6.09.2008

Australia: lagi..lagi bikin ulah


untuk kesekian kalinya, Australia berulah lagi. kali ini polisi Australia membakar kapal nelayan dari Indonesia dengan alasan nelayan tersebut telah melanggar batas perairan internasional. padahal pada kenyataannya para nelayan tersebut masih dalam batas aman. para polisi australia bahkan membakar alat navigasi mereka dan tidak memberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. apa yang dilakukan oleh Australia ini dapat mengubah hubungan yang tadinya terjalin baik, kini menjadi buruk. dalam bidang politik dan pemerintahan hubungan australia-Indonesia tidak cukup baik. hal ini berbeda dengan hubungan kedua negara dalam bidang budaya dan pendidikan. keduanya menjalin hubungan baik bahkan terjadi tukar menukar pelajar.

pasang surut ibaraair laut mungkin kata yang paling tepat untuk menggambarkan hubungan yang terjalin antara Indonesia-Australia. hubungan kemitraan yang sehat telah dibangun oleh kedua negara selama belasan tahun, namun dalam perkembangannya, hubungan terebut tidak berjalan semulus yang dibayangkan, selalu ada kerikil-kerikil tajam yang mewarnai hubungan diantara keduanya. hal ini dikarenakan adanya perbedaan-perbedaan budaya dan prioritas-prioritas kebijakan politik dalam dan luar negeri antara kedua negara berpengaruh besar terhadap keharmonisan hubungan politik dan pemerintahan diantara keduanya.

hubungan Indonesia-Australia diawali ketika pemerintah Australia mendukung kemerdekaan Indonesia.

Ketika bangsa Jepang menjajah Indonesia pada tahun 1942, dibentuklah pemerintahan Kolonial Belanda dalam pengasingan di Australia. Sebagai anggota tentara Sekutu, Belanda dan pemerintahannya yang dalam pengasingan tersebut mendapatkan kekuasaan ekstra teritorial serta dibantu oleh Pemerintah Australia.

Oleh karena adanya penjajahan Jepang tersebut, banyak pengungsi Indonesia yang berkumpul di Australia. Di antara pengungsi ini ada pelaut dan pramugara Indonesia dari kapal-kapal Belanda, dan ada juga tentara Indonesia dari angkatan bersenjata Belanda, serta petugas dan pegawai kesehatan.

Pada tahun 1943 Belanda mengangkut 500 orang lebih ke Australia, baik pria, wanita dan anak-anak, dari perkampungan tawanan di Tanah Merah. Juga, Belanda bermaksud untuk mengasingkan para tawanan ini di Australia.

Para tawanan ini berhasil menyampaikan surat kepada seorang Australia pekerja pelabuhan dan kemudian juga kepada seorang pegawai kereta api. Surat-surat ini berisi penjelasan mengenai maksud Belanda tersebut di atas dan mereka meminta bantuan kepada masyarakat Australia. Tanggapan terhadap surat ini cepat dan kuat. Serikat Buruh Australia melakukan kampanye secara bersemangat dan berhasil membebaskan para tawanan ini.

Mereka juga membantu orang-orang Indonesia yang terdampar di Australia akibat Perang Dunia, untuk mengatur pemberian dukungan bagi negaranya. Sesudah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, semakin bersemangatlah kampanye yang dilakukan oleh Serikat Buruh di Australia. Serikat Buruh tersebut menekan Pemerintah Australia agar mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Australia merupakan salah satu dari negara-negara yang pertama mengakui hak Indonesia untuk merdeka.

Usaha-usaha Pemerintah Belanda untuk meneguhkan kembali kendali kolonialnya di Indonesia di antara tahun 1945 dan 1949 benar-benar dihalangi oleh Serikat Buruh dan oleh Pemerintah Australia yang waktu itu dikuasai Partai Buruh. Kapal-kapal Belanda tidak diberi bahan bakar, dan para pekerja pelabuhan tidak mau menaikkan muatan bahan persediaan ke atas kapal Belanda.

Irian Jaya

Antara tahun 1959 dan tahun 1962 Pemerintah Australia berpihak kepada pemerintah Belanda selama perjuangan Indonesia menentang pemerintahan Belanda di Irian Barat. Pada saat itu Partai Komunis Indonesia mulai berpengaruh
dan ada kekhawatiran di Australia mengenai pengaruh itu. Dikhawatirkan bahwa integrasi daerah jajahan Belanda yang dulu disebut Nugini Barat itu dengan Indonesia akan memperluas pengaruh komunisme.

Masalah tersebut di atas menimbulkan ketegangan terhadap hubungan antara Australia dan Indonesia. Akhirnya dirundingkanlah penyelesaian pada tahun 1962, dengan bantuan PBB, dan Irian Jaya menjadi propinsi Indonesia yang ke-26.

Sejak tahun 1962, Australia telah mengakui Irian Jaya (yang sejak awal tahun 2002 disebut Papua) sebagai bagian integral dari Republik Indonesia.

Konfrontasi dengan Malaysia

Dalam periode tahun 1963-65 terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia. Australia dan Indonesia mempunyai pandangan yang berlainan mengenai pembentukan negara Malaysia. Daerah bekas jajahan Inggris ini meliputi Malaya, Sarawak, Sabah, dan Singapura. Namun, pada tahun 1965 Singapura keluar dari Malaysia.

Sebagai sebuah negara Persemakmuran, Malaysia mempunyai kaitan yang penting dalam hubungan militer dan pendidikan dengan Australia. Angkatan Bersenjata Australia sebelumnya telah membantu tentara Malaysia dan Inggris dalam perjuangannya melawan gerilya komunis yang aktif di Malaysia. Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Soekarno waktu itu menyebut Malaysia sebagai rezim ciptaan neo-kolonialis dan menganggapnya ancaman bagi Indonesia.

Australia waktu itu terus mendukung Malaysia dan semakin mengkhawatirkan perkembangan komunisme di Indonesia. Australia juga mengkhawatirkan adanya pendekatan konfrontasi yang digunakan Indonesia untuk menghadapi Malaysia. Akhirnya tentara Australia, yang mendukung Pemerintah Malaysia, terlibat dalam pertempuran dengan tentara Indonesia di Borneo (sekarang Kalimantan).

Masalah tersebut di atas terpecahkan dengan adanya kudeta yang gagal di Indonesia pada tahun 1965, dan dengan diangkatnya President Soeharto sebagai pemimpin. Sesudah tahun 1965 hubungan antara Australia-Indonesia mulai berkembang lagi, dan menjelang tahun 1967 Australia memberikan dana bantuan untuk membantu membangun kembali ekonomi Indonesia.



Integrasi Timor Timur

Peristiwa-peristiwa sekitar integrasi Timor Timur dengan Indonesia pada tahun 1976 telah ikut memegang peranan dalam hubungan Australia-Indonesia. Sesudah Portugis meninggalkan bekas daerah jajahannya tersebut di tahun 1975, terjadi perselisihan di antara berbagai kelompok politik di Timor Timur. Angkatan bersenjata Indonesia memasuki Timor Timur pada bulan Desember 1975 dan kawasan ini menjadi satu dengan Republik Indonesia di tahun 1976. Hal ini menyebabkan perdebatan di Australia. Di samping itu, kematian lima wartawan Australia di Timor Timur di tahun 1975 telah menjadi perhatian masyarakat Australia dan media. Australia mengakui kedaulatan Indonesia atas Timor Timur secara de jure tahun 1979.

Kemerdekaan bagi Timor Timur

Dinamika politik dalam negeri Indonesia telah berubah secara dramatis dengan jatuhnya Pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Di bulan Januari 1999, diumumkan bahwa Indonesia akan menawarkan otonomi kepada Timor Timur. Jika rakyat Timor Timur menolak tawaran ini, maka Indonesia akan menerima pemisahan diri Timor Timur dari Republik Indonesia. Pada tanggal 5 Mei 1999, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia dan Portugis menandatangani Perjanjian Tripartit yang menyatakan bahwa PBB akan menyelenggarakan jajak pendapat di Timor Timur. Rakyat diminta memilih apakah Timor Timur tetap menjadi bagian dari Indonesia ataukah Timor Timur menjadi negara merdeka. Pada tanggal 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih merdeka (78.5%).

Pengumuman hasil pemilihan umum tersebut diikuti dengan kekerasan yang meluas oleh unsur-unsur pro-integrasi.

Australia memainkan peranan pokok dalam memobilisasi tanggapan internasional terhadap krisis kemanusiaan yang membayang nyata. Jakarta menyetujui keterlibatan angkatan internasional pemilihara keamanan di kawasan ini. Australia diminta oleh PBB untuk memimpin angkatan tersebut, dan menerima tugas ini. Kekuatan internasional di Timor Timur atau International Force in East Timor (disingkat INTERFET) telah berhasil dikirim ke Timor Timur dan menjalankan tugasnya untuk mengembalikan perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut. Pada tanggal 20 Oktober, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut keputusan penyatuan Timor Timur dengan Indonesia.

Peristiwa-peristiwa ini telah menimbulkan ketegangan dalam hubungan Australia-Indonesia dalam jangka pendek tersebut. Namun, kedua negara telah sepakat untuk memandang ke depan, bukan ke belakang, disertai semangat yang positif, dan keduanya sepakat untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan.


australia seharusnya menyadari bahwa berkonfrontasi dengan indonesia bukan hal yang menguntungkan justru akan menjadi hal yang merugikan karena dilihat dari segi geografis, Indonesia merupakan tetangga yang paling dekat dengan Australia. pandangan pemerintahan australia bahwa indonesia adalah ancaman dari utara tidak terbukti. justru australia-lah yang menjadi biang kerok atas semua permasalahan yang terjadi di indonesia. sikap paranoid australia yang berlebihan justru menjadi bomerang bagi diri mereka sendiri. sehingga sudah waktunya australia bersikap baik dan menghormati indonesia sebagai negara yang berdaulat. bukannya menambah masalah baru yang hanya akan memicu ketegangan diantara keduanya.

Tidak ada komentar: