12.29.2008

Peluang Ekspor Tekstil ke Australia

JAKARTA- Perundingan regional antara ASEAN-Australia-New Zealand (AANZFTA) yang dimulai pada November 2004, akhirnya dapat ditandatangani pada bulan Desember 2008. Kerangka kerja sama ini baru akan ditandatangani pada bulan Februari 2009. "Karena beberapa anggota masih perlu melakukan verifikasi atas jadwal penurunan tarif," papar Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan RI, GUsmardi Bustami, di Jakarta (27/12). Menurut Gusmardi, perjanjian yang memakan waktu hampir 4 tahun ini boleh dikatakan cukup komprehensif karena tidak hanya mencakup barang tetapi juga produk jasa dan investasi.

Dengan diselesaikannya perjanjian ini, Gusmardi mengatakan bahwa perundingan tersebut akan memiliki arti strategis bagi Indonesia kaena dapat menyeimbangkan antara ASEAN (termasuk Indoensia) dan Cina dalam memasuki pasar Australia dan New Zealand . Pada April 2008 lalu, New Zealand sudah menandatangani FTA bilateral dengan Cina sedangkan Australia masih berusaha untuk menyelesaiakan perundingan dengan Cina. "Dalam AANZFTA ini terdapat 12 jadwal liberalisasi sektor barang, jasa, dan investasi-10 dari negara asean dan masing-masing satu dari australia dan new zealand ," papar Gusmardi.


Dalam AANZFTA ini indonesia memberikan komitmen eliminasi untuk 10.397 pos tarif. sedangkan 645 pos tarif lainnya diamankan dengan komitmen penurunan/pemotongan tingkat tarif dan 117 sisanya dikelopokkan ke dalam exclusion list.Sementara itu Australia memberikan komitmen eliminasi 100% dalam kurun waktu 2009-2015 atau setelah 2015. namun 91,77% dari total pos tarif akan dieliminasi 2009-2010. Sementara itu New Zealand akan mengeliminasi 97,4 persen pos tarifnya dalam kurun waktu yang sama namun pada saat entry into force eliminasi tarif akan mencapai 80 persen dan pada tahun 2012 akan mencapai 90 persen. Gusmardi mengungkapkan bahwa komitmen waktu eliminasi tarif tersebut lebih baik dari komitmen tarif yang diberikan New Zealand kepada cina karena pada saat entry into force New Zealand memberikan komintmen eliminasi hanya sebesar 60 persen pada tahun 2012 sebesar 85 persen.


Untuk produk daging dan dairy, New Zealand menargetkan 11 pos tarif indonesia yang memiliki mfn applied tariff rate sebesar 5 persen. mengingat sensifitas kedua sektor ini, maka komitmen yang diberikan indonesia adalah eliminasi pada tahun 2020 untuk 4 pos tarif daging dan eliminasi antara 2017 sampai 2019 untuk tujuh produk dairy. "Melakukan semacam penghapusan untuk ke sebelas pos tarif tersebut," tutur Gusmardi.


Sektor otomotif yang merupakan hal yang paling lama dibahas selama perundingan berlangsung akhirnya mencapai titik temu kesepakatan. Australia menginginkan agar mendapatkan perlakuan yang sama sesuai yang diterima oleh Jepang guna membuka pasar produk Otomotif Indonesi. Kendati telah tercapai kesepakatan, GUsmardi meyakinkan bahwa komitmen Indonesia dalam sektor otomotif diberikan kepada Australia dengan memperhatikan komitmen Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). "untuk sektor otomotif, misalnya eliminasi dilakukan secara selektif khusunya dari aspek kerangka waktu. untuk itu dari 1.409 pos tarif di sektor otomotif maka 240 pos tarif akan dieliminasi pada tahun 2009-2010, 482 pos tarif pada tahun 2012-2013, 345 pos tarif pada tahun 2015 dan sisanya dieliminasi antara tahun 2011 sampai dengan 2023," terang Gusmardi.


Hal lain yang disepakati dengan New Zealand adalah adanya fasilitas working holiday scheme untuk 100 pekerja INdonesia, kesempatan kerja (non-labor market tested quota) untuk 100 juru masak, 20 pemotong hewan bersertifikat halal, dan 20 tenaga asisten guru bahasa indonesia. Sedangkan untuk kesepakatan dengan Australia , adalah pembentukan Task Force on Agribusiness Invesnment. "Guna melakukan kajian dan menyusun program kerja capacity building dan investasi dalam bidang pertanian," papar Gusmardi. Task Force inilah yang diakui oleh Gusmardi akan melihat sektor-sektor dan subsektor mana saja yang memiliki nilai potensial untuk berinvestasi. Fitri Nur Arifenie

12.28.2008

Kelangkaan pupuk: Akibat praktek monopoli

JAKARTA- Masalah kelangkaan pupuk ternyata menjadi semakin serius karena ternyata KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menemukan bahwa pupuk non-bersubsidi juga ikut langka dan sulit untuk ditemukan di pasar. Sehingga KPPU mengatakan bahwa mereka menemukan adanya indikasi kuat bahwa telah terjadi persaingan tidak sehat dalam kelangkaan pupuk ini. "Selama ini kita melihat praktek monopoli swasta yang merugikan rakyat. Pupuk merupakan hal yang sangat urgent karena ini menyangkut ketahanan pangan," ujar Beny Pasaribu, Komisioner KPPU, di Jakarta (11/12).

Dikatakan oleh Beny bahwa nantinya jika monopoli ini terbukti dilakukan oleh pihak swasta maka pihaknya mengusulkan agar nanti negara yang memegang keseluruhannya baik dalam proses produksinya, proses distribusinya hingga kepada proses retailnya. "kita akan merekomendasikannya kepada pemerintah," jelas Beny.

Sementara itu menurut Z. Soedjais, Ketua Dewan Pupuk Nasional menyarankan agar nantinya supaya distribusi pupuk tersebut tidak mengalami kelangkaan kembali maka pemerintah daerah harus juga ikut dilibatkan dalam pendistribusian pupuk karena dianggap bahwa pemerintah daerah yang mengetahui berapa jumlah keseluruhan yang dibutuhkan. "Sehingga ketika pupuk itu hilang maka daerah juga ikut bertanggung jawab," papar Soedjais. Karena menurut Soedjais jika daerah diberikan kewenangan untuk mengatur pupuk bersubsidinya maka mereka akan melakukan dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi, menurutnya cara ini harus dilakukan secara bertahap.

Selanjutnya menurut Soedjais bahwa pupuk harus diberikan kepada kelompok tani bukan kepada kios perdagangan. misalnya: koperasi dan KUD karena pupuk bersubsidi bukanlah hal yang diperdagangkan. Selain itu juga, Soedjais mengatakan bahwa distributor dan pengecer tidak diberikan sanksi pidana karena itu tidak akan membuat jera. "Harus dicabut ijinnya jika terbukti melanggar ketentuan," papar Soedjais. Sedangkan kebijakan realokasi yang diperbolehkan oleh pemerintah untuk memberikan kewenangan bagi bupati atau gubernur merealokasikan pupuk terhadap daerah kewenangannya yang kurang, dianggap oleh Soedjais adalah langkah yang tepat.

Untuk tahun 2009, agar tidak terjadi kelangkaan pupuk, Soedjais memperkirakan bahwa total pupuk yang bersubsidi yang seharusnya dialokasikan oleh pemerintah adalah 6,5-7 juta ton. "Kalo hanya 5.5 juta ton maka itu hanya cukup untuk ureanya saja," papar Soedjais. Selama ini, dia menerangkan bahwa 90 persen antara label dengan isi pupuk itu berbeda. Seharusnya ini diperlukan pengawasan yang lebih dari pemerintah.

Gas kurang

Jumlah alokasi tambahan subsidi sebesar 500.000 ton oleh pemerintah diakui oleh Hidayat Nyakman, Direktur Pupuk Kaltim bahwa jumlah tersebut dapat dipenuhi karena sejak 1 Desember, pemerintah telah berkomitmen untuk menyuruh produsen gas dalam negeri agar menyediakan gas untuk produsen pupuk. Jika pemerintah tidak melakukan ini, maka pabrik pupuk masih tetap kekurangan gas. "Produksi untuk bulan desember meningkat 230ribu ton dari yang harusnya 90 ribu ton," ujar Hidayat.

Sehingga target produksi untuk pupuk kaltim sendiri pada tahun 2008 dapat mencapai 2,5 juta ton. "tahun 2007 total produksi mencapai 2,2 juta ton dan tahun 2009, diproyeksikan mencapai 2,8 juta ton," ujar Hidayat.

Menurut Hidayat sistem RDKK sekarang merupakan sistem yang terbaik untuk melakukan distribusi pupuk. Menurutnya untuk menghindari penyelewengan, pupuk kaltim sudah menyediakan website dan didalamnya terdapat distribusi dan pengecer yang seharusnya dituju oleh pemerintah. Sehingga tidak ada pupuk yang bocor lagi. "Bagi petani yang belum mendaftar masih diberi tenggat waktu hingga akhir desember untuk menjadi kelompok tani. Berlakunya website ini 1 januari 2009," jelas Hidayat.

Harga harus naik

Selama ini, kelangkaan pupuk dipicu oleh disparitas harga antara pupuk bersubsidi dan non-subsidi sehingga banyak oknum yang tertarik untuk meyelewengkannya. Sehingga menurut Soedjais, harga pupuk bersubsidi seharusnya naik karena perbedaan yang sekarang itu mencapai 30-40 persen. "harga yang ideal itu antara Rp 1.500- Rp 1.700. yang penting bukan harga tetapi supplainya sendiri bagaimana petani dapat pupuk," ujar Soedjais. Fitri Nur Arifenie

ekspor non-migas 2009 terkoreksi hingga 10 persen

JAKARTA- Kinerja ekspor non-migas tahun 2008 diperkirakan oleh Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu dapat tumbuh sebesar 18 hingga 20 persen. Dua kuartal pertama pada tahun 2008 cukup menggembirakan, namun mulai mengalami perlambatan pertumbuhan pada kuartal ketiga sebagai akibat dari krisis global. Perlambatan tersebut diprediksi oleh mendag akan terus berlangsung pada tahun 2009 karena pasar tradisional ekspor Indonesia adalah AS. Mendag memastikan bahwa tahun 2009 akan terjadi penurunan proyeksi pertumbuhan ekspor non-migas pada angka 9 hingga 10 persen. "kalo akhir tahun ini masih bisa mencapai 18-20 persen. Tahun 2009 pasti jauh lebih rendah daripada itu apakah setengah ataupun kurang dari setengah. jadi ini sebagai gambaran," ujar Mendag, di muara karang (23/12).

Penurunan ekspor tersebut, menurut mendag sangat wajar karena harga komoditi yang turun dan permintaan volume ekspor juga akan berkurang. Kondisi ini akan mengembalikan Indonesia kepada situasi pada tahun 2006, di mana harga komoditi tidak melambung terlalu tinggi. Mendag mengatakan bahwa komoditi utama seperti karet, cpo, dan batu bara walaupun harganya saat ini sedang jatuh tetapi untuk 2009 boleh dikatakan masih aman karena permintaan masih ada meskipun berkurang. "karena orang perlu migor dan orang perlu batu bara untuk energi," jelas Mendag.

Namun demikian, mendag mengaku bahwa proyeksi ekspor tersebut sulit dilakukan karena menurutnya negara tujuan ekspor Indonesia seringkali merubah target pertumbuhan ekonominya sehingga Indonesia juga harus ikut menyesuaikan.

Sementara itu, menurut Mendag penurunan yang paling drastis untuk ekspor adalah elektronik dan automotif. Sedangkan untuk sektor non-migas dalam bidang pengolahan akan membaik karena daya saing produk Indonesia meningkat daripada produk Cina. " Karena mata uang, mata uang Cina menguat, mata uang kita melemah. dari situ kita mendapat keuntungan relatif baik," papar mendag.

Antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah terhapa penurunan permintaan volume adalah dengan cara melakukan diversifikasi pasar dan bagaimana cara eksportir kita untuk memasuki pasar global. Yang harus dilakukan adalah mencari pasar baru untuk menggantikan pasar tradisional karena sudah dipastikan AS dan eropa akan mengalami penurunan tajam.Tergantung Afrika dan Timur Tengah," jelas Mendag.

Kinerja ekspor non-migas Indonesia dengan kawasan Afrika dan Timur Tengah menunjukkan trend meningkat dalam lima tahun terakhir (2003-2007) dengan peningkatan rata-rata 19,02 persen per tahun, dari sekitar US$ 3 Miliar tahun 2003 menjadi US$ 6 Miliar tahun 2007. Pesaing utama Indonesia dari Asia untuk pasar Timur Tengah yakni Cina, Malaysia, Thailand, Taiwan, Jepang, Vietnam, dan Singapura. Untuk komoditi yang masih menjadi unggulan, Mendag masih tetap pada basic commodities dan produk-produk manufacturing. "cpo, karet dan mineral masih ada pasarnya. Untuk manufacturing masih pada tekstil, elektronik dan sepatu masih menjadi andalan karena faktor daya saing tersebut," ujar Mendag.

Ditemui secara terpisah ketika sidak pasar muara karang, Rahmat Gobel, Presiden Direktur PT Panasonic Gobel Indonesia mengatakan bahwa untuk mengantisipasi pasar ekspor yang turun, yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha adalah dengan cara melihat potensi industri dalam negeri karena pasar domestik, diakui oleh Rahmat bahwa pasar tersebut cukup besar. Bahkan elektronik dalam hal ini adalah panasonic akan melakukan ekspansi tidak hanya untuk ekspor tetapi juga untuk orientasi dalam negeri. "Kami akan meningkatkan kapasitas produksi yang jumlahnya cukup besar," papar Rahmat Gobel.

Senada dengan Rahmat Gobel, Sekjen Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia, Totok Dirgantoro mengatakan bahwa diversifikasi pasar yang dianjurkan oleh Menteri Perdagangan sangat sulit untuk dilakukan karena ia yakin bahwa semua negara juga akan melakukan hal tersebut. Sehingga Indonesia akan memiliki banyak saingan dengan negara lain dalam hal memperebutkan pasar baru. "Indonesia harus mulai melirik pasar dalam negeri," ujar Totok.
Lebih lanjut Totok mengatakan bahwa selama ini pemerintah belum menerapkan langkah pasti guna memberikan stimulus dari pemerintah. Dia menyatakan bahwa selama ini, eksportir hanya menunggu kebijakan dari pemerintah. "segera direalisir untuk bisa membantu kinerja di dalam negeri. bukan terlaksana, tetapi betul-betul terealisir," jelas Totok.

Selanjutnya, pemerintah juga harus berani melakukan subsidi bunga pinjaman sehingga jika ini tidak dilakukan maka bunga pinjaman masih tetap akan tinggi dan ini yang akan memberatkan eksportir. "Pemerintah juga harus melakukan pemangkasan-pemangkasan biaya tinggi termasuk juga di pelabuhan," urai Totok.

Tidak kalah penting untuk memberikan stimulus dalam sektor riil, pemerintah harus segera merealisasikan perbelanjaan negara. Totok mencontohkan seperti apa yang terjadi di Malaysia pada tahun 1998, negara tersebut menggenjot dengan mempercepat pembangunan jalan. "Sehingga terjadi perputaran ekonomi," terang Totok. Fitri Nur Arifenie

omset pedagang pada natal dan tahun baru turun

JAKARTA- Menjelang hari raya Natal dan tahun baru, omset pedagang mengalami penurunan sebesar 20 hingga 30 persen. Akibat daya beli masyarakat yang lemah mengakibatkan penjualan pedagang juga berkurang. Hal ini diungkapkan oleh Husinto, salah satu pedagang di pasar Muara Karang, Jakarta Utara. Menurut Direktur Bina Pasar dan Distribusi, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Jimmy Bella mengungkapkan bahwa sepinya pembeli tersebut terjadi sejak terjadi krisis ekonomi global. "Untuk tahun ini daya beli turun drastis. Akibatknya Natal dan tahun baru tidak terlalu ramai," jelas Jimmy Bella.

Biasanya menjelang hari raya natal dan tahun baru, omset pedagang mencapai sekitar 30 persen dibandingkan dengan bulan-bulan biasa. Namun, yang terjadi saat ini justru kebalikan karena setelah lebaran tahun ini malah turun. Namun, sepinya pembeli diakui oleh pedagang bukan karena harga yang mahal tetapi karena mereka berusaha menahan diri untuk berbelanja. Hal tersebut tentu saja membuktikan bahwa penurunan BBM yang dilakukan oleh pemerintah tidak membawa perubahan yang besar dalam penurunan harga bahan pokok.
Harga kebutuhan pokok menjelang hari raya natal dan tahun baru dikatakan oleh Mendag seusai melakukan sidak (inspeksi mendadak) ke pasar tradisional Muara Karang bahwa harga cenderung aman dan stabil baik dari segi ketersediaan stok ataupun dari segi harga."Semuanya stabil dibandingkan dengan awal periode 2008," jelas Mendag.

Lebih lanjut, mendag mengatakan bahwa harga beras stabil, berada pada kisaran Rp 5.500 per kg dan Rp 5.800 per kg. Sedangkan harga gula pasir masih dikatakan stabil pada kisaran harga Rp 6.500 per kg. Harga minyak goreng curah, menurut Mendag telah mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan lalu yang mencapai Rp 11.000 per kg. "Sekarang Rp 8.000 per kg atau Rp 7.200 per liter," jelas Mendag.

Mendag berharap bahwa minyak goreng curah pada tahun 2009 akan semakin murah dan turun harganya karena ada program minyak goreng kemasan sederhana yang diluncurkan pada bulan Januari 2009. "Akan menstabilkan harga minyak goreng karena harga yang ditetapkan lebih ke arah minyak goreng curah," tegas mendag.

Yang mengalami kenaikan adalah kentang dan tomat. "Tapi itu karena musimnya," jelas Mendag. Sedangkan cabe sudah mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan lebaran. Mendag juga menuturkan harga kebutuhan bahan pokok lain yang mengalami penurunan seperti harga telur dan harga daging ayam.Sayangnya penurunan tersebut bukan karena penurunan harga BBM tetapi karena memang faktor daya beli.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Subagyo mengatakan bahwa perkembangan harga dan kecukupan pasokan bahan pokok akan tetap terus stabil hingga akhir tahun. "Tidak akan terjadi lonjakan yang meresahkan," ujar Subagyo. Fitri Nur Arifenie

Daftar Perkembangan Harga Bahan Pokok
-----------------------------------------------------------------------------------
Oktober November Desember
2008 2008 2008
----------------------------------------------------------------------------------
Beras Rp 5.447 Rp 5.449 Rp 5.423
Gula Pasir Rp 6.426 Rp 6.434 Rp 6.481
Minyak Goreng curah Rp 8.726 Rp 7.950 Rp 8.089
Daging Sapi Rp 61.710 Rp 61.287 Rp 62.440
Telur Ayam Ras Rp 15.918 Rp 15.437 Rp 14.894
Tepung Terigu Rp 7.699 Rp 7.630 Rp 7.572
Cabe merah keriting Rp 13.824 Rp 15.261 Rp 20.521
Bawang merah Rp 10.620 Rp 11.144 Rp 11.599

12.23.2008

2009: SNI ritel dan pemasok tidak dapat diterapkan

JAKAARTA- Pembahasan tentang SNI (Standar Nasional Indonesia) yang mengatur antara pemasok dan peritel belum dapat diterapkan pada tahun 2009 karena hingga akhir 2008 belum tercipta kesepakatan antara pemasok dan peritel. "Sudah dilakukan perundingan sejak Januari 2008," ujar Kepala Pusat Standardisasi, Frida Adiati di Jakarta (17/12). Menurut Catatan Indonesia BUsiness Today, pembahasan draf RSNI telah mengalami beberapa kali pertemuan yakni tanggal 30 Januari 2008, 11 Maret 2008, 1 April 2008, 24 April 2008, 28 Mei 2008, 21 Juli 2008, dan 19 November 2008.

Frida mengatakan bahwa usulan adanya penerapan SNI antara pemasok dan peritel ini karena adanya usulan dari beberapa dinas provinsi kabupaten atau kota tentang perlunya disusun standar jasa perdagangan besar untuk kebutuhan yang kemudian berkembang menjadi ketentuan perdagangan antara pemasok dan toko eceran.

Usulan tersebut, menurut Frida dilatarbelakangi oleh maraknya pertumbuhan usaha perdagangan eceran modern skala besar. Berdasarkan data yang diperoleh Indonesia BUsiness Today bahwa pertumbuhan rata-rata supermarket sebesar 85 persen pertahunnya dan pertumbuhan hypermarket mencapai 27 persen pertahun. "SNI itu untuk mengatur hubungan antara pemasok dan peritel agar saling menguntungkan," ujar Frida.

Selama ini, posisi tawar pemasok barang terhadap toko eceran modern yang dapat mengarah pada hubungan yang tidak menguntungkan bahkan dapt memunculkan tekanan terhadap pemasok kecil serta berpotensi menjadi unfair business practise.

Frida menjelaskan bahwa bentuk SNI ada tiga jenis yakni SNI produk, SNI manajemen dan SNI pedoman. Ia menambahkan bahwa SNI antara pemasok dan peritel ini menyediakan pedoman hubungan usaha dan penerapannya. "Mencega penyalahgunaan posisi tawar yang dominan baik dilihat dari sisi pemasok maupun toko eceran modern," ujar Frida.

Berdasarkan draf RSNI, ada 43 syarat yang harus dimiliki pemasok, antara lain peraturan dan standar yang berlaku, mutu yang disepakati, hak atas kekayaan intelektual, surat keterangan asal, dokumen lain, penarikan produk, standard operation procedure.

Selain itu, label dan kemasan, pre-pricing, sampel yang ditawarkan, barang baru, sistem traceability, bukti jaminan mutu, kesediaan diversifikasi produk, audit dan inspeksi oleh toko modern, regular discount, fixed rebate, conditional rebate, promotion discount, promotion budget, distribution cost, listing fee, pengiriman barang tepat waktu, denda penundaan pengiriman (14 hari), dan denda pembatalan (21 hari).

Frida kemudian menguraikan bahwa SNI ini jika akan diteruskan maka akan berdiri sendiri dan berbeda dengan juklak permendag tentang perpres penataan pasar modern 112/2007. "Tidak bertentangan dengan ketentuan yang sudah ada," jelas Frida.

Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern (AP3MI), Susanto dengan jelas menolak kesepakatan tentang adannya SNI tersebut karena menurut Susanto terlalu banyak aturan. "Juklak saja sudah cukup. Juklak itu enggak beres-beres, masa harus ada aturan lagi," ujar Susanto.

Susanto menegaskan bahwa Aprindo sebagai asosiasi peritel saja tidak menyetujui kesepakatan tersebut sehingga bagaimana bisa SNI dipaksakan."ini kan trlalu banyak aturannya, hars ada alasan audit segala. ribet sekarang," jelas Susanto.

Berbeda dengan susanto, Direktur Eksekutif Nampa (National Meat Processor Association), Haniwar Syarif mengatakan bahwa pihaknya setuju jika diberlakukan dengan SNI asalkan ada SNI tersebut merupakan penjelasan dari Juklak permendag yang sudah ada."tapi kalo arahnya bertentangan maka kita tidak mau, karena itu yang kita minta kejelasannya," ujar Haniwar. Fitri Nur Arifenie

70 persen, produk ritel adalah umkm

JAKARTA-Peraturan Departemen Perdagangan yang akan mewajibkan toko modern untuk memasarkan barang produksi UKM dalam juklak perpres pasar modern ditanggapi positif oleh para peritel. Bahkan sebelum Dpartemen Perdagangan memberlakukan hal itu, para peritel sudah menyerap produk UKM. Hal ini dikatakan oleh Irawan Kadarman, Coorporate Affairs Director PT. Carrefour Indonesia kepada Indonesia Business Today. “Kami selama ini sudah memberlakukan itu, banyak dari produk kami yang berasal dari UMKM yakni sebesar 70 persen,” ujar Irawan Kadarman, di Jakarta (24/11).

Sehingga, aturan yang akan diterapkan oleh Departemen Perdagangan tidak akan membawa polemik baru karena selama ini antara pemasok dan peritel selalu tidak sependapat. “Sebenarnya kita tidak masalah dengan itu bahkan tahun depan akan lebih banyak lagi produk UKM yang akan diserap,” jelas Irawan Kadarman. Nantinya, diakui oleh Irawan, bahwa pihaknya mengacu terhadap peraturan UMKM yang baru.

Dikatakan oleh Irawan bahwa di carrefour untuk UMKM tidak dikenai listing fee ataupun trading term lainnya. “selama ini untuk UKM yang mikro gak ada trading termnya yakni sesuai dengan peraturan yaitu bagi UKM yang pendapatannya antara 300 juta hingga 12,5 miliar. Banyak sustainable produk mikro yang tidak terkena trading term,” papar Irawan.

Meskipun banyak yang menyerap dari UKM tapi, Irawan mengakui bahwa terdapat beberapa produk tertentu yang benar-benar mereka serap tapi ada beberapa produk yang tidak menyerap UKM. “Produk yang banyak dari UKM adalah pakaian, makanan minuman, peralatan rumah tangga. Elektronika tidak ada yang dari UKM kecuali cashing HP,” jelas Irawan.

Senada dengan Irawan, Tutum Rahanta, Ketua Harian Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) juga mengungkapkan bahwa saat ini produk UKM sudah ditampung oleh peritel dan ini sudah dilakukan tetapi untuk besarannya dia mengakui bahwa itu tergantung dari perusahaan masing-masing dan format bisnisnya seperti apa. “harus dibagi lagi kalo supermarket minimal 30 persen kalo hypermart tergantung high end atau tidak high end. kalo mow cerita di departemen store semuanya kecuali pakaian dalam adalah produk ukm. kalo pakaian dalam memang cenderung ke industri,” jelas Tutum.

Dihubungi secara terpisah, Direktur PT. Ramayana Tbk, Setyadi Surya juga menyatakan hal yang sama bahwa selama ini Ramayana memasok produk dari UKM. Namun, Setyadi menolak mengatakan berapa besar persennya. “Kita memang sudah ada beberapa tapi belum besar juga persennya karena para UKM ini harus bisa survive dan ini yang menjadi kendala,” ujar Setyadi Surya kepada Indonesia Business Today, di Jakarta (24/11).

Menanggapi soal listing fee, Tutum mengatakan bahwa permasalahan listing fee itu kan hanya masalah angka dan tidak terlalu dipersalahkan. Dirinya menolak jika peritel yang disalahkan jika ada UKM yang mati. Menurutnya, sekarang ini ada UKM yang jsutru mendapatkan keuntungan dengan memasok barangnya ke ritel modern. “trading term yang ada masalah berarti itu kan angkanya, jangan kita terlarut karena industri kecil akan mati karena kita injak-injak. Buktinya banyak ukm yang happy dan toko kita banyak barang,” tegas Tutum

Selanjutnya dikatakan oleh Tutum bahwa semuanya jangan mengaku sebagai UKM untuk menghidari dari listing fee. “semua sudah diatur oleh aturan presiden, ada kategori ukm yang tidak terkena listing fee,jadi harus jelas jangan hanya mewakili ukm terus semuanya mau begitu. jadi ada yang menerapkan ada yang tidak menerapkan sehingga tergantung perusahaan,” ujar Tutum. Fitri Nur Arifenie

ritel asing harus serap produk dalam negeri

JAKARTA-Minat para peritel asing untuk masuk ke dalam pasar Indonesia semakin tinggi karena di tengah kondisi krisis seperti ini, mereka justru semakin tertarik untuk berinvestasi dan melakukan ekspansi di Indonesia . Hal ini harus diwaspadai seiring dengan program pemerintah untuk mengamankan pasar dalam negeri dan lebih menyerap produk domestic. “Seharusnya ada peraturan bahwa peritel asing dilarang untuk memajang produk impor di gerai peritel mereka dan lebih menyerap produk dalam negeri,” jelas Handito Hadi Joewono, Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan dan Pemasaran Produk Arrbey Indonesia seusai mengikuti rapat kecil dengan Sekjen Departemen Perdagangan di kantor Departemen Perdagangan RI, (25/11).

Wajar jika peritel asing melakukan ekspansi pasar ke Indonesia karena potensi pasar domestik mencapai Rp 50 triliun per tahun dan jumlah penduduk di atas 220 juta jiwa yang terus bertambah. Sebelumnya sudah ada peritel asing yang sudah ada lebih dulu hadir seperti Giant, Carrefour, Debenheim, Sogo, Harvey Nichols, Zara, Tumi, dan Mashimo Dutti. Menurut Handito, dengan adanya aturan yang ketat soal peritel asing tersebut maka diharapkan penyerapan produk domestik akan meningkat di tahun 2009.

Menanggapi hal tersebut, Sekjen Departemen Perdagangan RI, Ardiansyah Parman, mengatakan bahwa Depdag belum melakukan kajian terhadap hal tersebut. “Belum ada aturan tersebut tapi sudah diatur dalam juklak perpres bahwa Peritel dihimbau agar mengutamakan produk dalam negeri, kalaupun seperti harvey nichols itu untuk memang kalangan tertentu yaitu ekspatriat yang datang ke Indonesia ” jelas Ardiansyah.

Ardiansyah menegaskan bahwa meskipun ada himbauan untuk mengutamakan produk dalam negeri tetapi pemerintah tidak akan memberikan insentif terhadap mereka (peritel asing) jika menyerap produk dalam negeri. “Insentif apa lagi yang diberikan, kita tidak akan memberikan insentif. Dengan mereka dibolehkan investasi di Indonesia itu sudah merupakan bentuk insentif karena pasar Indonesia itu besar, jadi meskipun tidak ada kewajiban tetapi mereka kan seharusnya tidak memajang produk impor di gerai mereka,” papar Ardiansyah. Ia mengatakan, jika saat ini memasarkan produk impor sangat rugi karena saat ini nilai tukar rupiah itu melemah.

Sementara itu, di beberapa gerai supermarket yang premium, label harga yang dinilai dengan menggunakan dolar ditanggapi boleh-boleh saja oleh Ardiansyah selama transaski yang digunakan menggunakan rupaih. Ardiansyah setuju jika pembayaran transasksi dalam bentuk rupiah dan tidak dalam bentuk lainnya seperti dolar. “Kalo harga untuk dolar itu boleh saja tetapi kalo diwajibkan membayar dengan menggunakan dolar itu saya tidak setuju. Penggunaan label harga dolar itu kan hanya untuk menjaga harga agar kelihatan sama tidak berubah-ubah setiap hari,” ujar Ardiansyah.

Promosi Dalam Negeri
Dalam waktu dekat, Departemen Perdagangan, akan memberikan penghargaan terhadap institusi yang mendorong penggunaan dalam negeri walaupun hal ini diakui oleh Ardiansyah masih dalam pembahasan. “Kita menindaklanjuti dari instruksi presiden agar dilakukan kampanye penggunaan produk dalam negeri supaya pertumbuhan ekonomi dapat dijaga karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi dengan belanja negara dan konsumsi masyarakat,” jelas Ardiansyah.

Dijelaskan oleh Handito untuk menyerap produk dalam negeri, diperlukan strategi khusus dengan cara membangun branding karena konsumen Indonesia masih berorientasi terhadap brand (merek). “Persepsi perlu dibangun dengan merek yang baik karena selama ini yang membangun merek di dalam negeri sangat sedikit,” terang Handito.

Senada dengan Handito, Ardiansyah setuju untuk mengkampanyekan produk dalam negeri adalah dengan cara menyentuh emosi konsumen. Menurut Ardiansyah yang diperlukan adalah kecerdasan dari para produsen untuk membuat merek. Ardiansyah mencontohkan seperti produk Hammer. Produk Hammer ini sedikit orang yang tahu bahwa produk tersebut adalah asli buatan dalam negeri. Mereknya merupakan merek dalam negeri, hanya saja namanya menggunakan bahasa inggris. “Jika mereknya palu, pasti orang tidak akan membeli,” canda Ardiansyah.

Khusus mengenai anggaran, Gunaryo, Sekretaris Dirjen Perdagangan Dalam Negeri RI mengatakan bahwa ada peningkatan anggaran sebesar 50 persen dari anggaran tahun 2008. Namun, dirinya enggan untuk mengungkapkan berapa besar totalnya. ”Besarannya tidak dapat disebutkan tapi yang jelas ada peningkatan sebesar 50 persen dari tahun ini,” jelas Gunaryo.

Mengenai jumlah peningakatan anggaran untuk kampanye produk dalam negeri ini diakui oleh Handito bahwa jumlahnya kurang dan seharusnya jumlahnya bisa lebih. ”Saya usulkan dua kali lipat karena kalo 50 persen itu kurang karena ini penting sekali,” tutur Handito.
Fitri Nur Arifenie

Kosmetik berbahaya

JAKARTA- Untuk kesekian kalinya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan produk-produk kosmetik yang berbahaya dan mengandung zat warna yang dilarang yang digunakan dalam komestik. Bahan berbahaya yang tekandung adalah Merkuri (Hg), Asam Retinoat (Retinoat Acid), zat warna Rhodamin (Merah K.10) dan merah K.3. “Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium Badan POM RI tahun 2007 terhadap kosmetik yang beredar ditemukan 27 merek kosmetik yang mengandung zat berbahaya,” ujar Husnia Rubiana Thamrin, Kepala Badan POM saat jumpa pers dengan wartawan di kantor BPOM yang terletak di Jalan Percetakan Negara, Jakarta, (26/11). Dari ke-27 produk tersebut, disampaikan oleh Husnia bahwa 11 merupakan produk impor dari Jepang dan Cina, 8 produk yang tidak ketahuan asal usulnya, dan 8 produk lokal.

Dikatakan oleh Husnia bahwa penggunanaan bahan-bahan tersebut dalam kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan sebagimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/MENKES/PER/V/1998 tentang Bahan, Zat Warna, Sebstratum, Zat Pengawet dan tabir Surya pada kosmetik. “Merkuri atau air raksa yang digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan bintik-bintik hitam di kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan permanen pada susunan saraf otak, ginjal, dan gangguan perkembangan janin,” jelas Husnia. Lebih lanjut, Husnia mengatakan bahwa asam retoniat akan menyebabkan kulit kering, kasar, terbakar dan paling fatal yaitu cacat pada janin. Serta rhodamin dan zat pewarna K.10 dapat menyebabkan kanker.

Sementara itu, menurut, Husnia, saat ini belum ada laporan dari masyarakat terhadap Badan POM mengenai keluhan akibat pemakaian dari kedua puluh tujuh. Sehingga, Husnia menghimbau kepada masyarakat jika ada keluhan silahkan saja melaporkannya saja kepada Badan POM dan seluruh balai badan POM di daerah. “Kepada masyarakat kita umumkan agar mereka tidak terkena resiko penyalahgunaan bahan berbahaya tersebut. Selain itu juga jika ada masyarakat yang terkena agar melaporkan ke BPOM dan balai kesehatan di seluruh Indonesia ,” papar Husnia.

Awasi Semua
Senada dengan Husnia, Ruslan Aspan, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional Kosmetik dan produk komplemen, Badan POM mengatakan bahwa pengecekan terhadap kosmetik tersebut dilakukan atas inisiatif badan POM sendiri dan bukan atas laporan dari masyarakat. “Sejauh ini, setiap tahunnya badan POM mengambil sebanyak 7.000 sampling produk kosmetik yang dijual ke luar tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kita juga akan melakukan pengecekan terhadap salon-salon kecantikan,” jelas Ruslan.

Selama melakukan razia, BPOM menemukan produk kosmetik tersebut paling banyak beredar di Jakarta (Sunter), Medan , dan Bali . Selain itu juga, produk kosmetik tersebut banyak ditemukan dan dipajang di gerai-gerai supermarket besar seperti SOGO, Harvey Nichols, dan Grand Indonesia, karena beberapa dari produk kosmetik tersebut sangat mahal harganya berkisar antara Rp 2.000.000-Rp2.500.000. “Sekarang sudah ditemukan sebanyak 3.555 buah di seluruh balai POM. Di Grand Indonesia dan Harvey Nichols ditemukan 3.000 item dan ini masih banyak lagi,” ujar Husnia.

Jangan salahkan peritel
Sementara itu, ketika dimintai tanggapannya, Handaka, CEO Senayan City mengatakan bahwa hal tersebut tidak seharusnya yang disalahkan adalah peritel karena untuk masuk ke ritel, dikatakan oleh Handaka harus memiliki syarat khusus. Badan POM sebagai badan pengawas seharusnya lebih ketat lagi dalam melakukan pengawasan karena jika dilakukan penyitaan ini yang akan dirugikan adalah peritel.“Saya tidak mengatakan itu adalah kesalahan Badan POM tapi jika suatu barang masuk ke ritel itu ada syaratnya bahwa mereka harus memiliki ijin edar dan sudah teresgistrasi di Badan POM,” ujar Handaka yang mengakui bahwa salah satu produk yang dinyatakan berbahaya tersebut tidak dipajang di Mall Senayan City .

Apa yang dikatakan oleh Handaka memang benar karena berdasarkan data yang diperoleh oleh Indonesia Business Today bahwa dari kedua puluh tujuh merek tersebut memiliki nomer registrasi Badan POM sehingga boleh dikatakan bahwa ketika mereka mengajukan registrasi sudah disetujui badan POM. Bahkan, salah satu produk kosmetik ditemukan telah memalsukan dokumen ketika registrasi. “Doctor Kayama, salah satu merek tersebut didaftarkan atas impor dari Jepang tetapi setelah kita melakukan pengecekan ke pemerintah ternyata tidak ada produk ataupun barang tersebut yang diproduksi di Jepang sehingga dokumen yang mereka ajukan ketika registrasi adalah fiktif,” ungkap Husnia. Seharusnya Badan POM harus lebih ketat lagi dalam menyikapi masalah bahan berbahaya ini karena bagaimanapun ini merugikan konsumen dan membahayakan keselamatan orang banyak. Fitri Nur Arifenie