12.23.2008

70 persen, produk ritel adalah umkm

JAKARTA-Peraturan Departemen Perdagangan yang akan mewajibkan toko modern untuk memasarkan barang produksi UKM dalam juklak perpres pasar modern ditanggapi positif oleh para peritel. Bahkan sebelum Dpartemen Perdagangan memberlakukan hal itu, para peritel sudah menyerap produk UKM. Hal ini dikatakan oleh Irawan Kadarman, Coorporate Affairs Director PT. Carrefour Indonesia kepada Indonesia Business Today. “Kami selama ini sudah memberlakukan itu, banyak dari produk kami yang berasal dari UMKM yakni sebesar 70 persen,” ujar Irawan Kadarman, di Jakarta (24/11).

Sehingga, aturan yang akan diterapkan oleh Departemen Perdagangan tidak akan membawa polemik baru karena selama ini antara pemasok dan peritel selalu tidak sependapat. “Sebenarnya kita tidak masalah dengan itu bahkan tahun depan akan lebih banyak lagi produk UKM yang akan diserap,” jelas Irawan Kadarman. Nantinya, diakui oleh Irawan, bahwa pihaknya mengacu terhadap peraturan UMKM yang baru.

Dikatakan oleh Irawan bahwa di carrefour untuk UMKM tidak dikenai listing fee ataupun trading term lainnya. “selama ini untuk UKM yang mikro gak ada trading termnya yakni sesuai dengan peraturan yaitu bagi UKM yang pendapatannya antara 300 juta hingga 12,5 miliar. Banyak sustainable produk mikro yang tidak terkena trading term,” papar Irawan.

Meskipun banyak yang menyerap dari UKM tapi, Irawan mengakui bahwa terdapat beberapa produk tertentu yang benar-benar mereka serap tapi ada beberapa produk yang tidak menyerap UKM. “Produk yang banyak dari UKM adalah pakaian, makanan minuman, peralatan rumah tangga. Elektronika tidak ada yang dari UKM kecuali cashing HP,” jelas Irawan.

Senada dengan Irawan, Tutum Rahanta, Ketua Harian Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) juga mengungkapkan bahwa saat ini produk UKM sudah ditampung oleh peritel dan ini sudah dilakukan tetapi untuk besarannya dia mengakui bahwa itu tergantung dari perusahaan masing-masing dan format bisnisnya seperti apa. “harus dibagi lagi kalo supermarket minimal 30 persen kalo hypermart tergantung high end atau tidak high end. kalo mow cerita di departemen store semuanya kecuali pakaian dalam adalah produk ukm. kalo pakaian dalam memang cenderung ke industri,” jelas Tutum.

Dihubungi secara terpisah, Direktur PT. Ramayana Tbk, Setyadi Surya juga menyatakan hal yang sama bahwa selama ini Ramayana memasok produk dari UKM. Namun, Setyadi menolak mengatakan berapa besar persennya. “Kita memang sudah ada beberapa tapi belum besar juga persennya karena para UKM ini harus bisa survive dan ini yang menjadi kendala,” ujar Setyadi Surya kepada Indonesia Business Today, di Jakarta (24/11).

Menanggapi soal listing fee, Tutum mengatakan bahwa permasalahan listing fee itu kan hanya masalah angka dan tidak terlalu dipersalahkan. Dirinya menolak jika peritel yang disalahkan jika ada UKM yang mati. Menurutnya, sekarang ini ada UKM yang jsutru mendapatkan keuntungan dengan memasok barangnya ke ritel modern. “trading term yang ada masalah berarti itu kan angkanya, jangan kita terlarut karena industri kecil akan mati karena kita injak-injak. Buktinya banyak ukm yang happy dan toko kita banyak barang,” tegas Tutum

Selanjutnya dikatakan oleh Tutum bahwa semuanya jangan mengaku sebagai UKM untuk menghidari dari listing fee. “semua sudah diatur oleh aturan presiden, ada kategori ukm yang tidak terkena listing fee,jadi harus jelas jangan hanya mewakili ukm terus semuanya mau begitu. jadi ada yang menerapkan ada yang tidak menerapkan sehingga tergantung perusahaan,” ujar Tutum. Fitri Nur Arifenie

Tidak ada komentar: