12.23.2008

ritel asing harus serap produk dalam negeri

JAKARTA-Minat para peritel asing untuk masuk ke dalam pasar Indonesia semakin tinggi karena di tengah kondisi krisis seperti ini, mereka justru semakin tertarik untuk berinvestasi dan melakukan ekspansi di Indonesia . Hal ini harus diwaspadai seiring dengan program pemerintah untuk mengamankan pasar dalam negeri dan lebih menyerap produk domestic. “Seharusnya ada peraturan bahwa peritel asing dilarang untuk memajang produk impor di gerai peritel mereka dan lebih menyerap produk dalam negeri,” jelas Handito Hadi Joewono, Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan dan Pemasaran Produk Arrbey Indonesia seusai mengikuti rapat kecil dengan Sekjen Departemen Perdagangan di kantor Departemen Perdagangan RI, (25/11).

Wajar jika peritel asing melakukan ekspansi pasar ke Indonesia karena potensi pasar domestik mencapai Rp 50 triliun per tahun dan jumlah penduduk di atas 220 juta jiwa yang terus bertambah. Sebelumnya sudah ada peritel asing yang sudah ada lebih dulu hadir seperti Giant, Carrefour, Debenheim, Sogo, Harvey Nichols, Zara, Tumi, dan Mashimo Dutti. Menurut Handito, dengan adanya aturan yang ketat soal peritel asing tersebut maka diharapkan penyerapan produk domestik akan meningkat di tahun 2009.

Menanggapi hal tersebut, Sekjen Departemen Perdagangan RI, Ardiansyah Parman, mengatakan bahwa Depdag belum melakukan kajian terhadap hal tersebut. “Belum ada aturan tersebut tapi sudah diatur dalam juklak perpres bahwa Peritel dihimbau agar mengutamakan produk dalam negeri, kalaupun seperti harvey nichols itu untuk memang kalangan tertentu yaitu ekspatriat yang datang ke Indonesia ” jelas Ardiansyah.

Ardiansyah menegaskan bahwa meskipun ada himbauan untuk mengutamakan produk dalam negeri tetapi pemerintah tidak akan memberikan insentif terhadap mereka (peritel asing) jika menyerap produk dalam negeri. “Insentif apa lagi yang diberikan, kita tidak akan memberikan insentif. Dengan mereka dibolehkan investasi di Indonesia itu sudah merupakan bentuk insentif karena pasar Indonesia itu besar, jadi meskipun tidak ada kewajiban tetapi mereka kan seharusnya tidak memajang produk impor di gerai mereka,” papar Ardiansyah. Ia mengatakan, jika saat ini memasarkan produk impor sangat rugi karena saat ini nilai tukar rupiah itu melemah.

Sementara itu, di beberapa gerai supermarket yang premium, label harga yang dinilai dengan menggunakan dolar ditanggapi boleh-boleh saja oleh Ardiansyah selama transaski yang digunakan menggunakan rupaih. Ardiansyah setuju jika pembayaran transasksi dalam bentuk rupiah dan tidak dalam bentuk lainnya seperti dolar. “Kalo harga untuk dolar itu boleh saja tetapi kalo diwajibkan membayar dengan menggunakan dolar itu saya tidak setuju. Penggunaan label harga dolar itu kan hanya untuk menjaga harga agar kelihatan sama tidak berubah-ubah setiap hari,” ujar Ardiansyah.

Promosi Dalam Negeri
Dalam waktu dekat, Departemen Perdagangan, akan memberikan penghargaan terhadap institusi yang mendorong penggunaan dalam negeri walaupun hal ini diakui oleh Ardiansyah masih dalam pembahasan. “Kita menindaklanjuti dari instruksi presiden agar dilakukan kampanye penggunaan produk dalam negeri supaya pertumbuhan ekonomi dapat dijaga karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi dengan belanja negara dan konsumsi masyarakat,” jelas Ardiansyah.

Dijelaskan oleh Handito untuk menyerap produk dalam negeri, diperlukan strategi khusus dengan cara membangun branding karena konsumen Indonesia masih berorientasi terhadap brand (merek). “Persepsi perlu dibangun dengan merek yang baik karena selama ini yang membangun merek di dalam negeri sangat sedikit,” terang Handito.

Senada dengan Handito, Ardiansyah setuju untuk mengkampanyekan produk dalam negeri adalah dengan cara menyentuh emosi konsumen. Menurut Ardiansyah yang diperlukan adalah kecerdasan dari para produsen untuk membuat merek. Ardiansyah mencontohkan seperti produk Hammer. Produk Hammer ini sedikit orang yang tahu bahwa produk tersebut adalah asli buatan dalam negeri. Mereknya merupakan merek dalam negeri, hanya saja namanya menggunakan bahasa inggris. “Jika mereknya palu, pasti orang tidak akan membeli,” canda Ardiansyah.

Khusus mengenai anggaran, Gunaryo, Sekretaris Dirjen Perdagangan Dalam Negeri RI mengatakan bahwa ada peningkatan anggaran sebesar 50 persen dari anggaran tahun 2008. Namun, dirinya enggan untuk mengungkapkan berapa besar totalnya. ”Besarannya tidak dapat disebutkan tapi yang jelas ada peningkatan sebesar 50 persen dari tahun ini,” jelas Gunaryo.

Mengenai jumlah peningakatan anggaran untuk kampanye produk dalam negeri ini diakui oleh Handito bahwa jumlahnya kurang dan seharusnya jumlahnya bisa lebih. ”Saya usulkan dua kali lipat karena kalo 50 persen itu kurang karena ini penting sekali,” tutur Handito.
Fitri Nur Arifenie

Tidak ada komentar: