12.28.2008

Kelangkaan pupuk: Akibat praktek monopoli

JAKARTA- Masalah kelangkaan pupuk ternyata menjadi semakin serius karena ternyata KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menemukan bahwa pupuk non-bersubsidi juga ikut langka dan sulit untuk ditemukan di pasar. Sehingga KPPU mengatakan bahwa mereka menemukan adanya indikasi kuat bahwa telah terjadi persaingan tidak sehat dalam kelangkaan pupuk ini. "Selama ini kita melihat praktek monopoli swasta yang merugikan rakyat. Pupuk merupakan hal yang sangat urgent karena ini menyangkut ketahanan pangan," ujar Beny Pasaribu, Komisioner KPPU, di Jakarta (11/12).

Dikatakan oleh Beny bahwa nantinya jika monopoli ini terbukti dilakukan oleh pihak swasta maka pihaknya mengusulkan agar nanti negara yang memegang keseluruhannya baik dalam proses produksinya, proses distribusinya hingga kepada proses retailnya. "kita akan merekomendasikannya kepada pemerintah," jelas Beny.

Sementara itu menurut Z. Soedjais, Ketua Dewan Pupuk Nasional menyarankan agar nantinya supaya distribusi pupuk tersebut tidak mengalami kelangkaan kembali maka pemerintah daerah harus juga ikut dilibatkan dalam pendistribusian pupuk karena dianggap bahwa pemerintah daerah yang mengetahui berapa jumlah keseluruhan yang dibutuhkan. "Sehingga ketika pupuk itu hilang maka daerah juga ikut bertanggung jawab," papar Soedjais. Karena menurut Soedjais jika daerah diberikan kewenangan untuk mengatur pupuk bersubsidinya maka mereka akan melakukan dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi, menurutnya cara ini harus dilakukan secara bertahap.

Selanjutnya menurut Soedjais bahwa pupuk harus diberikan kepada kelompok tani bukan kepada kios perdagangan. misalnya: koperasi dan KUD karena pupuk bersubsidi bukanlah hal yang diperdagangkan. Selain itu juga, Soedjais mengatakan bahwa distributor dan pengecer tidak diberikan sanksi pidana karena itu tidak akan membuat jera. "Harus dicabut ijinnya jika terbukti melanggar ketentuan," papar Soedjais. Sedangkan kebijakan realokasi yang diperbolehkan oleh pemerintah untuk memberikan kewenangan bagi bupati atau gubernur merealokasikan pupuk terhadap daerah kewenangannya yang kurang, dianggap oleh Soedjais adalah langkah yang tepat.

Untuk tahun 2009, agar tidak terjadi kelangkaan pupuk, Soedjais memperkirakan bahwa total pupuk yang bersubsidi yang seharusnya dialokasikan oleh pemerintah adalah 6,5-7 juta ton. "Kalo hanya 5.5 juta ton maka itu hanya cukup untuk ureanya saja," papar Soedjais. Selama ini, dia menerangkan bahwa 90 persen antara label dengan isi pupuk itu berbeda. Seharusnya ini diperlukan pengawasan yang lebih dari pemerintah.

Gas kurang

Jumlah alokasi tambahan subsidi sebesar 500.000 ton oleh pemerintah diakui oleh Hidayat Nyakman, Direktur Pupuk Kaltim bahwa jumlah tersebut dapat dipenuhi karena sejak 1 Desember, pemerintah telah berkomitmen untuk menyuruh produsen gas dalam negeri agar menyediakan gas untuk produsen pupuk. Jika pemerintah tidak melakukan ini, maka pabrik pupuk masih tetap kekurangan gas. "Produksi untuk bulan desember meningkat 230ribu ton dari yang harusnya 90 ribu ton," ujar Hidayat.

Sehingga target produksi untuk pupuk kaltim sendiri pada tahun 2008 dapat mencapai 2,5 juta ton. "tahun 2007 total produksi mencapai 2,2 juta ton dan tahun 2009, diproyeksikan mencapai 2,8 juta ton," ujar Hidayat.

Menurut Hidayat sistem RDKK sekarang merupakan sistem yang terbaik untuk melakukan distribusi pupuk. Menurutnya untuk menghindari penyelewengan, pupuk kaltim sudah menyediakan website dan didalamnya terdapat distribusi dan pengecer yang seharusnya dituju oleh pemerintah. Sehingga tidak ada pupuk yang bocor lagi. "Bagi petani yang belum mendaftar masih diberi tenggat waktu hingga akhir desember untuk menjadi kelompok tani. Berlakunya website ini 1 januari 2009," jelas Hidayat.

Harga harus naik

Selama ini, kelangkaan pupuk dipicu oleh disparitas harga antara pupuk bersubsidi dan non-subsidi sehingga banyak oknum yang tertarik untuk meyelewengkannya. Sehingga menurut Soedjais, harga pupuk bersubsidi seharusnya naik karena perbedaan yang sekarang itu mencapai 30-40 persen. "harga yang ideal itu antara Rp 1.500- Rp 1.700. yang penting bukan harga tetapi supplainya sendiri bagaimana petani dapat pupuk," ujar Soedjais. Fitri Nur Arifenie

Tidak ada komentar: