3.23.2010

keriuhan di hari senin

"Fen, udah siang. Katanya mau berangkat pagi. Cepetan mandi kalau gak mau telat. Alarmmu udah bunyi dari tadi tuh," kata M, teman sekamar saya.

Aduh...!!! Waktu udah menunjukkan jam 5.45 pagi padahal hari ini saya harus ikut kunjungan ke pupuk kujang, cikampek dan pukul 7.30 harus sudah ada di kementrian BUMN untuk berangkat bersama. Jarak kantor BUMN dengan kosan saya lumayan cukup jauh membuat saya harus menyediakan waktu 1 hingga 1,5 jam untuk di perjalanan. Dengan langkah terburu-buru saya ke kamar mandi.

Celingak celinguk, keluar kamar ternyata masih sepi. Pasti anak-anak kos yang lain masih tidur. Maklum, mereka semua adalah pekerja kantor dengan jadwal jam kerja tetap apalagi kantor mereka cukup dekat dan tidak membutuhkan waktu lama. Sehingga, keriuhan di kos saya baru terjadi pada pukul 07.00.

Sampai di kamar mandi, ouh ternyata air di kamar mandi hanya tinggal separuh. Dan semalam, lupa menyalakan air untuk mengisi bak kamar mandi. Selain itu, tandon tempat penampungan air juga tidak diisi. Alhasil kran air menyala dengan kecil. Dan sayapun mandi dengan air seadanya. "Damn, kayaknya salah hari. Atau harus mandi kembang untuk menghilangkan kesialan,". batin saya.

"Buruan Fen kalo mau bareng," kata M.

Pagi itu, M memang ada liputan pagi karena pukul 07.00 salah seorang mantan anggota DPR yang meninggal dunia disemayamkan di DPR. M memiliki profesi yang sama dengan saya. Bedanya, M lebih ke politik sedangkan saya cenderung kepada ekonomi. M bekerja di online dan saya di media cetak.

"Sabar, iya niy aku cepet-cepet. Ini kan masih pagi belum macet," kataku.

"abis nungguin kamu dandan itu lama. Jam 7.00 aku harus udah di DPR," jawab M.

"Okay, give me 5 minutes," kataku.

Saya tidak tahu berangkat dari kos jam berapa. Yang saya tahu, saya sampai di kementrian BUMN pukul 07.15. Ternyata cepat juga perjalanan saya ke kantor kementrian BUMN. Memang pagi itu, jalanan tidak terlalu macet. Padahal saya memilih menggunakan kopaja 19 ketimbang bussway. Karena saya berpikir pada jam-jam seperti itu banyak orang mengantri di halte bussway blok M. Antrian panjangnya melebihi antrian untuk mendapatkan minyak tanah. Jalanan sepanjang Sudirman-Thamrin juga tidak terlalu macet, kopaja 19 yang lumayan penuh membuat perjalanan saya cukup lancar.

Saya kira, saya terlambat. Namun, justru saya adalah orang kedua yang datang. Orang pertama adalah bang R, wartawan KB Antara. Kemudian di susul mas F, BUMN Track. Dan kemudian banyak orang berkumpul. Hingga kami harus menunggu salah satu teman yakni SS yang terjebak macet di Pramuka. Jadwal yang seharusnya berangkat pukul 07.30 molor menjadi pukul 08.20.

Kemudian bis segera ke cikampek. Namun sebelumnya harus menjemput tiga orang teman yang sudah menunggu di stasiun Cawang (depan menara saidah) sejak pukul 07.30. Mereka bertiga cukup kompak menggunakan masker sambil melambaikan tangan memberikan tanda. Lambaian mereka seperti para pengungsi yang menunggu untuk diselamatkan oleh petugas SAR. Hehehe...maaf ya tapi itu yang ada di dalam bayangan saya. Bus yang kami tumpangi berhenti sebentar untuk menjemput mereka.

"Kalian lama sekali. Kami sudah berdebu dan kepanasan nih menunggu kalian," kata NA, wartawan dari Jakarta Post sambil melepas masker.

Tak jauh dari stasiun Cawang, bus yang kami tumpangi berhenti di depan Indomobil untuk menjemput salah seorang rekan dari Republika. Selanjutnya kami menuju pabrik pupuk kujang. Sepanjang perjalanan, kami bercanda. Yah, itulah kenapa saya merasa awet muda karena ketika bersama anak BUMN, canda tawa dan kegokilan selalu aja ada.

Perjalanan ini merupakan perjalanan kedua. Perjalanan pertama ketika peresmian granula NPK beberapa waktu lalu. Sampai di pabrik pupuk Kujang, hp saya berbunyi. Ternyata sms dari bos untuk listing. Saya lihat pukul 10.13.

Alamak...makin pagi saja saya dilisting. Saya balas sms bos saya bahwa belum ada berita karena memang kami baru sampai. Di TKP saya melihat banyak direksi BUMN bidang agro industri, kertas, percetakan dan penerbitan. Sayapun kemudian sudah menyiapkan kira-kira direksi mana saja yang berprospek untuk dijadikan berita.

Salah satu target utama saya adalah dirut Bulog, dirut PTPN dan dirut pupuk. Jadi teringat perkataan salah seorang kawan, "Kalo feni pasti nanya soal pupuk, minyak goreng dan gula," hahaha...tapi memang itu topik yang menurut saya penting. Karena menyangkut masyarakat banyak. Selain listrik, ketiga topik itulah yang saya suka.

Selanjutnya bisa saya katakan adalah hari yang sibuk. Celingak Celinguk melihat kanan kiri. Ada target yang oke, yaitu dirut PTPN VII. Kemudian saya dekati dan memperkenalkan diri sambil menyodorkan pertanyaan. Dengan malas-malasan sang Dirutpun menjawab pertanyaan.

"Itu kan sudah banyak dibahas di koran. Saya kira, kalian lebih tahu daripada saya," kata sang dirut ngeles.

Penyakit...!!! Dirut PTPN memang terkenal sedikit pelit memberikan statement. Mereka hanya akan bicara jika berkaitan dengan hal-hal yang bagus. Aneh, kalau saya lebih tau daripada bapak dirut itu, untuk apa ia digaji tinggi dan menduduki posisi dirut. Sedikit sewot, dengan sikap bapak dirut itu. Tapi saya tak lupa mengucapkan terima kasih karena bersedia menjawab pertanyaan walaupun dengan angin lalu.

Kemudian saya masuk kembali ke ruangan, ternyata para dirut tersebut sudah beramai-ramai mengunjungi pabrik dengan menggunakan bis. Maklum dari tempat pertemuan ke pabrik lumayan jauh. Saya lihat masih ada dirut Bulog. Sayapun mendekatinya. Pak Soetarto cukup baik dan dia sangat memperhatikan para petani, sejak dia menjabat sebagai Dirjen Tanaman Pangan hingga dirut Bulog, dia adalah orang yang cukup ramah untuk diwawancarai. Dia juga cerdas, ketika menjadi dirjen tanaman pangan, surplus beras adalah prestasinya. Ia juga sempat diisukan menjadi kandidat kuat menteri pertanian, Anton Apriyantono.

Ada sebuah penyataan yang cukup menjadi perhatian saya. Pernyataan tersebut adalah:

"Image masyarakat itu harus diubah. Harga kedelai memang lebih mahal daripada beras. Idealnya harga kedelai 1,5 kali lebih mahal daripada harga beras krn resikonya juga cukup tinggi. Kalau petani tidak mendapatkan harga yang layak mereka akan malas menanam. Petani itu harus diberi insentif. Harga kedelai saat ini ckp rendah. Kasihan petani kalau keuntungannya kecil. Mereka pasti selamanya akan miskin. Beli pulsa, Nexian saja mampu masa kedelai naik sedikit sudah teriak. Tempe mahal sedikit sudah resah,".

Kalau begitu, mulai hari ini saya akan berikan pengertian kepada ibu saya bahwa jangan mengeluh ketika harga tempe mahal daripada beras. Karena kasihan petani juga, kalau tidak ada yang menanam masa harus mengimpor terus. Dan memang sudah seharusnya tempe lebih mahal daripada beras. I will say, "stop complain Mom..it's for helping our farmer. Kalau petani susah dan tidak ada yang mau jadi petani siapa yang akan menggarap lahan. Masa semuanya hanya konsumen tanpa ada produsen, kita seharusnya berterima kasih kepada petani dengan memberikan upah yang layak,".

Percakapan 16 menit dengan Dirut Bulog membawa pengetahuan baru untuk saya. Mulai dari kedelai, beras hingga gula. Percakapan itu cukup mengobati kerinduan saya menulis soal komoditas tersebut karena belakangan, saya selalu menulis soal energi. Bahkan, saya juga merindukan mampir ke kantor dirjen tanaman pangan dan disuguhi makanan ubi, jagung, pisang dan kacang-kacangan. Cemilan tradisional yang membuat saya bergairah untuk melahapnya.

Setelah selesai dengan pak Soetarto, saya keluar ruangan dan mencari rombongan lain. Ternyata saya ditinggal untuk mengunjungi lokasi pabrik pupuk. Tak apalah, sebelumnya saya sudah pernah ke sana. Kemudian saya masuk ke ruangan itu dan mata saya tertuju kepada dirut pusri holding. Saya sering menelpon dan mensms bapak dirut yang resah akan pasokan gas itu. Namun, jarang sekali kami bertemu. Kesempatan inipun tak saya sia-siakan.

"Siang pak Dadang. Maaf pak menganggu, tapi boleh ngobrol sebentar. Saya mau bertanya tentang sesuatu. Sedikit saja pak," cerocos saya.

"haha...tampaknya kalian tidak bisa tidak wawancara lihat saya. Pertanyaannya sedikit tetapi jawabannya banyak," kata pak Dirut sambil bergurau.

Benar saja, karena kami mengobrol cukup lama. Saya melihat perekam, ternyata sudah 18 menit. Itupun banyak yang saya potong. Obrolan masih seputar pasokan gas. Persoalan gas adalah persoalan klasik yang mengahantui pabrik pupuk. Tiap tahun, persoalannya sama. Apalagi Indonesia defisit gas. Semua pasokan gas sudah dijual. Ibaratnya, seseorang memiliki gas LPG sebagai bahan bakar untuk memasak nasi. Namun, ia lebih memilih untuk menjual gas LPG karena harga yang cukup mahal sedangkan ia memilih untuk kelaparan.

Salah kaprah kebijakan sejak awal. Kali ini gas, mungkin beberapa tahun mendatang batu bara. Karena banyak batu bara yang diekspor ke luar negeri. Kebutuhan saat ini memang sedikit tapi jika program percepatan 10rb mw tahap I dan II sudah jalan, kebutuhan batubara PLN cukup banyak. Sedangkan kontrak batu bara juga cukup lama hingga puluhan tahun dan tidak bisa putus kontrak begitu saja. Jika hal seperti ini dibiarkan terus menerus bukan berarti sejarah terulang kembali. Pemangku kebijakan kita memang jarang belajar dari sejarah.

Haduh...koq jadi melantur gini. Ok, back to the right track. Perbicangan dengan Dirut Pusri berlanjut dengan rencana untuk pembangunan pabrik dekat pabrik gas. Sesuai dengan arahan dari Kementrian ESDM, untuk membangun pabrik dekat dengan sumber gas. Pusri holding siap membangun di papua dan donggi senoro.

"Tapi mana komitmennya juga belum ada. Kita gak mau bangun pabrik trus gasnya ga ada. Saya sering dimarahi BP Migas karena ngomong ke media kurang gas. Setelah saya berteriak baru BP Migas bilang aman," kata dirut Pusri.

Kasihan pak Dadang, padahal dia hanya berjuang untuk mendapatkan gas. Tapi kena semprot BP Migas lantaran terlalu banyak mengadu ke media. Mungkin keluhannya tidak ditanggapi oleh BP Migas makanya dia mengeluh kepada media. Sayapun sering menulis yang memojokkan BP Migas karena tak punya idealisme. Harga boleh bagus, menguntungkan untuk negara. Tp defisit gas akan berpengaruh kepada food security.

Usai wawancara, sayapun tak bertemu dengan teman-teman rombongan tadi. Kemudian saya dan bang R menunggu depan ruangan pertemuan. Sayapun membuka netbook pink dan mulai mentranskrip wawancara 41 menit itu. Hingga selesai mentranskrip, rombongan peninjau pabrik pupuk belum datang. Saya melihat karyawan BUMN lalu lalang dan ada beberapa mantan dirut BUMN yang berlalu lalang. Mobil mereka bagus-bagus. Wah, enaknya menjadi pejabat BUMN. Bukan rahasia umum jika pejabat BUMN gajinya lebih tinggi daripada pejabat pemerintahan. Apalagi banyak pejabat yang rangkap jabatan. Selain menjadi direksi ada yang merangkap menjadi komisaris. Bahkan, satu orang bisa memiliki jabatan komisaris di empat perusahaan.

"Feni, lu ke mana? Gw pikir lu eksklusif dengan PTPN VII," kata SS.

"Gw disini dari tadi. Abis ditinggal ama kalian. Kalian ke mana aja tadi,"

"Cuma lihat-lihat pabrik aja," jawab SS.

Setelah obrolan itu, kami mendoorstop PTPN VI. Ternyata, ada direksi PTPN yang cukup asyik untuk ditanyain. Secara gamblang, dia menjelaskan tentang rencana-rencana investasi. Ini yang gw suka!!! Sebagai pejabat publik, wajar jika masyarakat ingin tahu bagaimana sih sepak terjang BUMN. BUMN yang sarat akan muatan politis dan ladang korupsi itu menjadi sorotan masyarakat.

Kemudian saya makan dan segera mengikuti pers conference dengan bapak Deputi Agro. Saya ingat pertama kali pak Deputi Agro dengan rambut plontosnya seusai naik haji, saya katakan bahwa bapak deputi itu seperti Doraemon. Hehehe...
Konferensi pers selama 30 tahun itu tidak ada sedikitpun yang ngelit. Semuanya normatif. Dipaksa sengelit apapun itu, jawabannya selalu normatif.

Cukup aneh buat saya karena biasanya bapak Deputi itu selalu memberi saya data-data yang dibutuhkan seperti impor gula mulai dari kontrak, nilai realisasi hingga jumlah yang datang. Ada satu pernyataan yang cukup oke dari bapak Deputi itu terkait dengan tuduhan cpo indonesia yang tidak ramah lingkungan.

"Menanam CPO kan tidak melanggar hukum. Kami (BUMN Perkebunan) tidak menanam ganja kan?," kata Agus.

Ada-ada saja bapak deputi itu. Kami tidak menanam ganja. I think it's very good statement. Tuduhan dunia itu bukan murni lingkungan tapi karena soy bean milik negara-negara penuduh itu kalah pasaran dengan CPO Indonesia.

Tak lama kemudian, kami kembali ke jakarta. Oh My God, sudah jam 15.00 tapi saya belum sedikitpun menulis berita. Padahal jam 16.30 deadline harus kelar. Sulit menulis 3 berita panjang dalam waktu 1,5 jam. Kemudian saya putuskan untuk menulis setelah sampai di kantor Kementrian BUMN. Pukul 16.00 kami sampai di kantor Kementrian BUMN.

Damn, karena wifi tidak bisa conect. Terpaksa saya menggunakan fasilitas hp untuk mengirim berita. Butuh waktu lama bagi saya untuk membuat berita. Banyak gangguan yang menyebabkan sulitnya mengakses internet. Maaf ya bos, deadline hari itu telat.

Fatmawati
23 Maret 2010 (H-2 sebelum gajian).
01.00

Tidak ada komentar: