4.24.2011

Reuni Kecil

Sabtu pagi yang cerah, saya pergi mengunjungi rumah mba Nani. Jalanan Jakarta yang lengang membuat saya mampu menempuh jarak Fatmawati-Setu Babakan hanya dalam waktu 15 menit. Asik, kalau saja Jakarta seperti ini setiap hari. Ini kan long weekend, pasti para penghuni Jakarta yang sudah sibuk lelah dengan aktivitas kantor pergi berlibur dengan keluarga ke Puncak. Bisa saya bayangkan antrian jalan ke Puncak. Status TMC Polda pasti jalanan menuju puncak adalah padat merayap.

Yah, sudah lama saya tidak bertemu dengan mba Nani. Semenjak kepergiannya ke Jerman untuk menuntut ilmu. Padahal, dulu hampir tiap hari kami selalu bertemu karena kami teman satu lapangan peliputan.

Hwa, ternyata sampai di rumah mba Nani, saya harus menunggu karena mba Nani dengan pria perancisnya [mas emilio] pergi untuk berbelanja. Fiuh, untung hanya menunggu 15 menit di depan teras rumahnya. Tapi buat saya, 15 menit itu cukup lama karena panas, berdebu dan tidak ada pria ganteng satupun yang lewat atau nangkring di depan rumah Mba Nani. Well, lain kali kalau menyuruh saya menunggu, jangan lupa menyediakan pria ganteng tinggi dan berkulit putih. Setelah itu, pasti emilio bakal berkata, "Di Glodok atau Mangga dua banyak stok tuh cowok kaya gitu!"

Sekilas tentang mba Nani. Saya mengenalnya (lupa kapan persisnya) ketika saya masih di desk nasional. Saya kenal dengan dia karena kami pernah sama-sama meliput di gedung yang katanya rumah rakyat itu dan kementrian plat merah. Buat saya, dia adalah wartawan senior yang patut dikagumi. Semangat '45-nya harus ditiru oleh wartawan-wartawan muda saat ini. Buat saya, dia bukan hanya seorang teman dan sahabat. Tetapi dia seperti seorang kakak yang tidak pernah saya miliki ataupun seorang ibu yang sering mengomeli saya, "Cepat kawin phen! Kawin itu enak. Jangan ntar-ntar, keburu tua lo! Sana cari pacar!". Omelan yang sama dengan ibu kandung saya.

Saya ingat, ketika saya masih menjadi carep di salah satu koran ekonomi kami selalu pulang ke kantor bersama. Dengan menggunakan kopaja 502 dan angkutan M09 [tanah abang-kebayoran lama]. Maklum, karena kami sama-sama satu liputan dan satu grup [kantor yang berdekatan] membuat kami selalu pulang bersama. Dia adalah teman seperjuangan saya dalam menikmati macetnya kawasan tanah abang hingga palmerah. Masa di mana saya belum menggunakan motor dan masih mengandalkan transportasi umum.

"Phen, hari ini kita masak sop ya pake jamur, ayam dan telur puyuh," kata Mba Nani.

Hummm...nyummmy pasti terasa enak. Apalagi dengan kondisi perut lapar belum sarapan. hehehe... Telur puyuh dan jamur, sound is good. Saya sangat menyukai telur puyuh dan jamur. Di dapur miliknya, kami bercerita banyak. Mulai dari kisah saya hingga kisah dia ketika di Jerman. Alih-alih membantu mba Nani masak di dapur, saya justru ngemil telur puyuh matang yang seharusnya buat sop. Sementara mas emilio mengulek lombok, mba Nani meracik bumbu, saya hanya melihat dan mengganggu mereka [Dasar tamu yang tidak sopan!]. Wah, saya sungguh iri dengan kekompakan mba Nani dengan pria perancisnya. Kalau saya menikah, saya ingin seperti mereka.

Topik yang sama muncul kembali. "Phen, cepet kawin! cari pacar!," Tapiiii kali ini bukan mba Nani yang menyuruh saya untuk cepat-cepat menikah. Mas Emilio ikut-ikutan menyuruh saya untuk cepat-cepat menikah. "Menikah itu enak koq!" kata mas emilio. Sayapun menjawab, "Nanti kalau ada pria yang tepat mas. Pria yang gak repot, enak diajak sebagai partner,".

Kemudian, sop ala mba Nani sudah matang. Hummm...nyummmyyyy perut saya sudah lapar. Tapi dua makhluk lain yang saya tunggu belum muncul juga. Mereka adalah Nana dan Vega. Hari Sabtu [24/4] kami bertiga sepakat untuk berkunjung ke rumah Mba Nani. Ternyata mereka masih menunggu kereta. Karena menunggu mereka lama, kami bertiga pun (saya, mba Nani dan mas Emilio) makan duluan.

Tak lama kemudian, ternyata Nana dan Vega sudah di stasiun UI Depok. Saya dengan mas Emilio menjemput putri-putri ayu itu di stasiun. Saya membonceng vega sedangkan mas emilio membonceng Nana. "Wah, mestinya gw yang dibonceng ama emilio jadi kaya bapak dan anak," kata Vega. (Jadi maksudnya apa nih neng, kalo Nana dibonceng ama emilio???)

Akhirnya, kami berempat bisa berkumpul kembali. Sepertinya sudah lama sekali kami tidak berkumpul seperti ini. Bahkan, saya juga jarang bertemu dengan nana atau vega. Dulu, kami berempat satu desk tapi saat ini kami berbeda desk. Kesibukan bekerja membuat kami sulit untuk menentukan kecocokan waktu untuk bertemu.
Saya sangat merindukan kebersamaan ini. Kamipun bercerita, bercanda dan saling meledek satu sama lain. Hahahaha...

Hingga suatu waktu mba Nani berceletuk, "Wah, kalian ini harus dipisah! Kalau ga gitu kalian bakal selamanya single. Masa bertiga sama-sama jomblo!,". Duh, gagasan yang cukup aneh sebenarnya. Apa hubungannya jomblo dengan pertemanan kami bertiga??

Di rumah, kami menonton dvd hingga gosip. Tak disangka ternyata vega selain update soal kilang migas, dia juga update soal gosip selebriti. Parahnya, ternyata vega tau jadwal Ariel Peter Pan muncul di salah satu acara di salah satu stasiun teve swasta. ck...ck...ck... salut buat neng Vega. Pembicaraan kamipun melebar soal KD hamil 4 bulan, kawin lari tommy kurniawan hingga kasus arumi bachsin. "Sudah cukup senin-Jumat membaca kontan online mba. Sabtu dan Minggu adalah gosip," kata Vega.
Bosan dengan tayangan telivisi, kami berjalan ke arah belakang rumah mba Nani. Kamipun berjalan kaki. Kemudian Nana membawa tas kecilnya yang berisi payung. Namun, ada sedikit konflik terkait dengan tas kecil itu.

"Lo bawa apaan sih Na?" kata Vega

"Payung, takut ntar kalau hujan!" jawab Nana.

"Duh, Payung aja. Sini gw bawa payungnya, ngapain pake tas. udah kaya debt collector aja!"

Hahahahaha ---> meski kemudian, Nana masih membawa tas debt collectornya.

"Eh, sekarang ***IB*** udah ga pake debt collector tapi pake santet," celetuk mba Nani.

"Hah, seriusan mba Nan?" ---> Bodohnya kami bertiga mempercayai cerita mba Nani.

"Iya, kan kemarin gw abis liputan itu. Jadi kalau lo ga bisa bayar langsung di santet,".

OMG!!

Di belakang rumah, ternyata sudah disulap menjadi danau dan ada jembatan. Padahal tadinya, itu adalah jalanan yang dipenuhi dengan sampah. Pemandangannya cukup bagus, kamipun mengambil foto di jembatan itu. Idih, Norak ya! Tapi gak apa-apa, hasil fotonya bagus koq, bisa dipajang di facebook. Lumayan buat ganti foto profil.
Awalnya, saya tak mau bergabung dengan Nana dan Vega untuk berfoto di atas jembatan. Melihatnya saja sudah ngeri! "Ga mau ah, Tuh lihat jembatannya goyang-goyang. Gw udah takut ketinggian, dibawahnya masih ada air. Gw kan ga bisa renang mba, kalau jembatannya putus gimana?" kata saya parno!

Namun, melihat mereka berdua asyik berfoto, sayapun ingin ikut juga! ---> dasar labil!Kamipun foto bertiga di jembatan itu meski saya dengan perasaan takut. Ketika saya mengambil foto sendiri, si abege labil alias vega dengan ulahnya menggoyang tali jembatan sehingga jembatan itu semakin bergoyang.

"Neng!!! awas lo! Eh, gw turun deh!" kata saya. Bukannya kasihan dengan rasa takut saya, neng Vegapun semakin menjadi menggoyang tali jembatannya. Duh, dasar abege labil.

Ga terasa, waktu sudah semakin sore. Neng Vegapun harus kembali ke Bogor. Kemudian, saya kembali mengantarnya ke stasiun UI depok. Selepas magrib, Saya bersama Nana, pulang ke arah Jakarta dengan motor. Mengantarkan nana ke kosannya di Kebon Sirih baru kembali pulang ke arah Fatmawati. Dalam perjalanan saya dari Kebon Sirih-Fatmawati, ketika di Senayan hujan (tidak deras juga tidak gerimis). Haduh, padahal tinggal bentar lagi! Alhasil, saya basah kuyup. Yah, meskipun saya basah kuyup kehujanan, saya sangat menikmati hari ini. Karena, basah kuyup kehujanan tidak sebanding dengan tawa yang saya dapatkan pada hari ini. Terima kasih ya Mba Nani dan Mas Emilio yang bersedia kami obrak abrik rumahnya. Terima kasih kepada Nana dan Vega yang bersedia meluangkan waktunya untuk berkumpul bersama. Kapan nih ada kaya begini lagi????

Tidak ada komentar: