12.28.2008

ekspor non-migas 2009 terkoreksi hingga 10 persen

JAKARTA- Kinerja ekspor non-migas tahun 2008 diperkirakan oleh Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu dapat tumbuh sebesar 18 hingga 20 persen. Dua kuartal pertama pada tahun 2008 cukup menggembirakan, namun mulai mengalami perlambatan pertumbuhan pada kuartal ketiga sebagai akibat dari krisis global. Perlambatan tersebut diprediksi oleh mendag akan terus berlangsung pada tahun 2009 karena pasar tradisional ekspor Indonesia adalah AS. Mendag memastikan bahwa tahun 2009 akan terjadi penurunan proyeksi pertumbuhan ekspor non-migas pada angka 9 hingga 10 persen. "kalo akhir tahun ini masih bisa mencapai 18-20 persen. Tahun 2009 pasti jauh lebih rendah daripada itu apakah setengah ataupun kurang dari setengah. jadi ini sebagai gambaran," ujar Mendag, di muara karang (23/12).

Penurunan ekspor tersebut, menurut mendag sangat wajar karena harga komoditi yang turun dan permintaan volume ekspor juga akan berkurang. Kondisi ini akan mengembalikan Indonesia kepada situasi pada tahun 2006, di mana harga komoditi tidak melambung terlalu tinggi. Mendag mengatakan bahwa komoditi utama seperti karet, cpo, dan batu bara walaupun harganya saat ini sedang jatuh tetapi untuk 2009 boleh dikatakan masih aman karena permintaan masih ada meskipun berkurang. "karena orang perlu migor dan orang perlu batu bara untuk energi," jelas Mendag.

Namun demikian, mendag mengaku bahwa proyeksi ekspor tersebut sulit dilakukan karena menurutnya negara tujuan ekspor Indonesia seringkali merubah target pertumbuhan ekonominya sehingga Indonesia juga harus ikut menyesuaikan.

Sementara itu, menurut Mendag penurunan yang paling drastis untuk ekspor adalah elektronik dan automotif. Sedangkan untuk sektor non-migas dalam bidang pengolahan akan membaik karena daya saing produk Indonesia meningkat daripada produk Cina. " Karena mata uang, mata uang Cina menguat, mata uang kita melemah. dari situ kita mendapat keuntungan relatif baik," papar mendag.

Antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah terhapa penurunan permintaan volume adalah dengan cara melakukan diversifikasi pasar dan bagaimana cara eksportir kita untuk memasuki pasar global. Yang harus dilakukan adalah mencari pasar baru untuk menggantikan pasar tradisional karena sudah dipastikan AS dan eropa akan mengalami penurunan tajam.Tergantung Afrika dan Timur Tengah," jelas Mendag.

Kinerja ekspor non-migas Indonesia dengan kawasan Afrika dan Timur Tengah menunjukkan trend meningkat dalam lima tahun terakhir (2003-2007) dengan peningkatan rata-rata 19,02 persen per tahun, dari sekitar US$ 3 Miliar tahun 2003 menjadi US$ 6 Miliar tahun 2007. Pesaing utama Indonesia dari Asia untuk pasar Timur Tengah yakni Cina, Malaysia, Thailand, Taiwan, Jepang, Vietnam, dan Singapura. Untuk komoditi yang masih menjadi unggulan, Mendag masih tetap pada basic commodities dan produk-produk manufacturing. "cpo, karet dan mineral masih ada pasarnya. Untuk manufacturing masih pada tekstil, elektronik dan sepatu masih menjadi andalan karena faktor daya saing tersebut," ujar Mendag.

Ditemui secara terpisah ketika sidak pasar muara karang, Rahmat Gobel, Presiden Direktur PT Panasonic Gobel Indonesia mengatakan bahwa untuk mengantisipasi pasar ekspor yang turun, yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha adalah dengan cara melihat potensi industri dalam negeri karena pasar domestik, diakui oleh Rahmat bahwa pasar tersebut cukup besar. Bahkan elektronik dalam hal ini adalah panasonic akan melakukan ekspansi tidak hanya untuk ekspor tetapi juga untuk orientasi dalam negeri. "Kami akan meningkatkan kapasitas produksi yang jumlahnya cukup besar," papar Rahmat Gobel.

Senada dengan Rahmat Gobel, Sekjen Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia, Totok Dirgantoro mengatakan bahwa diversifikasi pasar yang dianjurkan oleh Menteri Perdagangan sangat sulit untuk dilakukan karena ia yakin bahwa semua negara juga akan melakukan hal tersebut. Sehingga Indonesia akan memiliki banyak saingan dengan negara lain dalam hal memperebutkan pasar baru. "Indonesia harus mulai melirik pasar dalam negeri," ujar Totok.
Lebih lanjut Totok mengatakan bahwa selama ini pemerintah belum menerapkan langkah pasti guna memberikan stimulus dari pemerintah. Dia menyatakan bahwa selama ini, eksportir hanya menunggu kebijakan dari pemerintah. "segera direalisir untuk bisa membantu kinerja di dalam negeri. bukan terlaksana, tetapi betul-betul terealisir," jelas Totok.

Selanjutnya, pemerintah juga harus berani melakukan subsidi bunga pinjaman sehingga jika ini tidak dilakukan maka bunga pinjaman masih tetap akan tinggi dan ini yang akan memberatkan eksportir. "Pemerintah juga harus melakukan pemangkasan-pemangkasan biaya tinggi termasuk juga di pelabuhan," urai Totok.

Tidak kalah penting untuk memberikan stimulus dalam sektor riil, pemerintah harus segera merealisasikan perbelanjaan negara. Totok mencontohkan seperti apa yang terjadi di Malaysia pada tahun 1998, negara tersebut menggenjot dengan mempercepat pembangunan jalan. "Sehingga terjadi perputaran ekonomi," terang Totok. Fitri Nur Arifenie

Tidak ada komentar: