. "Trus dia bilang, mbak Feni kan gak pernah ke kantor," tambah teman yang duduk di sebelah meja saya.

Ingin saya bilang kepada dia: "Hei lo itu anak baru. Anak baru mestinya turun lapangan dan nyari berita dan ga ngendon sendirian di belakang meja kaya orang kantoran. Kalo lo takut panas, jangan jadi wartawan!!"

Jelas saja saya tidak pernah di kantor, karena saya benar2 mencari berita. Menggali isu, bertemu dengan narasumber. Telepon boleh saja dilakukan, tetapi dalam kondisi tertentu. Bukan juga saya iri, karena saya dulu sebagai calon reporter banting setir ke sana ke sini. Liputan hingga Deptan, Ragunan dan kembali ke kantor saya tak pernah keberatan. Karena itu memang tugas saya dan saya bersyukur, redaktur-redaktur saya dahulu memberi tugas itu kepada saya. Sementara dia, dia enak2an di kantor dan selalu sms minta nomor ini dan minta nomor itu. Saya ingat, pertama kali dia mensms saya: "Mbak, aku minta semua nomor sumber migas, perusahaan migas dan tambang jadi kalau ada yang mau di fu lebih gampang. Kata mas M, aku suruh melengkapi beritamu," kata dia.

Setidaknya, dia bisa meminta dengan sopan. Semua nomor narasumber. Oh, Holly shit. Satu yang terlintas dalam benak saya: Enak saja! saya mencari nomor-nomor itu setengah mati berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam sehari. Berpanas ria, belum ketambahan diusir satpam karena takut diminta sumbangan, dan lain sebagainya. Dan kamu, sebagai anak baru cuma sebagai pelengkap berita dan menelpon. Kalau di awal sudah minta enak, gimana ke belakangnya. Saya tak pernah pelit untuk memberi nomor kontak, tapi sms dia membuat saya kesal. Emang dia siapa, sms seperti itu kepada saya? atasan saya juga bukan.

Kembali ke masalah kursi, kenapa saya ingin duduk di situ bukan karena saya arogan untuk membuktikan saya lebih senior. Bukan itu, karena kursi meja itu adalah rumah saya. Lantas, kenapa ketika saya jarang ke kantor, langsung dia tidak menganggap saya ada. Apakah saya siluman, alien atau jin yang tidak ada bekasnya. Saya memang jarang ke kantor tapi karena saya bekerja di sana, suatu saat nanti pasti saya kembali ke kantor itu. Saya tidak keberatan, jika dia mau duduk di kursi saya, tetapi jika itu tidak ada saya. Selama saya ada, carilah tempat duduk yang lain. Dan saya heran, hanya dia yang sulit untuk diberitahu. Lagipula mencari rumah sendiri kan lebih enak.

Memang, saya bisa duduk di mana saja. Karena pada Rabu itu karena investor summit, banyak yang tidak ke kantor. Tetapi aneh rasanya ketika menduduki kursi meja orang lain. Karena, memang itu bukan tempat saya. Apa yang saya alami seolah-olah, saya memiliki rumah namun saya tidak bisa menempati rumah itu sehingga saya harus pergi karena ada orang lain yang bukan pemilik rumah memaksa masuk dan tinggal di rumah itu. Sedangkan, si pemilik rumah harus mencari-cari rumah yang lain.

Lalu, apa yang harus saya lakukan. Apakah saya mengusirnya secara terang-terangan ataukah saya harus menuliskan: Don't sit here except Feni. Ataukah, saya harus diam saja dan membiarkan dia merajalela. Sudah cukup saya mengalah. Lagi-lagi kata itu yang muncul "mengalah".

Fatmawati
10/11/2010
23.45

11.08.2010

Plat nomorku kemana kamu?

Kali pertama selalu ada dalam kehidupan semua orang, misalnya saja pertama kali menikah, pertama kali melahirkan, pertama kali jatuh cinta atau pertama kali kehilangan. Pertama kali selalu meninggalkan kesan terdalam dalam setiap kenangan.

Sepanjang sejarah aku bergelut dengan sepeda motor, ada pertama kalinya aku mengalami kecelakaan. Tetapi ada juga pertama kalinya aku mengalami hal yang menggelikan yakni kehilangan plat nomor motor kesayanganku. Motor yang kubeli dengan kerja kerasku.

Tragedi itu terjadi di sabtu siang di pelataran parkir kampus terkenal di Indonesia Raya ini. Seperti biasa, setiap hari sabtu, aku pergi les dengan salah seorang kawan di kampus itu. Seperti biasa, aku juga parkir di tempat biasa, di bawah pohon.

Sebelum keluar dari tempat parkir tersebut, aku melakukan pengecekan ulang terhadap plat nomor belakang. Karena, aku baru saja mengganti bautnya dengan yang baru. Kuperiksa, plat nomor itu masih bertengger di bagian belakang motorku dalam kondisi masih kencang.

Puas dengan hasil kerjaku sendiri mengganti mur baut, akupun masuk ke dalam kelas. Mengikuti pelajaran seperti biasa tanpa ada bayangan sekalipun kehilangan plat nomor. Selesai mengikuti kelas, alangkah terkejutnya, ketika aku melihat plat nomor motorku yang belakang raib entah ke mana.

Ada dua pertanyaan yang saat itu menggantung di pikiranku. Pertama kemana perginya plat nomorku? Kedua siapa yang mengambil dan untuk apa? Ughhh....sungguh-sungguh menyebalkan hari itu. Hari itu yang kurencanakan setelah pulang les, langsung pulang dan beristirahat jadi urung karena aku harus mencari tukang pelat untuk membuat nomor pelat imitasi supaya tidak ditangkap polisi. Entah kenapa saat itu aku merasa beruntung, bahwa orang Indonesia sangat kreatif untuk membuat barang tiruan. Hanya membutuhkan waktu 30 menit, aku sudah mendapatkan plat nomor tiruan.

11.04.2010

Itu adalah rumahku

Aku tak pernah membayangkan akan ada badai besar yang akan menghantam rumahku. Kali ini, badai itu tidak hanya merusak bangunan rumah, tetapi badai itu juga telah membuat penghuni rumah pergi satu persatu. Tapi, aku tak pernah menyalahkan badai itu. Karena memang, rumahku itu dari awal sudah rapuh.

Seandainya saja, rumahku itu kokoh, sedahsyat apapun badai itu, rumahku pasti bisa bertahan. Tapi, itu semua adalah pilihan setiap penghuni rumah, apakah memutuskan untuk bertahan dalam badai atau keluar dalam badai demi sebuah kenyamanan. Setiap pilihan dan keputusan itulah yang harus aku hormati.

Aku memang mempertanyakan, kenapa mereka pergi? tetapi aku tidak menyalahkan mereka pergi. Aku juga tidak membenarkan mereka pergi. Karena memang tidak ada benar dan salah. Alasan mereka pergi, adalah hal yang harus segera diperbaiki untuk membuat rumahku kokoh lagi.

Meski banyak orang yang meninggalkan rumahku, aku yakin rumah itu akan berdiri tegak lagi. Karena, rumah yang dibangun bertahun-tahun dengan keringat dan kerja keras, tak mungkin dibiarkan ambruk begitu saja. Aku yakin, masih ada cara untuk memperbaiki rumah itu.

Aku masih bertahan di rumahku yang hampir ambruk itu, karena rumah itu yang bersedia untuk menampungku ketika aku terlantar. Aku masih bertahan di rumahku yang hampir ambruk itu, karena aku percaya masih bisa diperbaiki. Walaupun, ada rumah baru yang tersedia untukku, tapi aku merasa masih bisa bertahan. Semoga, pertahananku di rumahku itu tidak akan sia-sia.

Medan Merdeka Selatan
04 November 2010
18.15 WIB
Sedih dan miris melihat status FB teman-teman
**pilihan adalah pilihan yang harus dihormati**

11.02.2010

Kamu itu Ada, tapi siapa?

Sudah lama sejak terakhir aku menyapamu. Ah, ternyata tulisanku yang tak bermakna ini ada juga yang membaca selain diriku sendiri. Akhir-akhir ini, aku tidak hanya sibuk bekerja dan memuaskan diriku sendiri. Tetapi, aku berusaha untuk menjalin hubungan dengan seorang pria dan kali ini adalah benar-benar pria lajang bukan pria beristri yang mengaku lajang. Karena, perlahan ingatanku tentang "pria selama lima tahun" memudar. Tidak hanya ingatan secara pikiran tetapi juga ingatan hati. Meski aku belum memutuskan untuk menyukainya. Aku masih berusaha untuk menjaga hatiku supaya tidak terluka.

Pria ini, aku mengenalnya dari status jejaring sosial pertemanan. Sama seperti sebelumnya, dia adalah pembacaku yang ingin mengenalku. Aku sudah mengenalnya sejak lama. Sejak itupun dia berusaha untuk berteman denganku. Namun, aku berusaha untuk menghindar. Pertama kali kesanku padanya, Aku tak terlalu suka dengan dia. Karena dia sangat berbeda denganku.

"Bukankah perbedaan itu bagus, kalian saling melengkapi," kata salah seorang temanku yang menyuruhku untuk berhenti berbuat sombong dan mulai memperhatikannya.

"Berbeda di sini adalah benar-benar berbeda. Bukan jenis perbedaan yang bisa dikompromi," dalihku.

"Cobalah buka hatimu untuk siapa saja. Sudah lama, kamu bersembunyi dari dunia nyata. Biarkan siapapun masuk ke dalam pintu hatimu dengan kuncinya sendiri. Siapa tahu, kunci pintu itu sudah berubah," nasehat dia.

Berulang kali, perkataan temanku itu selalu aku ingat. Yah, aku harus berusaha untuk mencari kamu, seseorang yang menjadi kekasih hatiku. Kamu itu bisa siapa saja. Bisa dia, atau bisa dia yang lain. Aku tidak tahu. Jodoh datangnya bisa dari mana saja. Kamu bisa juga adalah seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ibuku untukku.

Aku lelah mencari kamu. Saat aku mengira kamu adalah pria lima tahun itu, ternyata Tuhan bilang bukan. Apakah kamu itu adalah dia yang sangat berbeda denganku yang ternyata bisa membuatku tersenyum. Entahlah, dimana aku bisa menemukanmu.

Selain dia, ada juga pria lain yang ada di tempat kursus bahasa Inggrisku. Tapi, lagi-lagi aku masih belum berani. Takut kecewa adalah penyebabnya. Ah, ternyata aku pengecut untuk urusan hati.

Sebenarnya, ada satu pria lagi. Pria ini berbeda, karena aku menyukainya. Aku tertarik padanya. Dia memiliki sikap hidup yang sederhana dan sabar. Sayangnya, dia berbeda agama denganku. Dari awal, tentunya aku tidak berani mengambil resiko untuk meneruskan rasa ketertarikanku padanya. Perbedaan keyakinan terlalu besar untuk dijembatani dan kebanyakan adalah jalan buntu. Diapun menyadarinya hingga kami hanya berteman.

Kamu, coba tunjukkan siapa jati dirimu? Aku sudah lelah untuk menebak-nebak siapakah kamu?

Fatmawati
02.47
02 November 2010

9.19.2010

My obsession

Everyone must be have a dream. My dream is make a journey from other country to another country, to see how beautiful places around the world. One of way to achieve it, I like to get some scholarship at University in Netherland or United States. I'm not decision yet, where is the one I'm keen on. With the scholarship, I can get two benefit. First, I can continue my education with take a master program. Second is my dream come true, I can visit Netherland or USA.

I prefer Netherland because I like Europe. Since I was 12 years old, when I saw "Mtv jalan-jalan ke Eropa", I already interested with Europe. They have a beautiful scenery which it can make me adorable. Why Netherland, because many student of Indonesia take the education at Netherland University. But also I want to feel the atmosphere of Netherland, country which have a stories conected with my country.

But, I also interesting with United States of America [USA). USA is really different with Europe. Europe is classic but USA is modern. Beside, USA is the place where the theory "Realism" was born. When I was college, I'm really like with that theory. The most attractive is USA on of super power country. Many people want to see Liberty Statue. So I am.

Eventhough I have not decided it yet, I'm sure that I want to take master program of International Relations Affairs. Like my bachelor degree, I want to continue my education. International Relation Affairs make me obsessed. Maybe, I can be diplomat some other time.

Before I have to choose betwen them, I want to prepare my English. I take the IELTS program course for 3 months. So that, in the next year, I hope, I can get that scholarship. At the first day on my course is not the best day. Before the course held, the student should do the ielts test for the first time. With follow the test, the student will be know how many score they have. The purpose is, the student can compare the score with the score test after the student get course. Then, the student can know their ability in English.

It's not only my first course but also my first ielts test. I never done ielts test before. At the moment, I feel like a very stupid person because many question, I can't answer it. IELTS and TOEFL is similiar but they are different. I ever take the toefl test, but ielts test, I'm blind. Toefl is difficult but ielts more difficult. In listening section, I mess everything. I can't focus. I recomended to you people, when listening section, you have to focus. If not, you will lose number and score. Because ielts have a short time than toefl.

Reading sections is dangerous because you have to becareful to answer the questin correctly. Moreover, in ielts test, it's rarely answer with option A, B, C or D. You have to answer correctly with your answer. It means, you have to make sure that your answer is correct in both grammar and the spelling.

The most hated section is writing. I hate it because it's the most difficult. I have a problem with grammar. In writing section, you have to write some article which it relevan with the topic on the test. It might be hard, but I'm sure with more practise every day, writing is easy as same as writing in Indonesia.

The last section is speaking. Actually in this section isn't difficult than the others. But I'm nervous. It sometimes makes me mess up. To decrease my nervous, from now, me and my friend will practise with make some talk in English. I hope it can worked for me. I'm really hope this test succesfull and I'm not pay for useless.

Right now, my obsession is getting harder and harder to study English. With study, I can get the best score and my scholarship will be approved. I'm bored with my job. I need other challenge came to my life right now. Challenge is adventure. My life is journey and adventure.

Fatmawati
Sept, 18th 2010

8.01.2010

Hampir Saja

Tak pernah seumur hidup saya membayangkan akan menjalin hubungan dengan suami orang lain. Tapi, hal ini hampir saja terjadi dalam kehidupan nyata saya. Yeah, saya tak bermaksud untuk merusak rumah tangga seserong. Maaf, saya tidak tahu bahwa dia sudah memiliki istri dan dia mengaku kepada saya bahwa dia masih bujangan. Saya adalah seseorang yang menghujat perbuatan krisdayanti, dan ternyata hampir saja saya meniru perbuatan artis kondang tersebut.

Awalnya kami bertemu di situs pertemanan. Dia pertama kali mengundang saya untuk menjadi teman. Kemudian, saya menerimanya. Dan setahun sudah, dia bertengger menjadi dalam daftar teman saya tanpa saya sedikitpun menyapanya.

Malapetaka terjadi, ketika dia mulai mengomentari status saya. Kemudian saya berbalas-balas status dengan dia. Kemudian saya juga mulai mengomentari statusnya dia. Kami pun setiap hari berinteraksi lewat jejaring sosial tersebut. Saya merasa nyaman dengan dia, dan begitupun juga dengan dia. Dia mengatakan bahwa dia sangat beruntung mengenal saya. Pujian-pujian yang saya terima darinya membuat saya lupa diri. Maklum saja, tekad saya untuk membuka lembaran baru dalam kehidupan saya sudah bulat. Saya ingin membuang jauh-jauh kenangan selama tiga tahun dan menggantikan kenangan yang ada. Meskipun ketika itu saya merasa ada ganjalan yang membuat saya tidak ingin melanjutkan hubungan tersebut. Entah ganjalannya seperti apa, tetapi feeling saya menyuruh saya untuk berhenti.

Hubungan kamipun cepat berkembang, dalam waktu satu bulan, kami tidak hanya berkomunikasi lewat jejaring sosial tersebut. Kami mulai bersmsan ria dan bertelpon-telponan. Dia yang mengaku seorang bujangan seringkali bercerita soal rasa kesepian dan ingin merajut kembali benang-benang kebahagiaan. Hampir saja, saya mengatakan iya untuk menjadi pendampingnya untuk merajut benang-benang tersebut. Namun, saya memilih untuk menunggu dan melakukan evaluasi lebih lanjut.

Rasa ganjalan itu semakin kuat, kemudian saya meminta kepada salah seorang teman untuk menyelidikinya. Dan kemudian ternyata, teman saya tersebut memiliki seorang teman yang ternyata kenal baik dengan dia. Dan saya terkejut ketika mendapati informasi bahwa dia sudah menikah dan beranak 2. oh tidak, hampir saja, saya ditipu mentah-mentah!!!!

5.14.2010

Percakapan 5 menit

Suatu sore, usai sholat dan mandi, saya melihat hp. Opppsss...ada 6 mised call, dan semuanya dari nomor kantor. ow...ow...ow....ada apa ini? Hari itu adalah tanggal merah, dan karena saya sedang tidak ingin ke kantor, saya mengerjakan berita dari kos. Kemudian ada pesan masuk: "Fen, tlg angkat telpnya...beritamu soal **** ga jelas semua,"

Segera saja, saya membalas sms redaktur. Tak berapa lama ia menelpon saya. Awalnya saya tak mengerti mengapa dan kenapa berita saya tidak jelas. Toh, saya sudah berusaha menulis sebaik mungkin. Ternyata, ada beberapa kesalahan angka dan nama jabatan. Akurasi saya masih banyak yang meleset. Well, bukankah tugas redaktur yang membetulkan tulisan reporternya.

Redaktur saya yang suka dengan detail ini, mulai menanyakan dari A hingga Z. Kemudian, ia mengkaitkannya antara fakta, tulisan dan logika. Memang, saya akui agak sedikit ribet bekerja sama dengan dia. Tapi tak bisa dipungkiri juga, bahwa saya memang banyak belajar dari redaktur saya yang satu ini. Saya banyak belajar bahwa tidak hanya menerima omongan narasumber mentah-mentah melainkan juga harus memastikan apakah omongan tersebut sesuai dengan alur logika. Dan saya juga mulai belajar soal detail. Saya menikmati bekerja sama dengan dia, meskipun kadang telinga ini agak merah menerima penjelasannya yang bertubi-tubi.

"Tulisan kamu akurasinya gak pas, berantakan semua. Dan ini bukan yang pertama, tapi akhir-akhir ini tulisan kamu berbeda," kata dia.

Sayapun hanya diam.

"Kamu kenapa, apa ada masalah? Atau memang sedang capek?" tanya dia.

Saya akui, saya memang ada masalah. Tapi bukan berarti semua orang tahu permasalahan saya. Saya hanya diam tak menjawab pertanyaan itu. Diam sebagai bentuk pengakuan saya bahwa saya memang bersalah.

"Kalau ada masalah, bilang aja. Dulu pas kamu jadi carep ga kaya gini tulisannya. Kenapa setelah jadi reporter malah berantakan?"

Saya masih diam.

"Bukannya apa, tapi akurasimu banyak yang meleset terutama soal angka. Dan ini berkali-kali, aku pikir kamu akan belajar setelah membaca tulisan yang diedit,".

Lima menit kemudian percakapan itu berakhir. Apa yang dikatakan oleh redaktur saya itu memang benar. Saya memang ada masalah pribadi, tapi sejauh ini saya mencoba untuk bersikap profesional. Saya tak pernah berusaha menjadikan masalah pribadi sebagai alasan untuk saya menjadi malas bekerja. Bahkan, saya masih bisa berusaha tertawa dalam keadaan yang tidak baik. Yah, mungkin secara tidak sadar, itu berpengaruh kepada cara menulis saya.

Selain itu juga, saya capek. Saya capek dengan tekanan kebijakan kantor yang baru. Saya capek dengan tuntutan yang saya terima tiap hari. Saya manusia, saya juga memiliki batas. Saya capek ketika harus berpikir secara sendirian, mencoba mencari isu sendiri. Sementara di luar sana, hanya ada yang mengembangkan berita dari rilis ataupun isu dari atasan, jarang ke lapangan justru tidak mendapatkan tekanan, yang ada malah pujian. Saya tidak minta untuk dipuji, tetapi saya hanya minta perlakuan yang adil.

Selama ini saya diam, ketika saya mendapatkan perintah untuk mencari berita untuk mengamankan halaman meskipun saya sudah menyetor beberapa berita. Dan hal itu tetap saya lakukan. Saya diam, meski terdapat beberapa kali berita yang tidak mencantumkan nama saya padahal itu materi berita saya. Bahkan, saya masih diam, ketika saya mendapatkan tugas-tugas ajaib (tugas yang berada di luar job desk saya).

Percakapan selama 5 menit itu, ternyata bisa membuat saya tahu kenapa saya merasa kinerja saya turun. Alasannya cuma satu, saya capek. Saya capek mendapatkan tuntutan terus menerus. "Saya ini manusia bukan malaikat,". Dan saya capek karena saya mendapat protes terus menerus padahal saya sudah berusaha untuk berbuat sebaik mungkin. Protes yang datangnya bisa dari siapa saja. Ketika bos besar minta neraca gas, saya berusaha mendapatkan itu. Dan memang saya mendapatkannya satu hari setelah perintah itu. Tapi tetap saja berita saya diprotes kenapa berita migas terus. Saya capek, ketika semua tindakan yang saya lakukan selalu salah.

Saya juga capek dengan rasa permusuhan dengan beberapa kolega di kantor. Mereka merasa bahwa saya selalu mengambil semua berita yang ada. Yah, BUMN selalu menjadi pos rebutan. semua kompartemen boleh masuk baik nasional, investasi, keuangan dan bisnis. Saya tidak pernah melarang siapapun untuk masuk dalam BUMN. Saya persilahkan kepada mereka semua yang ingin mencari berita di sana.

"Mereka segan ke BUMN karena lo ambil semua beritanya," kata sumber.

"Tapi kan aku gak pernah kaya gitu. Mana pernah aku melarang anak Kontan gak boleh masuk BUMN. Itu cuma alasan mereka aja yang ga mau nongkrong. Selama ini, kan selalu bagi berita," kata saya.

Bahkan, ketika ada acara Pertamina-PGN, saya hanya mengambil Pertamina. Sedangkan PGN, sudah diambil anak kompartemen investasi. Begitupun juga ketika ada acara PGN, Pertamina dan PLN di komisi VI, sayapun memberitahu anak investasi Kontan bahwa ada PGN di sana. Kalau memang saya egois, untuk apa saya memberitahu ada PGN. Begitupun juga dengan ketika ada acara di komisi VII ada ptba, antam, freeport, bhp, saya juga memberitahu mereka. Bahkan ketika ada acara bank di BUMN, saya juga sempat memberitahu mereka yang ada di desk keuangan tapi mereka tidak pernah datang.

Kemudian ketika ada acara breakfast meeting, biasanya 141 direktur utama BUMN pasti hadir karena ada bapak menteri BUMN. Ketika acara itu, bahkan saya hanya mengambil BUMN yang bukan tbk, BUMN yang bukan Keuangan. Lalu sekarang, saya menjadi kambing hitam lantaran mereka tidak pernah ke sana. Saya capek dengan itu semua, saya capek disalahkan terus.

Bahkan, ketika itu ada kejadian, ada berita yang saya transkrip dan saya masukkan milis ke plat merah. Namun, karena saya tahu itu bukan untuk halaman saya, saya tidak mengambil berita tersebut. Dan herannya, besok berita itu keluar oleh salah satu kawan saya di Kontan padahal nama yang tercantum disitu tidak pernah hadir. Saya diam saja, saya tidak melapor.

Namun, ada juga peristiwa ketika itu wawancara dengan menteri BUMN, saya terlambat datang. kemudian kawan saya yang itu datang terlebih dahulu. Dia pulang setelah mengira tidak ada proyeksi berita di sana yang berkaitan dengan halamannya. Kemudian saya hadir dan saya melisting berita soal halaman saya. Di kantor di hadapan beberapa kawan saya dan redaktur dia mengatakan.

"Lo ke mana koq bisa dapat berita itu. Kan tadi gw yang ada disitu?"

"Gw juga ada koq tapi gw telat," kata saya

"Itu pertanyaan gw, kenapa lo yg listing. Gw yang nanya. jadi siapa nih yang kloning. Yang jelas bukan gw karena gw ada di sana,"

"Gw ga kloning, gw ada di situ. Dan lagian gw memang listing berita soal itu tapi litnya bukan itu. Gw baru listing sore, dan yg lo listing itu sama kaya mba *****, dia dapatnya di deperin karena paginya menteri BUMN ke deperin buat ngomongin soal itu,"

Well, dari kejadian itu saya sedikit sakit hati. Saya kira kalau dia marah bisa menyelesaikan secara baik-baik tanpa harus melapor ke redaktur. Saya juga marah dengan dia yang saya pikir mau menjilat redaktur supaya dia tidak salah. Tapi, saya selalu berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan dia. Saya selalu berusaha bahwa dia adalah teman saya satu kantor. Kita adalah satu tim, karena buat saya, untuk apa berkompetisi dengan teman sekantor, melainkan berkompetisi dengan koran yang berbeda. Kita tidak akan pernah menang jika dalam tubuh kantor kita sendiri tidak sehat. Dan sekarang muncul tuduhan-tuduhan seperti itu. saya capek dan lelah, karena ketika saya berusaha untuk berbuat baik, mereka justru menjadikan saya ancaman.

Kalau mau diungkit-ungkit, banyak hal-hal yang saya lakukan untuk mereka. Saya selalu mengalah tetapi ketika mereka mengalah sekali saya untuk saya, mereka menganggap bahwa saya adalah raja untuk mengambil semuanya.

Belum lagi, ketika saya ke kantor saya mendapatkan bahwa kursi meja saya sudah ada yang menempati. Padahal masih banyak ruang kosong yang bisa ditempati. Apalagi anak yang menempati itu adalah sudah memiliki kursi meja sendiri. Saya memang jarang ke kantor tapi bukan berarti orang berhak untuk menempati meja kursi itu. Saya masih pegawai Kontan dan saya berhak disitu. Saya sedikit kesal karena dalam komputer itu, banyak file-file pribadi saya. Belum lagi saya mensettingnya ketika komputer nyala langsung menyambung dengan gmail dan ym saya. Itu berarti, orang yang menduduki meja kursi saya bisa membuka file-file saya. Saya tidak suka itu, ketika seseorang membuka privasi saya. orang tua, adik bahkan sahabat saya akan saya marahi apabila mereka berani melanggar privasi saya.

Percakapan 5 menit itu menyadarkan saya bahwa saya capek dengan kondisi ini. Mungkin saya harus mulai menata diri terlebih dahulu, memprioritaskan apa yang menjadi tujuan hidup saya. Mengevaluasi kembali, apakah hal ini yang memang yang paling cocok untuk saya. Mungkin, sudah saatnya saya menciptakan kesempatan-kesempatan yang membuat saya lebih berkembang lagi.

3.24.2010

kotak hitam

Fiuh, hari ini sungguh tidak bergairah sekali. Saya merasakan apa yang dinamakan dengan titik jenuh. Ingin rasanya keluar dari kotak hitam yang bernama rutinitas. Namun, untuk melepaskan rutinitas itu bukanlah hal yang mudah untuk saya. Karena terbiasa dengan apa yang namanya rutinitas itulah membuat saya ketika tak beraktivitas seperti mati suri. Sebenarnya, saya bingung dengan tujuan apalagi yang ingin saya dapatkan?

Bermula dari tekanan yang bertubi-tubi, kebijakan kantor yang aneh bin ajaib, kehidupan yang hampa, terisolasi dengan apa yang namanya pertemanan, dan selalu berkutat dengan deadline. Awalnya saya sungguh menyukai aktivitas seperti itu, Lalu ketika saya melihat kehidupan lain di luar sana, ada rasa iri. Wah, enak sekali mereka. Dalam pekerjaan, hanya merasakan 20% tekanan, 30% kerja keras dan 50% bersenang-senang.

Saat ini saya seperti berada dalam kotak hitam yang entah apapun caranya saya ingin keluar dari kotak hitam itu. Dalam kotak itu berisi 50% tekanan dan 40% kerja keras sedangkan 10% bersenang-senang. Hari ini ingin saya membeli gergaji untuk memotong-motong kotak hitam itu dan menjadikannya beberapa bagian sehingga saya memiliki jalan keluar untuk terbebas dari kotak hitam itu.

Tapi, kotak hitam itu terbuat dari baja. Satu gergaji tidak akan cukup untuk meluluhlantakkan kontak hitam itu. Saya lelah dan saya capek terjebak di dalam kotak hitam itu hanya penuh dengan kepalsuan dan kemunafikan. Kotak hitam itu tembus pandang, jika kita melihat ke dalamnya kita bisa melihat ada istana emas dengan makanan lezat, perhiasan, kereta kuda mewah dan lain-lain yang bisa membuat mata silau akan kenyamanannya.

Pada kenyataannya, kotak hitam itu hanya penjara karena saya tidak bisa keluar melihat dunia lain. Saya terkukung dalam istana emas yang terasa nyaman di luar namun di dalamnya hanya berisi tekanan karena saya harus bersikap sempurna seperti seorang putri. Padahal, lewat kotak yang tembus pandang itu saya bisa melihat ke luar. Saya bisa melihat bahwa banyak hal yang bisa saya dapatkan dan saya capai untuk melihat keindahan dunia. Saya ingin berpetualang, menyusuri kotak-kotak lainnya yang tidak hanya berwarna hitam tapi ada merah, kuning, biru, hijau bahkan pink. Saya ingin bebas keluar masuk untuk mengunjungi kotak-kotak itu satu persatu.

Kotak hitam, bagaimana caranya untuk keluar dari cengkramanmu? kenapa kotak hitam selalu membuat saya terkukung dan tidak membuat saya nyaman. Saya tahu masih banyak kotak-kotak lainnya yang mampu menarik hati saya tapi kenapa kotak hitam selalu menjadikan saya milikmu seorang. Saya bosan denganmu kotak hitam.

3.23.2010

keriuhan di hari senin

"Fen, udah siang. Katanya mau berangkat pagi. Cepetan mandi kalau gak mau telat. Alarmmu udah bunyi dari tadi tuh," kata M, teman sekamar saya.

Aduh...!!! Waktu udah menunjukkan jam 5.45 pagi padahal hari ini saya harus ikut kunjungan ke pupuk kujang, cikampek dan pukul 7.30 harus sudah ada di kementrian BUMN untuk berangkat bersama. Jarak kantor BUMN dengan kosan saya lumayan cukup jauh membuat saya harus menyediakan waktu 1 hingga 1,5 jam untuk di perjalanan. Dengan langkah terburu-buru saya ke kamar mandi.

Celingak celinguk, keluar kamar ternyata masih sepi. Pasti anak-anak kos yang lain masih tidur. Maklum, mereka semua adalah pekerja kantor dengan jadwal jam kerja tetap apalagi kantor mereka cukup dekat dan tidak membutuhkan waktu lama. Sehingga, keriuhan di kos saya baru terjadi pada pukul 07.00.

Sampai di kamar mandi, ouh ternyata air di kamar mandi hanya tinggal separuh. Dan semalam, lupa menyalakan air untuk mengisi bak kamar mandi. Selain itu, tandon tempat penampungan air juga tidak diisi. Alhasil kran air menyala dengan kecil. Dan sayapun mandi dengan air seadanya. "Damn, kayaknya salah hari. Atau harus mandi kembang untuk menghilangkan kesialan,". batin saya.

"Buruan Fen kalo mau bareng," kata M.

Pagi itu, M memang ada liputan pagi karena pukul 07.00 salah seorang mantan anggota DPR yang meninggal dunia disemayamkan di DPR. M memiliki profesi yang sama dengan saya. Bedanya, M lebih ke politik sedangkan saya cenderung kepada ekonomi. M bekerja di online dan saya di media cetak.

"Sabar, iya niy aku cepet-cepet. Ini kan masih pagi belum macet," kataku.

"abis nungguin kamu dandan itu lama. Jam 7.00 aku harus udah di DPR," jawab M.

"Okay, give me 5 minutes," kataku.

Saya tidak tahu berangkat dari kos jam berapa. Yang saya tahu, saya sampai di kementrian BUMN pukul 07.15. Ternyata cepat juga perjalanan saya ke kantor kementrian BUMN. Memang pagi itu, jalanan tidak terlalu macet. Padahal saya memilih menggunakan kopaja 19 ketimbang bussway. Karena saya berpikir pada jam-jam seperti itu banyak orang mengantri di halte bussway blok M. Antrian panjangnya melebihi antrian untuk mendapatkan minyak tanah. Jalanan sepanjang Sudirman-Thamrin juga tidak terlalu macet, kopaja 19 yang lumayan penuh membuat perjalanan saya cukup lancar.

Saya kira, saya terlambat. Namun, justru saya adalah orang kedua yang datang. Orang pertama adalah bang R, wartawan KB Antara. Kemudian di susul mas F, BUMN Track. Dan kemudian banyak orang berkumpul. Hingga kami harus menunggu salah satu teman yakni SS yang terjebak macet di Pramuka. Jadwal yang seharusnya berangkat pukul 07.30 molor menjadi pukul 08.20.

Kemudian bis segera ke cikampek. Namun sebelumnya harus menjemput tiga orang teman yang sudah menunggu di stasiun Cawang (depan menara saidah) sejak pukul 07.30. Mereka bertiga cukup kompak menggunakan masker sambil melambaikan tangan memberikan tanda. Lambaian mereka seperti para pengungsi yang menunggu untuk diselamatkan oleh petugas SAR. Hehehe...maaf ya tapi itu yang ada di dalam bayangan saya. Bus yang kami tumpangi berhenti sebentar untuk menjemput mereka.

"Kalian lama sekali. Kami sudah berdebu dan kepanasan nih menunggu kalian," kata NA, wartawan dari Jakarta Post sambil melepas masker.

Tak jauh dari stasiun Cawang, bus yang kami tumpangi berhenti di depan Indomobil untuk menjemput salah seorang rekan dari Republika. Selanjutnya kami menuju pabrik pupuk kujang. Sepanjang perjalanan, kami bercanda. Yah, itulah kenapa saya merasa awet muda karena ketika bersama anak BUMN, canda tawa dan kegokilan selalu aja ada.

Perjalanan ini merupakan perjalanan kedua. Perjalanan pertama ketika peresmian granula NPK beberapa waktu lalu. Sampai di pabrik pupuk Kujang, hp saya berbunyi. Ternyata sms dari bos untuk listing. Saya lihat pukul 10.13.

Alamak...makin pagi saja saya dilisting. Saya balas sms bos saya bahwa belum ada berita karena memang kami baru sampai. Di TKP saya melihat banyak direksi BUMN bidang agro industri, kertas, percetakan dan penerbitan. Sayapun kemudian sudah menyiapkan kira-kira direksi mana saja yang berprospek untuk dijadikan berita.

Salah satu target utama saya adalah dirut Bulog, dirut PTPN dan dirut pupuk. Jadi teringat perkataan salah seorang kawan, "Kalo feni pasti nanya soal pupuk, minyak goreng dan gula," hahaha...tapi memang itu topik yang menurut saya penting. Karena menyangkut masyarakat banyak. Selain listrik, ketiga topik itulah yang saya suka.

Selanjutnya bisa saya katakan adalah hari yang sibuk. Celingak Celinguk melihat kanan kiri. Ada target yang oke, yaitu dirut PTPN VII. Kemudian saya dekati dan memperkenalkan diri sambil menyodorkan pertanyaan. Dengan malas-malasan sang Dirutpun menjawab pertanyaan.

"Itu kan sudah banyak dibahas di koran. Saya kira, kalian lebih tahu daripada saya," kata sang dirut ngeles.

Penyakit...!!! Dirut PTPN memang terkenal sedikit pelit memberikan statement. Mereka hanya akan bicara jika berkaitan dengan hal-hal yang bagus. Aneh, kalau saya lebih tau daripada bapak dirut itu, untuk apa ia digaji tinggi dan menduduki posisi dirut. Sedikit sewot, dengan sikap bapak dirut itu. Tapi saya tak lupa mengucapkan terima kasih karena bersedia menjawab pertanyaan walaupun dengan angin lalu.

Kemudian saya masuk kembali ke ruangan, ternyata para dirut tersebut sudah beramai-ramai mengunjungi pabrik dengan menggunakan bis. Maklum dari tempat pertemuan ke pabrik lumayan jauh. Saya lihat masih ada dirut Bulog. Sayapun mendekatinya. Pak Soetarto cukup baik dan dia sangat memperhatikan para petani, sejak dia menjabat sebagai Dirjen Tanaman Pangan hingga dirut Bulog, dia adalah orang yang cukup ramah untuk diwawancarai. Dia juga cerdas, ketika menjadi dirjen tanaman pangan, surplus beras adalah prestasinya. Ia juga sempat diisukan menjadi kandidat kuat menteri pertanian, Anton Apriyantono.

Ada sebuah penyataan yang cukup menjadi perhatian saya. Pernyataan tersebut adalah:

"Image masyarakat itu harus diubah. Harga kedelai memang lebih mahal daripada beras. Idealnya harga kedelai 1,5 kali lebih mahal daripada harga beras krn resikonya juga cukup tinggi. Kalau petani tidak mendapatkan harga yang layak mereka akan malas menanam. Petani itu harus diberi insentif. Harga kedelai saat ini ckp rendah. Kasihan petani kalau keuntungannya kecil. Mereka pasti selamanya akan miskin. Beli pulsa, Nexian saja mampu masa kedelai naik sedikit sudah teriak. Tempe mahal sedikit sudah resah,".

Kalau begitu, mulai hari ini saya akan berikan pengertian kepada ibu saya bahwa jangan mengeluh ketika harga tempe mahal daripada beras. Karena kasihan petani juga, kalau tidak ada yang menanam masa harus mengimpor terus. Dan memang sudah seharusnya tempe lebih mahal daripada beras. I will say, "stop complain Mom..it's for helping our farmer. Kalau petani susah dan tidak ada yang mau jadi petani siapa yang akan menggarap lahan. Masa semuanya hanya konsumen tanpa ada produsen, kita seharusnya berterima kasih kepada petani dengan memberikan upah yang layak,".

Percakapan 16 menit dengan Dirut Bulog membawa pengetahuan baru untuk saya. Mulai dari kedelai, beras hingga gula. Percakapan itu cukup mengobati kerinduan saya menulis soal komoditas tersebut karena belakangan, saya selalu menulis soal energi. Bahkan, saya juga merindukan mampir ke kantor dirjen tanaman pangan dan disuguhi makanan ubi, jagung, pisang dan kacang-kacangan. Cemilan tradisional yang membuat saya bergairah untuk melahapnya.

Setelah selesai dengan pak Soetarto, saya keluar ruangan dan mencari rombongan lain. Ternyata saya ditinggal untuk mengunjungi lokasi pabrik pupuk. Tak apalah, sebelumnya saya sudah pernah ke sana. Kemudian saya masuk ke ruangan itu dan mata saya tertuju kepada dirut pusri holding. Saya sering menelpon dan mensms bapak dirut yang resah akan pasokan gas itu. Namun, jarang sekali kami bertemu. Kesempatan inipun tak saya sia-siakan.

"Siang pak Dadang. Maaf pak menganggu, tapi boleh ngobrol sebentar. Saya mau bertanya tentang sesuatu. Sedikit saja pak," cerocos saya.

"haha...tampaknya kalian tidak bisa tidak wawancara lihat saya. Pertanyaannya sedikit tetapi jawabannya banyak," kata pak Dirut sambil bergurau.

Benar saja, karena kami mengobrol cukup lama. Saya melihat perekam, ternyata sudah 18 menit. Itupun banyak yang saya potong. Obrolan masih seputar pasokan gas. Persoalan gas adalah persoalan klasik yang mengahantui pabrik pupuk. Tiap tahun, persoalannya sama. Apalagi Indonesia defisit gas. Semua pasokan gas sudah dijual. Ibaratnya, seseorang memiliki gas LPG sebagai bahan bakar untuk memasak nasi. Namun, ia lebih memilih untuk menjual gas LPG karena harga yang cukup mahal sedangkan ia memilih untuk kelaparan.

Salah kaprah kebijakan sejak awal. Kali ini gas, mungkin beberapa tahun mendatang batu bara. Karena banyak batu bara yang diekspor ke luar negeri. Kebutuhan saat ini memang sedikit tapi jika program percepatan 10rb mw tahap I dan II sudah jalan, kebutuhan batubara PLN cukup banyak. Sedangkan kontrak batu bara juga cukup lama hingga puluhan tahun dan tidak bisa putus kontrak begitu saja. Jika hal seperti ini dibiarkan terus menerus bukan berarti sejarah terulang kembali. Pemangku kebijakan kita memang jarang belajar dari sejarah.

Haduh...koq jadi melantur gini. Ok, back to the right track. Perbicangan dengan Dirut Pusri berlanjut dengan rencana untuk pembangunan pabrik dekat pabrik gas. Sesuai dengan arahan dari Kementrian ESDM, untuk membangun pabrik dekat dengan sumber gas. Pusri holding siap membangun di papua dan donggi senoro.

"Tapi mana komitmennya juga belum ada. Kita gak mau bangun pabrik trus gasnya ga ada. Saya sering dimarahi BP Migas karena ngomong ke media kurang gas. Setelah saya berteriak baru BP Migas bilang aman," kata dirut Pusri.

Kasihan pak Dadang, padahal dia hanya berjuang untuk mendapatkan gas. Tapi kena semprot BP Migas lantaran terlalu banyak mengadu ke media. Mungkin keluhannya tidak ditanggapi oleh BP Migas makanya dia mengeluh kepada media. Sayapun sering menulis yang memojokkan BP Migas karena tak punya idealisme. Harga boleh bagus, menguntungkan untuk negara. Tp defisit gas akan berpengaruh kepada food security.

Usai wawancara, sayapun tak bertemu dengan teman-teman rombongan tadi. Kemudian saya dan bang R menunggu depan ruangan pertemuan. Sayapun membuka netbook pink dan mulai mentranskrip wawancara 41 menit itu. Hingga selesai mentranskrip, rombongan peninjau pabrik pupuk belum datang. Saya melihat karyawan BUMN lalu lalang dan ada beberapa mantan dirut BUMN yang berlalu lalang. Mobil mereka bagus-bagus. Wah, enaknya menjadi pejabat BUMN. Bukan rahasia umum jika pejabat BUMN gajinya lebih tinggi daripada pejabat pemerintahan. Apalagi banyak pejabat yang rangkap jabatan. Selain menjadi direksi ada yang merangkap menjadi komisaris. Bahkan, satu orang bisa memiliki jabatan komisaris di empat perusahaan.

"Feni, lu ke mana? Gw pikir lu eksklusif dengan PTPN VII," kata SS.

"Gw disini dari tadi. Abis ditinggal ama kalian. Kalian ke mana aja tadi,"

"Cuma lihat-lihat pabrik aja," jawab SS.

Setelah obrolan itu, kami mendoorstop PTPN VI. Ternyata, ada direksi PTPN yang cukup asyik untuk ditanyain. Secara gamblang, dia menjelaskan tentang rencana-rencana investasi. Ini yang gw suka!!! Sebagai pejabat publik, wajar jika masyarakat ingin tahu bagaimana sih sepak terjang BUMN. BUMN yang sarat akan muatan politis dan ladang korupsi itu menjadi sorotan masyarakat.

Kemudian saya makan dan segera mengikuti pers conference dengan bapak Deputi Agro. Saya ingat pertama kali pak Deputi Agro dengan rambut plontosnya seusai naik haji, saya katakan bahwa bapak deputi itu seperti Doraemon. Hehehe...
Konferensi pers selama 30 tahun itu tidak ada sedikitpun yang ngelit. Semuanya normatif. Dipaksa sengelit apapun itu, jawabannya selalu normatif.

Cukup aneh buat saya karena biasanya bapak Deputi itu selalu memberi saya data-data yang dibutuhkan seperti impor gula mulai dari kontrak, nilai realisasi hingga jumlah yang datang. Ada satu pernyataan yang cukup oke dari bapak Deputi itu terkait dengan tuduhan cpo indonesia yang tidak ramah lingkungan.

"Menanam CPO kan tidak melanggar hukum. Kami (BUMN Perkebunan) tidak menanam ganja kan?," kata Agus.

Ada-ada saja bapak deputi itu. Kami tidak menanam ganja. I think it's very good statement. Tuduhan dunia itu bukan murni lingkungan tapi karena soy bean milik negara-negara penuduh itu kalah pasaran dengan CPO Indonesia.

Tak lama kemudian, kami kembali ke jakarta. Oh My God, sudah jam 15.00 tapi saya belum sedikitpun menulis berita. Padahal jam 16.30 deadline harus kelar. Sulit menulis 3 berita panjang dalam waktu 1,5 jam. Kemudian saya putuskan untuk menulis setelah sampai di kantor Kementrian BUMN. Pukul 16.00 kami sampai di kantor Kementrian BUMN.

Damn, karena wifi tidak bisa conect. Terpaksa saya menggunakan fasilitas hp untuk mengirim berita. Butuh waktu lama bagi saya untuk membuat berita. Banyak gangguan yang menyebabkan sulitnya mengakses internet. Maaf ya bos, deadline hari itu telat.

Fatmawati
23 Maret 2010 (H-2 sebelum gajian).
01.00

3.13.2010

Deficit, Indonesia will be impor gas

It is very Ironic. Indonesia is one of country which have many oil and gas. However, according to the balance of gases that have completed the Department of Energy and Mineral Resources (ESDM), this year, Indonesia will become a gas deficit of 2543 million cubic feet per day (mmscfd). The existing supply could only meet 88.9% of the needs. As a result, Indonesia may have to import.

Based on the balance of gas is divided into 12 regions of Indonesia is Aceh, Sumatera Bagian Utara, Sumatera Bagian East and South, Part of West Java, Central Java Part, Part East Java, South Sulawesi Parts, Parts Central Sulawesi, Maluku Bagian Selatan, Papua and Riau Islands. Gas deficit is the biggest region III region, Indonesia Bagian Tengah is 274 mmscfd. Deficit is the second largest in the province of East Java Part 263 mmscfd. Only the South Sulawesi province and Sulawesi Tengah Bagian not experience a deficit of gas

Director General of Energy and Mineral Resources Oil and Gas Evita Herawati Legowo said, the deficit occurred because the production of natural gas gas field below. Other causes, a new gas field late in production.

In order to overcome the deficit of gas, "We will tighten the supply-demand mapping and prioritizing which ones come first. If you are still lacking, there is another alternative that is imported," added the Minister of Energy and Mineral Resources, Darwin Zahedy Saleh yesterday (10 / 3). According to Darwin, no matter if we have to import gas from domestic gas needs are met. Darwin confess that Indonesia to have conversations with the two countries related to the gas import policy. Both countries are Qatar and Nigeria.

But, at the same time the problem is many of Indonesia's natural gas exports. From Donggi Senoro gas field, for example, the government has set a 70% production will be exported. In fact, the field could produce 300 million cubic feet per day. He was a backup for this field should be 2.05 trillion cubic feet. Darwin said, the Government cannot cancel the contract of the current exports to be transferred in the country. Because normally, gas export contract lasted for 15, 20 and 25 years.

However, Director of PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Hendi Priyo Santoso said, options Impor gas in the short term difficult to implement. Because Indonesia has not yet converter technology liquid natural gas (LNG) to gas. So, we must wait for development of terminals that accept completed in 2012. "Impor-term strategy is secondary, need to wake up the terminal a bit," he said.

Chief Representative, General Chamber Commerce and Industry (Kadin) Hariadi sukamndani frustrated with government policy to ekspor gas. "During this national industry is always sacrificed," he said. For example, ceramic and fertilizer industries.

Related to supply gas for revitalization fertilizer factory, Evita hoped to build fertilizer factory factory close to the source gas. Because the proposed natural gas that can meet these needs are far from the factory location there is a steady supply of Papua has 200 mmscfd. Then, in Central Sulawesi has supply of 91 mmscfd. And 85 mmscfd CEPU blocks for the development of new factories in Gresik Petrochemical. Meanwhile, to meet the fertilizer factory in Aceh, there will be supply of 120 mmscfd of Block A, Aceh began in 2012.

BP Migas committed to satisfy the gas for domestic factories, especially for fertilizer, electricity and industry. However, on the other hand BP Migas strive to fulfill the needs of appropriate gas contract commitments that have been agreed. "It is expected that the utilization of gas to fulfill domestic needs will increase significantly after 2010," said the head of Community Relations, BPMIGAS, Sulistya Hastuti.

According to Sulis, after the year 2010 commitment ekspor gas from abroad decreased. In addition, the supporting infrastructure, gas transmission and distribution in Indonesia from arousal. BPMIGAS also support development programs receiving terminal liquid natural gas (LNG) by Konsorsium of Company of electricity Indonesia (PLN), Perusahaan Gas Negara (PGN), and Pertamina. The existence of the LNG receiving terminal will facilitate the distribution of gas from the area that experienced a surplus of gas.

During the year 2009, The supply of gas for fertilizer industry reached 654 billion British thermal units per day (BBTUD) and to kelistrikan of 783.5 BBTUD. To fulfill the needs of industry have been supplied 1279.2 BBTUD through sales of gas to PGN and direct to industry, while exploitation of gas processed into LPG of 216.1 BBTUD.

Fitri Nur Arifenie

siap untuk jatuh cinta lagi

Letih rasanya setelah dua hari menghabiskan liburan outbond bersama teman-teman kantor dan satu hari satu malam menjaga keponakan di RS. Pulang dari RS, tidak langsung kembali ke kos tetapi ke rumah sepupu di Bekasi. Karena semua orang ada di RS, saya menawarkan diri untuk menjaga rumah.

Malam itu, saya tidur di kamar keponakan saya yang sedang dirawat. Kamarnya memang cantik, sepupu saya sengaja mendesign sesuai dengan karakter keponakan perempuan saya. Warna dindingnya pink dan biru. Di dinding terdapat wallpaper tokoh kartun seperti Micky Mouse, piglet, ikan, gurita dan kura2. Sementara di langit2 kamar terdapat bintang-bintang dan bulan yang bisa menyala ketika lampu dimatikan.

Meski kondisi kamar yang nyaman, kasur yang empuk (tidak seperti kasur di kosan), ruangan kamar ber-AC (tidak seperti di kos yang menggunakan kipas angin), namun saya tidak bisa tidur. Saya gelisah karena terus teringat pada seseorang. Lebih tepatnya seorang laki-laki. Seseorang yang selama beberapa waktu putus komunikasi dan kami mulai berkomunikasi lagi.

Seseorang itu dekat dengan saya sebelum kami putus komunikasi. Ketika itu, saya merasa nyaman bersama dengan dia. Saya merasa, dia adalah orang yang bisa mengerti sikap keras kepala saya. Dan dia adalah orang yang cerdas. Tapi, ketika berada di dekatnya, saya tidak merasakan jantung saya berdetak cepat. Saya tidak merasa salah tingkah di depannya. Bahkan saya bisa bersikap apa adanya di depannya. Berbeda halnya dengan ketika saya berhadapan dengan "Hamburger", seseorang yang ada di hati saya selama 3 tahun terakhir. Hamburger adalah seseorang yang saya puja dan takseorangpun bisa menggantikannya. Di depan Hamburger, saya selalu menjadi orang lain. Kini, Hamburger adalah sosok masa lalu saya.

Meski kami dekat, tapi tak sepatah katapun ada kata cinta darinya. Diapun tahu bahwa saya jatuh cinta dengan Hamburger dan dia mendukung saya. Kemudian sesuatupun terjadi. Saya sibuk dengan pekerjaan yang membuat saya setengah gila. Saya juga mengalami kegagalan dengan Hamburger. Dan saya terbakar api cemburu mendengar dia sedang dekat dengan wanita lain.

Tanpa bertanya, saya putuskan komunikasi dengan dia. Saya lebih memilih untuk fokus kepada pekerjaan. Ketika saya menjauh, dia terus saja mendekat. Semakin dia mendekat, semakin saya berlari jauh. Hingga akhirnya dia lelah untuk mengejar.

Kesamaan profesi membuat kami beberapa kali bertemu di tempat liputan. Sayang, kemarahan saya padanya membuat saya mengacuhkan dia. Padahal dia berusaha untuk menyapa saya. Itulah kebodohan yang saya sesali karena tak seharusnya melakukan hal itu kepadanya.

Saya tak tahu mengapa saya begitu marah kepadanya. Padahal, saya juga larut dalam kesedihan atas kegagalan saya dengan Hamburger. Lantas, saya jatuh cinta pada siapa? Entahlah....

Tak ada angin, tak ada hujan. Ia hadir dalam mimpi saya. Dalam mimpi saya, saya sedang menikmati pemandangan memandang laut bersamanya. Tak ada sepatah katapun, hanya saya dan dia bergandengantangan. Rasanya damai sekali. Ketika bangun, saya hanya menganggapnya angin lalu.

Esoknya, saya bermimpi lagi tentang dia. Kali ini, dalam mimpi saya, saya sedang membuka kertas gulungan seperti ketika membuka nomor arisan. Saya buka, saya kaget ketika muncul namanya. Kemudian saya baca dan wusshhh seperti jin botol, dia tiba-tiba muncul di hadapan saya.

Sejak mimpi kedua itulah, saya jadi bertanya-tanya. Rasa penasaran masih menghantui saya. Teman saya memberi usul untuk menjalin komunikasi lagi untuk menghilangkan rasa penasaran saya. Awalnya, saya menolak karena saya masih marah dengan dia. Kata-kata teman saya yang kemudian menampar saya dan merubah pikiran saya.

"Memang kamu siapa-nya sampai harus marah. Wajar jika dia dekat dengan orang lain karena dia juga masih mencari. Kamu yang memutuskan komunikasi, maka kamu juga yang memulai," kata teman saya.

Butuh waktu lama bagi saya untuk memulai percakapan kembali. Saya bingung apa yang harus saya lakukan. Mengirim pesan singkat juga terasa aneh. Kalaupun harus menelfon, masih terasa berat. Kemudian, saya beranikan diri untuk menelfon.

Ada perasaan tenang dan nyaman ketika mengobrol dengannya. Bahkan, suasana cukup cair seolah-olah tak pernah ada putus komunikasi. Senang rasanya ketika dia memperhatikan saya sudah makan atau belum. Dia juga tidak lupa terhadap saya meski jarang komunikasi.Tak terasa satu jam lebih saya habiskan mengobrol di telfon. Dan malam ini, saya mengingatnya lagi.

Selalu ada perbedaan diantara kami, tapi entah kenapa saya tak keberatan dengan perbedaan tersebut. Dia suka sekali dengan daging kambing, sedangkan saya tidak bisa makan daging kambing karena memang taksuka. Dia suka sekali merengek, dan saya suka mengingatkannya untuk tak mengeluh lagi dalam kehidupan.

Saya takpeduli jika harus bertepuk sebelah tangan. Saya tak tahu apakah saya menyukainya atau tidak. Saya bisa bertahan walaupun nanti tak sesuai dengan keadaan. Karena bukan rasa ingin memiliki yang ingin saya punya. Saya ingin punya rasa mencinta lagi kepada orang lain selain Hamburger. Dia bisa membuat saya sadar bahwa masih banyak laki-laki yang bisa saya cinta. Dulu, mungkin saya akan mengatakan tak ada laki-laki lain selain Hamburger. Tapi, kini saya katakan dengan mantap bahwa saya siap untuk jatuh cinta lagi.

Untuk kali ini, saya ingin cinta apa adanya, cinta karena kepribadian dan bukan cinta karena fisik.

28 Februari 2010
Pondok Mitra Lestari
Jatiasih, Bekasi
22.46 WIB

KBUMN

Menyambung cerita teman baik saya yang suka sekali buah strawberry, di KBUMN saya banyak belajar. Mulai dari ilmu, kesederhanaan, dan kelucuan. Pertama kali menginjakkan kaki di KBUMN, sembilan bulan lalu menurut saya pos ini sungguh tidak asyik. Karena ketika itu saya hanya menyetor satu berita. Itupun bukan untuk desk saya melainkan desk investasi.

Banyak hal sebenarnya tentang BUMN yang bisa dipelajari. BUMN itu bisa maju seandainya BUMN itu benar-benar menerapkan GCG. Sumber Daya Manusia diperbaiki dan tak ada lagi KKN. Karenha saya menyadari bahwa KBUMN itu masih banyak raja-raja kecil yang ingin menyalahgunakan uang rakyat dari hasil pajak.

Ketika saya bertugas untuk pertama kalinya, menterinya masih dipegang oleh Sofyan Djalil. Kami biasa memanggilnya dengan sebutan nama babe. Sebutan akrab kami yang biasa kami gunakan khusus untuk dia. Memang, babe itu orangnya sederhana dan oke dalam menjawab sehingga tiap kali omongannya bisa menjadi lit berita. Tapi diantara sikapnya, yang saya kagumi adalah senyuman dan keramahannya. Ia selalu bersikap senyum kepada siapa saja tak terkecuali wartawan.

Semua orang yang ngepos di BUMN, mungkin merasa kehilangan ketika SBY tidak lagi mempercayakan kedudukan menteri BUMN padanya. Sayang, padahal dengan BUMN dipegangnya, BUMN makin lama menuju ke arah yang baik. Yah, siapapun penggantinya, kami berharap kinerjanya lebih bagus daripada babe supaya BUMN itu maju, tak lagi ada BUMN rugi.

Saya ingat terakhir kali ketika babe untuk terakhir kalinya ngantor di KBUMN, dia sempat mampir menengok presrum dan menangkap basah teman-teman yang sedang asyik merokok. Kemudian, kami mengantarkan babe ke mobilnya dan tiba-tiba muncul rasa sedih. Saya ingat dengan baik, ketika itu dia sudah berjalan menuju mobil, kemudian dia berhenti karena kami memanggil dan dia berjalan ke arah kami sambil bertanya, "ada apa, apa yang mau ditanyakan?" kata dia. Saya juga ingat ketika dia membuka kaca mobilnya dan memberikan waktu kepada kami untuk wawancara dan menyuruh sopirnya supaya jangan jalan lebih dulu. Saya juga ingat ketika mengikuti RDP bersama dengan DPR hingga jam 1 malam, meski lelah, babe masih menyempatkan waktu untuk wawancara. Saya percaya, bukan karena dia narsis, tapi karena dia menghargai kami yang menunggui RDP itu hingga pagi buta.

Empat bulan kemudian, saya dirolling ke desk bisnis. Sedih rasanya karena harus meninggalkan teman-teman di BUMN. Kemudian saya ditempatkan di ESDM. Kebetulan kantor ESDM dekat dengan BUMN sehingga saya seringkali main ke BUMN. Namun, kemudian karena desk nasional tidak lagi menempatkan orang di BUMN, saya dengan inisiatif mencoba mencari berita juga. Karena di desk bisnis, saya mencari dari sudut pandang bisnis. Selama banyak BUMN belum tbk, maka banyak peluang BUMN untuk digarap.

Hal yang tak dapat dilupakan adalah bagaimana ketika kami bercanda. Salah satu cara menghilangkan stres di tengah deadline. Meski, kami berteman tapi profesional dalam berita.

Mulai dari peristiwa hilangnya sepatu hingga foto-foto jahil. Bahkan menyembunyikan sepatu dari yang muda hingga tua (mba nani) juga ikut kena getahnya. Sebenarnya, bukan saya yang mengawali foto-foto jahil. Namun, ketika untuk pertama kalinya saya mengambil foto lucu kang Syahid, saya ketagihan mengambil foto yang lainnya. Mulai dari Angga, Vega, mas Eko hingga Erna. Bahkan foto abah dan angga seolah-olah sepasang kekasih juga bisa diambil. tapi untuk foto sepasang kekasih, vega dan mas eko-lah yang menjadi pemenangnya.

Awalnya, artis solo KBUMN adalah kang Syahid tapi kemudian artis itu berpindah kepada Erna. Maaf Erna, toh foto pertama itu yang menjadikanmu artis bukan diriku yang mengambil. Hehehe.

Untuk makanan, karena kantin BUMN tutup pada sore, selepas magrib kami semua memesan makanan hoka-hoka bento. Satu paket 13ribu, cukup murah untuk sebuah menu. Tapi lama-lama bosan, menu beralih mulai dari mencoba bakmi GM yang mahalnya minta ampun (ckp sekali pesan), tony jack sarinah (yg jelas tdk akan dipesan lagi karena rasanya), Mcdonald (alternatif pengganti kfc yg lama) dan KFC. Pilihan-pun jatuh kepada KFC. Untuk menghemat, kami selalu pesan paket dengan dua ayam dan dua nasi. Erna dan saya dengan menu favorit hot black paper, Vega dengan menu apa aja kecuali original, atau Angga yang menyukai ayam original dan Abah yang menu apa aja asalkan sama dengan Angga (dari beberapa kali pesan, selalu saja abah berpasangan dengan angga).

Sejak mas mbeng-beng kehilangan sepatu kulitnya, kami-pun lebih berhati-hati dalam menjaga barang di persrum. Kemudian, ada beberapa peristiwa kejadian demo. Lebih dari sekali, persrum dijadikan tempat untuk menampung sumbang saran bahkan bang roike pernah diculik oleh pendemo tersebut (hehehe...lebay). Bahkan, karena demopun, RUPS PLN akhirnya tertunda beberapa waktu dan saya harus masuk lewat pintu masuk lain (lewat Danareksa).

Yang paling dibutuhkan saat ini adalah mba rieka. Karena dia berhasil mengusir asap-asap itu pergi dan memaksa para pria itu untuk merokok di ruangan merokok. Hanya perintah mba rieka yang dipatuhi oleh mereka. Saya teriak hingga tenggorokan putus-pun tak akan digubris oleh mereka.

Tapi, personil satu persatupun ikut berganti. Janesti yang doyan berbahasa Jawa dirolling kemudian Erna yang diganti dengan Johanna. Kemudian Direktur Kesehatan, Yohanna memutuskan keluar dari kantornya dan pindah ke perusahaan PR. Namun, bukan berarti KBUMN tidak rame, KBUMN masih rame seperti biasanya. Masih ada trio kwek-kwek yang siap meramaikan suasana. ada bang roike, kang syahid, dan angga. Kemudian masih ada abah yang tiba-tiba muncul dan tiba-tiba hilang dari presrum (udah kaya makhluk yang dilihat abah...hehehe). Ada juga Janeman yang datang tak diundang dan pulang tak dijemput. Semua kekonyolan itu menjadikan KBUMN bikin hidup lebih hidup.

2.12.2010

Lega

Senin (08/02), untuk pertama kalinya saya piket reksadana setelah berubah status menjadi pegawai tetap. Piket reksdana tidaklah sulit, hanya dibutuhkan kesabaran dan ketelitian. Akibatnya, saya pulang malam dan terpaksa menggunakan taxi untuk mengantar saya hingga sampai di kos karena bussway sudah tidak ada lagi.

"Selamat malam ibu, mau kemana arah tujuan kita?" tanya sopir taxi.

"Fatmawati lewat terogong, arteri jalan lurus," jawabku.

Belum lama saya menutup pintu taxi, tak lama hp saya berbunyi. Ah, ternyata ini nomor ibu saya yang menelpon. Mungkin, ibu saya ingin sekedar mengobrol ataukah ingin menanyakan kenapa smsnya tidak dibalas. Sejenak saya ragu untuk mengangkat telpon tersebut karena saya tahu kenapa topik itu akan berujung.

Namun, pada akhirnya saya menerima panggilan tersebut. Ternyata suara di seberang adalah adik bungsu saya yang masih kelas 1 SMU. Dia meminjam hp ibu saya karena pulsanya habis. Kemudian kami mengobrol. Adik saya menceritakan tentang kehidupan sekolahnya dan kesibukannya di mading sekolah. Ia juga bercerita berniat untuk mengikuti lomba mading yang diadakan deteksi, salah satu rubrik dalam koran Jawa Pos. Sebelumnya, ia memang pernah terlibat aktif dalam rubrik deteksi lewat sekolahnya.

Selama beberapa waktu, saya lega karena bukan ibu saya dan tidak ada topik tentang pernikahan. Sayang, tak lama kemudian, dia memberikan telepon itu kepada ibu saya dengan alasan ia ingin sholat isya. Ingin rasanya saya menutup sambungan telepon itu, tapi saya batalkan karena mendengarkan kegembiraan dalam nada bicara ibu saya.

Tidak banyak yang kami bicarakan, hanya pertanyaan tentang aktivitas hari ini dan alasan pulang larut malam. Yah, saya hanya katakan apa yang terjadi hari ini, bahwa saya sibuk di dpr komisi 6 sehingga tak membalas smsnya. Saya juga mengaku bahwa saya lupa dengan wajah paman saya yang katanya anggota DPR Komisi 6, dan saya tidak menemukannya. Namanya, memang ada dalam daftar nama anggota DPR Komisi 6 tapi jujur saya lupa yang mana paman saya.

Saya lega, karena obrolan sepanjang simprug hingga fatmawati tidak ada pertanyaan kapan menikah. Mungkin ibu saya sudah menyerah dengan argumen yang saya lontarkan. Saya juga lega, karena ibu saya tidak menegur karena lupa wajah paman saya. Saya sungguh lega ketika ibu saya tidak mulai mengomel ketika saya katakan saya baru saja pulang.

Tampaknya ibu saya sudah mengerti dan menerima profesi yang saya pilih. Bahkan ibu saya juga tidak memaksa saya untuk mengikuti tes CPNS. Kali ini, bukan saya yang mengibarkan bendera putih, melainkan ibu saya.

"Memaksamu juga tidak ada gunanya. Kamu keras kepala dan dari dulu kalau sudah memiliki kemauan, sulit untuk dilawan. Yang penting, ibu sudah melihat bahwa kamu bisa mempertanggungjawabkan pilihan itu. Ibu cuma bisa mendoakan semoga anak-anaknya sukses. Hati-hati dalam menjalankan semuanya, jangan lupa berdoa dan sholat lima waktu," itulah perkataan ibu saya yang sekali lagi merupakan bukti bahwa kasih sayang orang tua tak terhingga.

Mendengar itu, hati saya Lega. Lega bukan karena saya bisa memenangkan pertarungan itu tapi lebih karena apa yang saya jalani saat ini sudah mendapat restu dari orang tua. Restu yang sebelumnya sulit untuk diperoleh.

Setelah berbicara dengan ibu saya, ganti ayah saya yang ingin mengobrol. Tanpa tedeng aling-aling, ia langsung menyuruh saya untuk membawa motor karena khawatir dengan saya dalam taxi takut terkena tindak kejahatan.

"Motor dari mana? Belum mampu untuk mencicil atau membeli motor,".

Sekali lagi, ayah saya menawarkan masih ada satu motor di rumah yang tidak terlalu terpakai. Motor itu adalah motor yang saya pakai ketika kuliah. Dan sekali lagi saya menolak bantuan dari ayah saya. Karena saya sudah bisa hidup mandiri dan berusaha sebisa mungkin tidak menerima subsidi oleh orang tua dalam bentuk apapun. Malu dong, sudah memiliki penghasilan tetapi masih bergantung dan memanfaatkan fasilitas yang diberikan orang tua.

Lama kami berdebat tentang motor. Ayah saya memberikan kelebihan menggunakan motor ketimbang angkutan umum. Memang saya akui, lebih enak menggunakan motor tapi ini persoalan prinsip. Saya katakan kepada ayah saya bahwa, prinsip saya untuk hidup mandiri. Lagipula motor belum naik statusnya menjadi kebutuhan primer saya. Bukannya saya sombong dan tidak mau menerima pemberian orang tua, tetapi saya sudah pernah merasakan nikmatnya fasilitas-fasilitas yang diberikan orang tua saya semasa saya kuliah. Kini, saatnya saya untuk hidup mandiri.

Kemudian saya mengganti pembicaraan dengan topik PLN. Dan pengalihan itu berhasil. Saya lega karena tidak ada perdebatan dan ribut soal motor. Saya lega ketika ayah saya tidak mengungkit-ungkit tentang motor itu dan mengkaitkannya dengan pulang larut malam.

Hari itu, benar-benar hari yang melegakan untuk saya. Lega, karena pada akhirnya, keluarga saya mendukung dengan apa yang saya jalani. Lega, karena pada akhirnya saya membuktikan kepada orang tua saya bahwa saya juga bisa mengambil jalan saya sendiri walaupun bertentangan dengan kedua orang tua. Dan lega, karena orang tua saya sudah memaafkan jiwa pemberontak saya.

Sejak SMA saya sudah melawan arus dengan orang tua. Ketika SMA, saya sengaja memilih IPS dan bukan IPA sesuai keinginan orang tua yang ingin saya menjadi dokter. Kemudian, menginjak kuliah, saya memilih jurusan HI, sedangkan orang tua saya ingin saya mengambil ekonomi. Dan ketika kerja, saya memilih profesi wartawan sedangkan orang tua ingin saya menjadi pegawai negeri dan karyawan PLN. Saya sangat lega karena pilihan yang saya ambil sesuai hati saya sejauh ini tidak terlalu membawa dampak buruk. Kalaupun ada sesuatu yang salah, saya anggap itu sebagai pembelajaran dan proses untuk menuju kebenaran.

2.05.2010

Love my camphus so much

Pertemuan singkat dengan teman kuliah beberapa hari lalu membawa saya kepada kenangan 7 tahun lalu saat pertama kali saya menginjakkan kaki di Universitas Jember. Meski sebentar, tetapi sedikit bisa mengobati rasa kangen saya. Karena bagaimanapun, mereka yang menemani saya selama 4 tahun.

Senang rasanya mendengar cerita teman-teman bahwa semuanya sudah meraih sukses dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang menjadi reporter sebuah tv swasta, ada yang bekerja di bank baik bank bumn maupun bank swasta besar lainnya, bahkan ada seorang teman yang mencoba mencari peruntungannya di dunia hiburan dengan cara casting di sana-sini. Bahkan banyak dari mereka yang melanjutkan sekolah S-2. Yah, apapun bentuk kerja keras mereka, saya berdoa semoga kesuksesan selalu menimpa mereka.

Saya sendiri cukup bersyukur dengan apa yang saya jalani saat ini. Meskipun, apa yang saya jalani jauh dari mimpi dan idealisme saya ketika masa kuliah. Menginjakkan kaki di kampus Fisip Unej, tekad saya cukup besar waktu itu untuk menjadi diplomat. Tapi, Tuhan belum memberikan jalan itu kepada saya. Masuk dan mengikuti tes Departemen Luar Negeri cukup sulit, sudah dua kali tes saya jalani, tapi dua kali kegagalan menimpa saya.

Selain kenangan teman-teman satu kelas, satu kampus. Kenangan lain yang saya rindukan adalah kenangan bersama teman-teman satu gank saya. Kami berdelapan, 4 cowok dan 4 cewek dengan jurusan yang berbeda-beda sering menghabiskan waktu bersama. Perkenalan pertama terjadi ketika masa-masa penataran. Dan itu terus berlanjut hingga akhir semester. Namun, masalah itu datang ketika salah seorang diantara kami jatuh cinta pada salah seorang lainnya. Apalagi ketika cinta itu bertepuk sebelah tangan. Belakangan, saya mengetahui alasan bertepuk sebelah tangan tersebut. Karena salah seorang itu jatuh cinta kepada saya. Persahabatan yang tadinya erat mulai retak karena cinta.

Apakah memang benar, laki-laki dan perempuan tidak bisa bersahabat? Saya tidak tahu persis. Karena saya juga memiliki dua sahabat laki-laki sejak SMU tapi tak ada cinta diantara kami. Namun, saya juga mempunyai sahabat laki-laki sejak SMP yang jatuh cinta kepada saya. Saat ini, saya masih berhubungan baik dengan sahabat SMU saya. Tapi tidak dengan sahabat SMP saya. Aggghhhh....karena itulah saya benci ketika ada cinta dalam persahabatan. Karena itu akan merusak segalanya.

Diantara ke-tujuh orang tersebut, saya sangat dekat dengan mama dan wika. Saya memanggilnya dengan sebutan nama mama karena dia cukup bijaksana. Kami bertiga selalu pergi bersama, kecuali ketika berkencan. Saya sangat merindukan mereka berdua. Lucunya, pernah ada yang mengira bahwa kami bertiga adalah lesbian. Bertambah lucu ketika, orang yang mengira kami adalah lesbian, kemudian menjadi pacar saya yang sekarang sudah menjadi mantan.

Kami bertiga saling mendukung satu sama lain. Bahkan ketika sama-sama skripsi kami saling membantu. Suatu ketika pernah muncul masalah yang cukup besar yang menimpa salah satu diantara kami, tapi kami bertiga masih berdiri berdampingan untuk memberi dukungan. Kami bertiga, saling memberikan bahu ketika ada yang menangis. Dan kami bertiga saling mengingatkan jika ada yang berbuat salah.

Saya merindukan itu semua, saya merindukan bahu mereka, saya merindukan canda tawa mereka. Saya merindukan saat-saat kami hunting makanan baru. Dan saya rindu berjalan-jalan dengan mereka. Sekarang, mereka sudah menikah dan punya kehidupan masing-masing. Tentunya, mereka sudah tidak sebebas dulu untuk saling berbagi dalam senang dan duka.

Satu orang lagi yang saya rindukan adalah sahabat saya satu kelas di kampus. Beberapa teman kami menyebut kami berdua adalah kembar dempet. Karena dimanapun ada saya, selalu ada eka, sahabat saya itu. Dan apakah kebetulan atau memang jodoh, kami berdua satu kelompok KKN. Padahal pemilihan kelompok KKN dipilih secara acak. Entah kenapa, diantara semua teman dan sahabat saya, Eka yang paling saya rindukan. Saat-saat senang dan sedih kami lalui bersama. Saat ketika saya mendampinginya dari ayahnya yang masuk RS hingga meninggal dunia. Sedikit darah saya tidak bisa membantu ayahnya untuk bertahan hidup.

Yang membuat saya sedih, saya lulus dan pergi dari Jember. Kemudian merantau di Jakarta. Tapi dia masih sibuk mengerjakan skripsi. Skripsi yang selama dua tahun belakangan belum kelar dia jalani. Saya sedih karena dia menolak bantuan saya untuk membantunya mengerjakan skripsi. Padahal, ketika saya skripsi, dia juga membantu saya. Kami mengambil kelas kuliah bersama, mengambil seminar pada semester yang sama dan mengerjakan skripsi pada saat yang bersamaan. Alasannya, dia tidak ingin mengganggu saya yang sedang berusaha untuk mencoba menata karir. Dialah eka, sahabat terbaik saya. Saya berharap dia bisa sembuh dari luka hatinya. Saya berharap dia bisa segera bangkit dari keterpurukan akibat ditinggalkan.

Kampus, memang tempat yang menyenangkan. Banyak kenangan-kenangan yang saya jalani semua. Dan saya ingin mengulang kenangan itu lagi. Kampus, tempat untuk menciptakan mimpi dan meraih mimpi.